BAB 2. Buku Diary Rafatar

Setelah kejadian kemarin Rafatar yang mengamuk, sampai-sampai Keenan harus memanggil dokter untuk membuat Rafatar tenang. Kini pria tampan itu seharian hanya menemani Rafatar, hingga tidak masuk kantor.

Keenan mengusap kepala Rafatar, kini bocah kecil itu sedang tidur, saat ini hari sudah malam, Keenan menyimpan kembali buku dongeng ke dalam laci, tadi sebelum Rafatar tidur, sempat minta dibacakan dongeng.

Keenan berniat ingin keluar dari dalam kamar Rafatar, namun sebelum itu ia membenahi selimut Rafatar, setelah memastikan Rafatar tidur dengan nyaman, Keenan mau mematikan lampu kamar.

Tapi urung dilakukan saat matanya menangkap sebuah buku, yang tidak terlalu besar juga tidak terlalu kecil, dan ada nama Rafatar yang tertera di sampul baku tersebut.

Keenan penasaran dengan isi di dalam buku tersebut, tangannya terulur meraih buku itu dan kini mulai membuka sampulnya.

Lembar pertama.

Rafatar mencintai Mama dan Papa, tapi kalian malah pergi tanpa peduli dengan aku.

Baru membaca lembar pertama mata Keenan sudah terasa panas, kalimat sederhana itu mampu mengoyak hatinya, apa lagi anak kecil seperti Rafatar, yang mengalami peran ini pasti lebih sakit hatinya.

Keenan membaca lembar demi lembar, sampai ia tidak bisa lagi membendung air matanya, yang lolos begitu saja, sangat sedih hatinya membaca isi buku Diary harian Rafatar, yang selama ini tidak ia ketahui isi dalam hati anak kecil itu.

Rafatar selama ini memang banyak diam, sehingga Keenan tidak tahu sama sekali apa yang dimau anak itu.

Jika ada yang dimau anak itu, Rafatar biasanya akan langsung mengambil apa bila itu sebuah mainan. Dia mau bicara jika sudah benar-benar butuh, dan itu pasti bicara dengan Dila, susternya. Bukan bicara dengan Keenan.

Hingga tangan Keenan membuka lembar yang terakhir, jantungnya seolah langsung membeku begitu membaca kalimat yang dituliskan Rafatar.

Rafatar mau bertemu Mama, tapi Rafatar mau cari Mama kemana?

Deg!

Keenan langsung menutup buku harian itu dengan segera, ia mengusap wajahnya dengan kasar, selama ini ia benar-benar tidak tahu jikalau Rafatar ingin bertemu ibunya bahkan ingin berusaha mencari wanita yang sudah melahirkannya itu.

"Ini bahaya, bahaya kalau sampai Rafatar mencarinya sendiri," gumam Keenan.

Tentu ia khawatir kalau sampai Rafatar mencari ibunya seorang diri, karena dia masih kecil, dan tentu di luar sana sangat bahaya untuk anak seusia Rafatar.

Keenan ahirnya keluar dari dalam kamar itu dengan perasaan cemas, ia sedang mencari solusi untuk masalah ini, dan berpikir mungkin cara ini bisa membuat Rafatar sembuh dari sakit traumanya.

"Aku mau kau mencari wanita yang bernama Naura Marisa, fotonya nanti aku kirim," ucap Keenan di sambungan telepon yang sedang menghubungi orang-orangnya, untuk mencari keberadaan Naura.

Setelah menghubungi anak buahnya, Keenan sedikit merasa tenang, meski masih khawatir, apa pun akan Keenan lakukan demi keponakannya itu sembuh.

"Semoga segera ditemukan alamat tempat tinggal, Naura." Keenan berdoa, ia sangat berharap.

Padahal masalahnya saat ini tidak hanya Rafatar saja, tapi juga pekerjaan kantor yang menumpuk, juga tunangannya. Tapi Keenan nomor satukan masalah Rafatar lebih dulu, karena begitu menyayangi Rafatar.

Lelah seharian menemani Rafatar, menghibur anak kecil itu, kini Keenan merasa mengantuk dan bersiap mau tidur.

Namun baru saja ia menaruh hp di atas meja, tiba-tiba mendengar suara pintu kamarnya di ketuk dari luar.

"Tuan, maaf menganggu ... Tapi di bawah ada Nona Miranda yang memaksa ingin masuk mau bertemu dengan, Tuan."

Ucap pelayan begitu pintu kamar dibuka oleh Keenan.

Keenan segera turun ke lantai satu, saat ini Miranda tunangannya itu masih di tahan di luar oleh para sekuritinya, di larang masuk karena hari sudah malam, tidak mau menganggu sang Tuan.

"Biarkan dia masuk!"

Suara tinggi pemilik istana ini mereka dengar, dan seketika melepaskan cekalannya di tangan Miranda.

"Lihat! Lihat kelakuan para sekuriti ini ... Mereka berani menahan aku! Padahal aku calon Nyonya di rumah ini!" suara keras Miranda terdengar begitu marah.

Keenan mengangkat tangannya bertanda bahwa sekuriti dan pelayan yang ada di sana diijinkan pergi.

Melihat Keenan yang hanya diam membuat Miranda makin geram.

"Kenapa kamu tidak memarahi mereka! Aku ini tunangan kamu yang diperlakukan tidak adil oleh mereka!"

Keenan menghela nafas berat mendengar makian Miranda yang menurutnya berlebihan.

"Mereka wajar berlaku seperti itu karena sekarang sudah malam."

"Lagian di malam selarut ini kamu mau apa datang kemari?"

Miranda tersenyum sinis. "Mau apa kata kamu!" Miranda menunjuk wajah Keenan dengan marah. "Aku kemari karena kamu tidak bisa aku hubungi! Kenapa! Apa semua ini karena keponakan kamu yang penyakitan itu!"

"Miranda!" bentak Keenan.

Air mata Miranda meluruh membasahi pipinya. "Kamu lebih perhatian ke anak kecil itu dari pada aku Keenan ... Janjimu mana untuk adil waktu sama aku!"

"Miranda maafkan aku," ucap Keenan merasa bersalah yang sudah melupakan janjinya, padahal tunangannya sudah begitu baik, memberi ijin Keenan untuk mengasuh keponakan sendiri.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!