Dila sudah tahu kabar dari Keenan bahwa Naura saat ini tengah di rawat di rumah sakit, Rafatar pun juga sudah tahu dimana ibunya saat ini, Dila yang memberitahu.
Pagi ini saat sarapan Dila melihat wajah Rafatar yang tampak murung, tidak terlihat cerah lagi, seperti hari kemarin-kemarin.
Kasihan den Rafatar, dia pasti tertekan dengan masalah ini, batin Dila merasa iba.
"Aku sudah sarapannya," ucap Rafatar seraya menjauhkan piring di hadapannya. Wajahnya di tekuk, mendung gelap tak ada cahaya sama sekali.
"Sudah siap berangkat sekolah?"
Rafatar menatap Dila, kemudian beranjak dari tempat duduknya, Dila mengikuti langkah kaki Rafatar sembari membawa tas sekolah milik Rafatar.
"Aduh, Den Rafatar ganteng banget," sapa sang sopir ketika melihat Rafatar datang, dan kemudian membukakan pintu mobil untuk Rafatar.
Dila langsung memukul bahu sang sopir sembari berkata, "Tidak usah becanda, nanti kena amarah," ucap Dila penuh penekanan dengan mata melotot. Kemudian masuk ke dalam mobil.
Sang sopir terkekeh melihat ekspresi wajah Dila, sebelum ahirnya ikut menyusul masuk ke dalam mobil.
Dalam perjalanan menuju sekolah, Rafatar terus menoleh ke arah jendela, melihat jalanan kota.
Bibirnya terbungkam disertai pandangan yang nampak jauh menerawang. Entah apa yang sedang di pikirkan bocah kecil itu.
Melihat sikap Rafatar yang seperti ini, sungguh Dila jadi sedih.
Sampai ahirnya mobil tiba di sekolahan Rafatar.
Rafatar keluar dari dalam mobil lebih dulu, Dila segera menyusul langkah kaki Rafatar saat anak kecil itu berjalan cepat memasuki gerbang sekolah.
"Den ... Den Rafatar!" teriak Dila, namun Rafatar terus berjalan cepat tanpa mau menoleh.
Dila ahirnya diam dan terus mengikuti Rafatar, sampai ahirnya anak kecil itu masuk ke dalam kls nya sebelum waktunya jam belajar di mulai.
Dila masuk ke dalam kls Rafatar untuk memberikan tas sekolahnya, setelahnya Dila menunggu di luar.
*
*
*
Jam pelajaran sekolah telah dimulai, lima belas menit berlalu dan tiga puluh menit pun berlalu.
Rafatar sama sekali tidak mendengarkan pelajaran sekolah yang dijelaskan oleh Miss Elin.
Rafatar menatap ke depan, tapi pikiran anak kecil itu bercabang-cabang.
Dan ternyata diam-diam Miss Elin memperhatikan Rafatar.
"Rafatar, kamu kenapa?" tegur Miss Elin.
Rafatar seketika menatap Miss Elin, tapi wajah Rafatar saat ini terlihat marah, kaku dan tanpa ekspresi di mata Miss Elin.
Dan sedetik kemudian, Rafatar bangkit dari duduknya sembari membawa tas sekolahnya.
Anak itu berjalan mau keluar kls, tentu Miss Elin yang melihat hal ini langsung mencegah.
"Rafatar, kamu mau kemana? Kamu tidak boleh keluar kls, di saat jam pelajaran sekolah!" ucapnya tegas sembari memegangi bahu Rafatar.
"Lepas! Miss. Aku gak mau sekolah, aku gak mau belajar lagi!" teriak Rafatar dengan keras.
"Biarkan dia pergi, Miss. Dia kan memang gila!" sahut Gibran dengan keras.
"Gibran!" bentak Miss Elin.
Rafatar yang saat ini emosinya sedang tidak stabil mendengar hinaan Gibran ia langsung balik badan dan mendatangi bangku Gibran dengan wajahnya yang nampak semakin merah.
Brak!
Rafatar menggebrak meja Gibran.
"Kalau aku gila apa itu akan membuatmu merugi, huh!" bentak Rafatar seraya mencengkam kerah baju Gibran.
"Miss Elin tolong!" panggil Gibran, ternyata ia ketakutan melihat Rafatar yang sedang marah seperti ini.
Rafatar terus menatap tajam Gibran dengan nafas tersengal-sengal.
"Rafatar ... Tolong lepas sayang," ucap Miss Elin lembut, supaya Rafatar mau nurut.
Namun ternyata dugaan Miss Elin salah, karena detik selanjutnya tangan Rafatar berganti mencekik leher Gibran.
"Rafatar jangan!"
Miss Elin dan murid-murid yang lain berteriak bersamaan.
Dan suara itu sampai terdengar di luar kls, guru-guru di kls sebelah berdatangan, Dila yang sempat mendengar nama Rafatar diteriaki, ia juga ikut masuk kls itu.
Namun tibanya Dila masuk di kls itu, ia hanya melihat Rafatar sedang dimarahi oleh gurunya, tanpa ia tahu masalah yang sebenarnya.
"Rafatar! Kamu mau membunuh temanmu, ya!" bentak Mr Tomi.
Ya, Mr Tomi lah yang tadi berhasil menarik Rafatar, hingga tangan Rafatar terlepas dari leher Gibran.
Rafatar yang dibentak hanya diam saja, namun perlahan-lahan anak itu menggelengkan kepalanya dengan wajah ketakutan sembari menggeser tubuhnya.
"Gak! Gak mau ... Gak mau!" Rafatar berlari keluar dari kls itu.
"Den ..." teriak Dila, ia segera mengejar Rafatar yang berlari.
Setelah kejadian Rafatar satu jam yang lalu, di ruang rapat guru, ahirnya Miss Elin memberi tahu para guru-guru yang belum tahu keadaan Rafatar yang memiliki sakit trauma.
Itulah sebabnya tadi Miss Elin berkata dengan nada lembut, dan harusnya Mr Tomi tidak membentak Rafatar, namun karena tidak tahu keadaan Rafatar yang sebenarnya, ahirnya malah membuat anak itu ketakutan.
"Harusnya anak seperti itu tidak boleh sekolah di sini, karena membahayakan anak yang lain jika sakitnya sedang kambuh," usul salah satu guru di ruang rapat itu.
Mendengar itu Miss Elin langsung menghela nafas panjang. Sungguh ia tidak suka dengan usul ini jika Rafatar sampai di keluarkan dari sekolah.
Karena anak sepintar dan secerdas Rafatar, Miss Elin ingin Rafatar berkembang di sekolah ini.
"Masalah ini akan kita bicarakan dengan orang tuanya nanti," ucap kepala sekolah dan menutup acara rapat tersebut.
*
*
*
Dari pulang sekolah sampai kini langit berubah petang, Rafatar hanya mengurung diri di dalam kamar.
Dila tidak tahu apa yang sedang dilakukan anak itu, sedari tadi Dila sudah membujuknya untuk makan.
Tapi Rafatar tidak mau membuka pintu kamarnya sama sekali, hingga sejak siang sampai saat ini anak itu belum makan.
Dila bingung harus membujuk Rafatar dengan cara apa lagi.
Ditengah pikirannya yang sedang bingung, Dila melihat Keenan pulang, saat ini pria itu sedang menapaki anak tangga.
"Pak Keenan," sapa Dila, setelah Keenan sampai di lantai tiga.
"Rafatar baik-baik saja?" tanya Keenan langsung, saat melihat wajah Dila yang cemas.
"Itu, Pak. Masalahnya, den Rafatar -," Dila tidak melanjutkan ucapannya saat melihat Keenan langsung membuka pintu kamar Rafatar.
Karena Keenan punya kunci cadangan kamar Rafatar, yang selalu ia bawa sama seperti kunci kamarnya.
Setelah Keenan membuka pintu kamar itu, hanya dirinya yang masuk, Dila milih turun ke lantai satu.
Keenan masih berdiri di dekat pintu, dengan mata menatap anak kecil yang sedang menangis, wajahnya tampak pucat, dan masih menggunakan seragam sekolah.
Keenan berjalan mendekat dengan mata tak teralihkan dari wajah Rafatar.
Entah bocah itu menyadari kehadirannya atau tidak.
Setelah sampai di dekat ranjang, perlahan Keenan ikut duduk di ranjang itu, dan kemudian langsung memeluk Rafatar.
Di pelukan Keenan tubuh anak kecil itu semakin bergetar, bertanda tangisnya semakin menjadi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 61 Episodes
Comments