BAB 4.

Masih di hari yang sama, di tempat yang berbeda, sekolah internasional Jakarta.

di kls satu A, Rafatar bersama teman sekelas yang lain sedang mengikuti pelajaran sekolah, sedang mengerjakan tugas Matematika, begitu mendengar lonceng berbunyi tanda jam istirahat, semua anak-anak di kls itu langsung segera mengumpulkan tugasnya ke depan di meja Miss Elin.

Namun sialnya saat Rafatar keluar dari bangku duduknya mau mengumpul tugasnya, tiba-tiba ada yang menyenggol lengan Rafatar, alhasil kertas hasil penyelesaian tugasnya jatuh dan ke injak kaki.

"Hei! Dasar mau jalan gak pake mata!" maki anak laki-laki itu ke Rafatar, padahal jelas-jelas anak-anak laki-laki itu yang sengaja menyenggol lengan Rafatar.

Suara anak laki-laki bernama Gibran cukup keras, hingga membuat anak-anak yang lain yang masih di dalam kls langsung menatap ke arah Gibran dan Rafatar, Miss Elin yang juga mendengar suara Gibran langsung menghampiri mereka berdua.

"Ada apa ini? Kenapa ribut-ribut kalian?" tanya Mis Elin begitu sampai di dekat mereka.

"Dia Miss, jalan gak pake mata!" Gibran menunjuk Rafatar.

Arah mata Miss Elin mengikuti pergerakan Rafatar yang saat ini tengah mengambil kertas hasil tugas matematika nya yang tengah kotor di atas lantai.

Miss Elin menghela nafas panjang, tangannya memegang pundak Rafatar yang masih membungkuk mengambil kertas itu, kemudian menatap wajah sedih Rafatar setelah anak itu berdiri.

"Berikan kertasnya pada, Miss." Satu tangan Miss Elin menengadah di depan Rafatar.

"Tapi Miss, kertasnya jadi kotor," ucap Rafatar dengan wajah sedih bahkan matanya sudah berkaca-kaca.

"Rafatar ... Berikan pada, Miss."

Mendengar ucapan Miss Elin dua kali, Rafatar menatap wajah gurunya itu, dan setelah melihat anggukan kecil Miss Elin tanda tidak apa-apa meski kotor, Rafatar menyerahkan kertas hasil tugas matematika ke tangan Miss Elin.

"Terimakasih, Miss."

Gibran yang melihat hal itu langsung kesal hatinya dan keluar begitu saja dari dalam kls.

Miss Elin kembali ke mejanya, dan anak-anak yang lain semua keluar dari dalam kls termasuk Rafatar juga.

Meski kertas milik Rafatar telah kotor, tapi Miss Elin tetap mau menerimanya, bisa dibilang Rafatar adalah murid kesayangan para guru-guru di sekolah internasional ini, ditambah dia adalah keponakan salah satu donatur di sekolah internasional ini, tentu Rafatar di segani.

Dan benar saja, begitu setelah melihat hasil tugas matematika yang dikerjakan Rafatar, Miss Elin langsung tersenyum, karena dari sepuluh soal yang ia berikan, semuanya benar, tulisannya juga rapih, hanya saja kertasnya kotor.

Sementara itu di kantin sekolah.

Ternyata Gibran belum puas untuk usil ke Rafatar. Entah apa yang membuat Gibran sangat benci dengan Rafatar, anak laki-laki itu selalu membuat masalah dengan Rafatar.

"Dasar gila!" ucapan kasar Gibran begitu ia berdiri di dekat bangku tempat Rafatar duduk di kantin itu.

Dua teman Gibran yang berdiri di samping kanan kiri Gibran ikutan menatap sengit ke arah Rafatar.

"Orang gila seperti kamu harusnya gak pantas sekolah di sekolahan kita, terlalu bagus!"

Suara keras Gibran mengundang anak-anak yang lain yang juga sedang makan siang di kantin jadi menatap ke arah mereka.

"Masa sih gila apa ya maksudnya?"

"Iya dia seperti gila kalau sakitnya lagi kambuh."

"Dia sakit apa?"

Suara bisik-bisik mulai terdengar dan Rafatar yang melihat teman-teman yang lain tampak seperti sedang berbisik-bisik, ia langsung bangkit dari duduknya dan pergi dari kantin dengan perasaan sedih.

Rafatar diam dan lebih milih menghindar, padahal saat ini rasanya ia sudah mau menonjok wajah Gibran, tapi tidak ia lakukan, karena merasa gak ada gunanya melawan, orang tuanya saja lebih milih pergi meninggalkannya, apa lagi orang lain.

"Hu! Dasar gila!" teriak Gibran dan dua temannya.

*

*

*

Malam hari setelah selesai belajar, dan sekarang baru pukul delapan malam, Rafatar duduk di ruang tengah, ia sedang bermain dengan kucing kesayangannya.

Tangan mungil itu sedang mengelus-elus bulu lembut kucingnya yang berwarna putih. Kadang juga menoel hidung kecil milik kucingnya.

"Zippo, kamu tahu gak?" Rafatar bertanya sama kucingnya. "Kenapa orang pada suka membully aku, apa sih salah aku."

"Aku kan gak gila, aku cuma-," ucapan Rafatar terhenti bersamaan tangannya juga yang berhenti mengelus bulu Zippo.

Rafatar tidak lagi melanjutkan ucapannya, ia mendadak sedih dan tidak mau berbicara lagi, karena meski ia tahu tidak gila, tapi ia tahu sebab dari penyakitnya itu.

"Zippo kita ke kamar yuk?" Rafatar mengangkat tubuh kucingnya, ia gendong dan dibawa ke kamarnya, yang terletak di lantai tiga.

"Den Rafatar," suara Mbok Yem memanggil Rafatar saat anak itu baru mulai menginjak anak tangga pertama.

Rafatar menoleh dengan tatapan dingin.

"Haduh Den Rafatar tatapannya merasakan hati para wanita, masih kecil ganteng pisan," batin Mbok Yem memuji ketampanan Rafatar.

Rafatar yang males menunggu Mbok Yem yang malah diam gak langsung bicara, ahirnya milih lanjut menaiki tangga, dan langsung membuat Mbok Yem sadar.

"Den tunggu, anu itu susunya mau diantar ke kamar?" tanya Mbok Yem sedikit berteriak karena Rafatar terus berjalan menaiki tangga tanpa mau berhenti.

"Kamar!" ucapnya singkat dan dingin.

Mbok Yem jadi gemas dengan tingkah Rafatar yang cool. Ahirnya wanita berusia empat puluh tahun itu berjalan ke dapur untuk membuatkan Rafatar susu.

*

*

*

"Meong ... Meong," suara Zippo yang saat ini menganggu Rafatar yang sedang bermain PS di dalam kamar.

Zippo meloncat ke tangan Rafatar, kemudian loncat lagi duduk di pangkuan Rafatar, seperti itu terus berulang kali, sampai membuat Rafatar terganggu.

"Zippo diam!"

Rafatar kesal karena Zippo terus mengganggunya, tapi mana mengerti Zippo kalau sedang di bentak.

Klek!

Dila masuk ke kamar Rafatar, ia menggelengkan kepalanya saat melihat anak asuhnya masih bermain PS, padahal waktu sudah sepuluh malam.

"Sudah malam Den," ucap Dila lembut.

Mata Dila beralih menatap susu di atas meja. Tangannya menyentuh gelas susu itu, dan merasakan sudah dingin "Susunya belum di minum?"

Rafatar masih diam, melanjutkan main PS.

"Meong ... Meong." Zippo ikut bicara, kini kepalanya menatap Dila.

Klek!

Pintu kamar kembali terbuka, Rafatar merasa terganggu, ia pikir yang masu ke kamarnya adalah Mbok Yem dan berniat sama mau membujuknya untuk segera tidur.

Rafatar sudah menyiapkan jawaban di pikirannya, akan menjawab bahwa besok hari libur, dengan semangat kepala Rafatar menoleh, yakin pasti yang masuk Mbok Yem.

Namun ... Deg!

Rafatar langsung terkejut begitu tahu bukan Mbok Yem, namun wajah terkejutnya barusan kini berubah dingin tapi sorot matanya terpancar penuh luka saat melihat orang yang barusan datang itu.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!