BAB 11.

"Ibu, Ibu tolong lepas, Bu. Ya Alloh bagaimana ini," ucap Dila panik sembari tangannya terus ingin melepas cengkraman kuat Naura di bahu Rafatar.

Tapi karena di mata Naura, Rafatar adalah Abraham jadi ia tetap menyakiti Rafatar, meski Dila sudah berkata untuk sadar.

"Bu, dia Den Rafatar, putra Ibu," ucap Dila sekali lagi. Namun langsung mendapat bentakan Naura.

"Diam!" Naura menatap tajam Dila. "Dia Abraham bukan Rafatar ..." teriaknya dengan keras sampai terdengar memekik di telinga.

Ya Alloh, Ibu Naura, aku tidak menyangka Ibu lebih mengerikan apa bila sedang kambuh sakitnya.

Bagaimana ini? Pak Keenan tolong pulang, Pak. Batin Dila.

Dila sudah tidak tega melihat Rafatar yang sedari tadi bahunya di gerak-gerakan oleh ibunya, dan cengkraman kuat itu pasti sangat menyakiti Rafatar.

"Aku harus telfon, Pak Keenan." Dila berjalan sedikit menjauh, saat sedang mau menelpon Keenan, Dila tidak berani menatap Rafatar, hatinya tidak tega.

Namun belum sempat sampai terhubung telpon tersebut, Dila lebih dulu mendengar suara seseorang yang baru saja ingin ia hubungi.

"Naura! Apa yang kamu lakukan!" teriak Keenan, ia baru pulang dari kerja, dan saat tiba di ruang makan, malah matanya mendapati pemandangan seperti itu, Naura yang sedang menyakiti Rafatar, tentu Keenan terkejut.

Keenan langsung berjalan cepat menghampiri mereka, dan cukup dengan sekali gerakan, Keenan berhasil menjauhkan Naura dari Rafatar.

Bruk!

Naura jatuh ke lantai karena dorongan keras yang Keenan lakukan tanpa sengaja.

"Om ... Om Rafatar takut ... Rafatar takut huhuhu," rengek Rafatar dengan histeris.

"Ok, maafkan Om ya yang baru datang, sekarang Rafatar ke kamar sama Sus ya?" Keenan menatap Dila. "Dila bawa Rafatar ke kamar."

"Baik, Pak." Naura langsung mengajak Rafatar untuk masuk ke dalam kamar.

Setelah Rafatar berhasil Dila amankan, Keenan mengusap wajahnya dengan kasar, posisi ia berdiri saat ini memunggungi Naura, jadi ia tidak tahu apa bila saat ini Naura tengah pingsan.

Keenan benar-benar merasa capek seharian ini, dan saat tiba di rumah malah melihat pemandangan seperti itu, kepalanya seketika makin terasa pusing.

Setelah menghela nafas panjang, Keenan balik badan, dan alangkah terkejutnya saat matanya melihat Naura yang terkulai di atas lantai.

"Astaghfirullah, Naura!" Keenan mendekati Naura, ia berjongkok kemudian menepuk pelan pipi Naura.

Tidak ada reaksi apa pun dari Naura, membuat Keenan jadi panik dan bingung.

Ahirnya karena tidak ingin berisiko, Keenan mengangkat tubuh Naura dibawanya keluar rumah menuju mobilnya, untuk dibawanya ke rumah sakit.

"Hati-hati, Pak Keenan," ucap sekuriti saat mobil Keenan melewati gerbang, tapi Keenan tidak menjawab, ia langsung membawa mobilnya berjalan ngebut.

Bahkan belum sempat bicara sama Dila kalau ia membawa Naura ke rumah sakit.

Dua puluh menit, mobil yang Keenan kendarai sudah sampai di rumah sakit terdekat.

Setelah mobil terparkir rapih, Keenan keluar dari mobilnya, dan membuka pintu belakang, Keenan membopong tubuh Naura untuk dibawanya masuk ke dalam rumah sakit.

Untung saat Keenan baru melangkah masuk ke rumah sakit langsung bertemu suster, yang langsung membantu Keenan, memberikan kursi roda, dan membawanya Naura ke ruang IGD untuk di periksa.

Keenan menunggu di depan ruang IGD, ia duduk di kursi dengan punggung bersandar, wajahnya nampak lelah dan letih, dan beberapa kali terlihat membuang nafas berat.

Sorot matanya yang sayu, seperti kurang istirahat dan sedang banyak masalah yang dihadapi.

"Kapan kalian berdua akan sembuh? Aku ingin kalian berdua sembuh." Keenan menghela nafas panjang. "Sepertinya aku harus lakukan seperti usul dari Gavin." Keenan memejamkan matanya untuk meredakan rasa lelah.

Namun hal itu tidak berlangsung lama, karena tiba-tiba Keenan mendengar suara bunyi ponselnya.

Saat melihat layar hp nya ternyata nama yang tertera adalah sang kekasih, Keenan segera menerima telepon tersebut.

"Ken ... Malam ini kita jadi kan makan malam?" tanya Miranda di sambungan telepon.

Keenan menghirup udara dengan mata terpejam sebelum ahirnya bicara, "Maaf, Miranda. Untuk malam ini rencana makan malam kita batal, karena aku berada di rumah sakit menemani Naura, ibunya Rafatar."

"Oh," jawab Miranda dan seketika ia mematikan sambungan telepon tersebut.

Keenan hanya bisa menghela nafas berat saat melihat layar hp nya kini sudah berubah gelap.

Keenan menyimpan kembali hp nya di saku jasnya, saat ini Keenan juga tahu apa bila Miranda sedang marah.

Tapi kepalanya sudah terasa pusing memikirkan masalah yang lain, kini sudah tidak mau ambil pusing dengan kemarahan Miranda.

*

*

*

Miranda yang kesal sama Keenan karena pria itu membatalkan acara makan malam berdua, sementara dirinya sudah berdandan cantik, dan Keenan main batal gitu aja, membuat Miranda marah sampai ke ubun-ubun.

"Lagi-lagi wanita itu! Kalau bukan wanita itu pasti keponakannya yang menjadi alasan!"

"Ah! Kalian merusak acara aku!"

Miranda berteriak-teriak di dalam kamarnya, ia sangat merasa kesal karena Keenan lebih utamakan orang lain dari pada dirinya yang jelas adalah tunangannya.

Arghh!

Bug

Bug.

Miranda melempar bantal-bantal ke lantai, dengan nafas yang kini naik turun dengan cepat.

"Ini tidak bisa dibiarkan, Keenan harus lebih perhatian padaku!" teriaknya lagi, Miranda tidak rela Keenan abai terhadap dirinya.

Namun setelah berteriak seperti itu, Miranda kemudian menangis. Menangis karena Keenan selalu menyakiti dengan masalah yang sama.

"Kenapa jadi begini, Ken. Hubungan kita. Tidak seperti dulu," lirihnya dengan mata menerawang jauh.

Sementara itu di rumah sakit.

Naura sudah sadar dari pingsang, begitu bangun dari pingsannya, wajah yang pertama kali Naura lihat adalah Keenan.

Pria itu saat ini tengah berdiri tepat di sebelah ranjang pasien, Keenan menatap dalam ke arah Naura, sembari tangannya melipat di depan dada.

"Ken, aku di rumah sakit?"

Keenan menganggukkan kepalanya.

Naura mengalihkan tatapannya dari Keenan, kini berganti menatap ke bawah, sekarang ia mulai ingat, kejadian sebelum berakhir di rumah sakit.

Dan begitu mengingat putranya, Naura kembali menatap Keenan dengan mata yang berkaca-kaca.

"Ken ... Rafatar, anakku?"

"Kamu sudah menyakitinya," jawab Keenan datar.

Dan seketika Naura menangis, ia menunduk lesu, karena tahu betul bagaimana ia akan mengamuk jika sakitnya sedang kambuh.

Dan mendengar ucapan Keenan bahwa dirinya telah menyakiti Rafatar, seketika Naura merasa bersalah, saat ini bahkan ia sampai menangis terisak.

"Maafkan, mama sayang," gumamnya lirih.

"Naura ...."

Naura mendongakkan kepalanya saat mendengar suara bass itu.

"Kita akan segera pergi ke Amerika."

"Ke-ke Amerika," ulang Naura. "untuk apa?" tanyanya dengan terkejut.

Keenan duduk di pinggiran ranjang pasien, ia menatap wajah pucat Naura, bibirnya sedikit tersenyum. "Supaya kamu dan Rafatar sembuh."

"Aku sedih melihat kalian seperti ini," lanjut ucap Keenan.

Dan mendengar kata sedih ada perasaan yang aneh di hati Naura, sebuah perasaan yang sulit dijelaskan.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!