Buku Diary Rafatar

Buku Diary Rafatar

BAB 1. Sakit trauma Rafatar kambuh.

Di dalam sebuah gedung tinggi pencakar langit, tepatnya di kota bandung, seorang pria tampan sedang berjalan terburu-buru, begitu keluar dari pintu lift menuju pintu keluar. Ia tidak pedulikan para orang-orang yang lalu-lalang bahkan ada yang hampir ditabraknya. Pikirannya saat ini sedang kalut memikirkan keponakannya yang saat ini sakitnya tengah kambuh.

Keenan Angkasa, seorang CEO di perusahaan Galaxy Group, statusnya masih lajang tapi ia sudah seperti seorang ayah karena mengurus keponakannya yang di tinggal cerai oleh kedua orang tuanya.

Beberapa saat lalu, saat Keenan masih berada di ruang meeting, tiba-tiba hp nya ada yang menghubungi, dan ternyata itu adalah suster Dila yang menjaga keponakannya yang bernama Rafatar.

"Tuan, den Rafatar mengamuk-,"

Belum sempat suster Dila menyelesaikan pembicaraannya, Keenan sudah lebih dulu matikan sambungan telepon, tak perlu ia tahu penjelasan selebihnya, cukup mendengar kalimat Rafatar mengamuk, itu sudah membuatnya khawatir dan harus segera pulang.

Keenan langsung membatalkan meeting penting bersama beberapa pemilik perusahaan maju, tindakannya itu memang tidak benar, tapi baginya Rafatar lebih penting.

Apa lagi meeting ini sudah ada kesepakatan di dalamnya, apa bila ada yang menggagalkan, maka pihak tersebut harus membayar pinalti senilai lima ratus juta.

"Anda akan rugi besar, Tuan Keenan!"

Suara lantang Tuan Marvel, pemimpin rapat meeting tersebut.

Keenan yang sudah berjalan sampai di dekat pintu, menghentikan langkahnya dan berbalik untuk menatap Tuan Marvel. "Saya akan bayar pinaltinya."

Setelah berkata tegas seperti itu, Keenan langsung pergi dari sana.

*

*

*

Di kota jakarta.

Seorang anak muda berwajah tampan sekitar usia tujuh tahun terus mengamuk dan memecahkan semua barang-barang, kamarnya sampai sudah tidak berupa kamar, lebih mirip kapal pecah, tapi anak laki-laki berusia tujuh tahun itu tetap terus mengamuk dan membuat kamarnya semkin berantakan.

Prannnggg!

Bruukk!

Suara benda di jatuhkan terus terdengar saling beradu.

"Den Rafatar tolong berhenti, Den ..." Dila berusaha menenangkan Rafatar untuk kesekian kalinya.

Tapi Rafatar seolah tutup telinga, ia tidak pedulikan ucapan Dila dan kelima pelayan yang memintanya untuk berhenti.

Bisa saja Dila dan kelima pelayan memaksa Rafatar untuk berhenti memecahkan barang-barang, tapi takut kalau tindakannya itu akan malah membuat Rafatar semakin menjadi marahnya.

Tuan Keenan segeralah tiba, Tuan. Batin Dila.

Ya, Rafatar saat ini sedang sakit mental, sedikit terganggu, di bilang gila juga tidak? anak itu sangat pintar dan cerdas di sekolah, namun kadang tanpa ada sebab jika sedang kambuh anak itu langsung marah-marah bahkan tidak segan akan memukul orang-orang yang mendekatinya.

Hal ini akan terjadi di saat Rafatar merasa pikirannya stress, dan tidak tahu harus berbagi dengan siapa, ahirnya membuat pikirannya tidak mampu menampung beban berat masalah hidup, dan membuat jiwanya terganggu.

Dulu-dulunya, bocah tampan itu sangat sehat dan manis, riang dan menggemaskan. tidak memiliki penyakit mental seperti itu. Dan tidak banyak diam seperti sekarang ini.

Semua itu terjadi tentu ada sebabnya, semua pertama kali dimulai sejak usianya menginjak lima tahun, tepat sehabis ulang tahunnya yang ke lima.

Saat itu Rafatar baru pulang sekolah, ia pulang bersama suster, Rafatar yang bahagia ingin menunjukan hasil gambaran pesawat ke ayah dan ibunya, ia berjalan cepat memasuki rumah, namun langkahnya langsung terhenti saat melihat pemandangan yang asing baru dilihatnya.

"Apa susahnya kamu jujur, Mas!" teriak Naura dengan marah.

"Aku sudah jujur, Naura!" balas Abraham tidak kalah tinggi suaranya.

"Kamu bohong, Mas!" teriak Naura lebih tinggi.

Ini adalah pertama kali Rafatar melihat ayah dan ibunya berantem, anak itu kaget dan hanya diam karena tidak mengerti permasalahan orang dewasa.

Tapi mulai sejak itu, Rafatar menjadi sering melihat ayah dan ibunya berantem, bahkan tidak hanya sekedar adu mulut, tetapi ayahnya juga memukul dan menampar ibunya.

Plak!

"Aku tidak suka perempuan ikut campur urusan laki-laki!"

Bentak ayahnya kala itu setelah menampar ibunya sampai ibunya menangis.

Rafatar hanya selalu bisa diam tiap kali melihat kedua orang tuanya bertengkar, meski pikirannya bingung dan bertanya-tanya mengapa ayah dan ibunya sering bertengkar.

Hingga di suatu hari Rafatar kembali melihat ibu dan ayahnya berantem, anak laki-laki itu tidak tahan untuk diam saja, kala itu setelah ayahnya pergi puas memarahi ibunya, Rafatar mendekati ibunya.

"Mama-,"

"Diam! jangan dekati, Mama!" bentak Naura, dan seketika menghentikan kaki kecil Rafatar.

Niat hati mau menenangkan sang ibu, tapi siapa sangka Rafatar malah mendapat bentakan sang ibu, dan menjadi kali pertamanya ibunya kasar padanya.

Dari tempatnya ia berdiri, Rafatar bisa melihat ibunya sedang menangis pilu sembari memeluk lututnya.

Rafatar ikutan menangis, seolah kesedihan ibunya bisa ia rasakan.

Ternyata tidak berhenti di hari itu saja, sejak saat itu dan di hari-hari selanjutnya, Rafatar sering dibentak oleh ibunya juga ayahnya, sebagai pelampiasan kekesalan hati orang dewasa.

"Rafatar! Kenapa kamu naruh mainan sembarangan di atas meja kerja Papa, hah!"

Rafatar langsung menundukkan kepalanya, benar-benar takut di bentak dan dimarahin ayahnya, padahal dulu ayahnya tidak marah dimana pun ia naruh mainan, tapi sekarang apa?

Terjadi hal sama juga dengan ibunya, Rafatar yang baru masuk ke dalam kamar ibunya langsung mendapat amarah.

"Mama, Rafatar mau-,"

"Pergi-pergi! Tidak usah ganggu, Mama!" ucap kasar Naura, sembari mendorong-dorong tubuh kecil Rafatar untuk keluar dari dalam kamarnya.

Di balik pintu kamar ibunya, Rafatar menangis, hati kecilnya sangat bersedih diperlakukan seperti ini oleh kedua orang tuanya.

"Mama dan Papa kenapa jahat sama aku," gumamnya dengan linangan air mata.

Dan sejak itu muncullah rasa takut dalam diri Rafatar, setiap kali bertemu orang sudah merasa ketakutan lebih dulu.

Tapi hatinya masih sayang sama kedua orang tuanya, hingga suatu ketika ia harus mendengar kenyataan pahit bahwa ayah dan ibunya resmi bercerai.

Di hari ibunya harus pergi, Rafatar di titipkan pada adik iparnya bernama Keenan, tapi hati kecil Rafatar sangat sedih harus berpisah dengan ibunya, karena ia tahu kesakitan yang ibunya rasakan karena ulah ayahnya.

"Dimana Rafatar?" pertanyaan Keenan begitu ia sampai di rumah. Setelah menempuh perjalanan selama tiga jam, Bandung-Jakarta karena macet.

"Den Rafatar masih di dalam kamar, Tuan," jawab pelayan.

Keenan langsung berjalan ke lantai tiga menuju kamar Rafatar, setelahnya membuka pintu kamar itu Keenan langsung terkejut melihat ke adaan di dalam yang berantakan.

Tapi itu tidak masalah, saat ini ada yang membuat hatinya merasa sakit, ketika matanya menangkap sosok kecil yang sedang menangis sembari menjetus-jetuskan kepalanya ke dinding.

"Rafatar." Keenan langsung meraih tubuh kecil itu dan memeluknya.

Terpopuler

Comments

Levha

Levha

👍👍👍👍

2023-12-09

0

Wina Yuliani

Wina Yuliani

👍👍👍👍👍👍 kerennnnnnnnn

2023-12-07

1

Akhirnya aku mengerti dan tidak sendiri. Ternyata kehilangan orang yang kita sayang dan orang yang sangat menyayangi kita berubah (orang tua) maka penyakit mental pun kambuh. aku sangat paham bagaimana yang dirasakan oleh si rafathar dalam kondisi spt itu.

2023-12-05

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!