"Rafatar, sayang." Naura bergumam lirih dengan tatapan mengunci hanya melihat Rafatar. Kakinya berjalan pelan melangkah mendekat.
Naura sedikit terkejut melihat Rafatar, anak yang dulu masih lima tahu ia tinggalkan, kini sudah terlihat lebih tinggi.
Makin terlihat tampan tapi wajah itu makin mirip dengan mantan suami.
Deg!
Naura memejamkan matanya untuk menguasai diri supaya tidak hilang kendali.
"Dia putramu ... Dia putramu, Naura," batin Naura.
Melihat Naura yang seperti itu, Keenan mendekati Naura, memegang bahu Naura, saat Naura menoleh menatap wajah Keenan, pria itu mengangguk dan tersenyum.
Dan adegan tersebut di lihat oleh Rafatar juga Dila.
"Pak Keenan dan Ibu Naura romantis banget," batin Dila.
Tentu Dila tahu bahwa Naura adalah ibunya Rafatar, meski sebelumnya belum pernah bertemu, tapi foto Naura ada yang di pajang di dinding kamar Rafatar, itulah sebabnya ia tahu.
Setelah mendapat support dari Keenan, Naura tersenyum ke arah Rafatar, tapi hanya dibalas tatapan dingin oleh Rafatar.
Jika dulu pasti Rafatar akan langsung memeluk ibunya jika melihat senyum ibunya, tapi tidak sekarang?
Entah kenapa Rafatar hanya takut dibohongi, setelah ia bahagia dengan kehadiran ibunya saat ini, ibunya akan pergi lagi tinggalkannya.
Rafatar menoleh dengan menahan tangis, saat merasakan tubuhnya kini tengah dipeluk oleh ibunya, wanita yang ia rindukan selama ini.
Tapi sikap acuh tak acuhnya hanya ia tidak ingin kecewa.
Rafatar hanya diam tidak mengucap sepatah kata pun saat tubuhnya di peluk, dicium, dan usap lembut kepalanya oleh ibunya.
Naura merasa sedih saat kedatangannya tidak disambut hangat oleh sang putra.
Bahkan putranya yang masih terbilang anak-anak itu memasang wajah datar dan dingin seperti orang dewasa.
Sama persis dengan kebiasaan Abraham mantan suaminya, adalah sikap dingin yang membuat banyak wanita jatuh hati termasuk dirinya.
Naura tersenyum, tangannya mengusap kening Rafatar. "Mama, senang melihat Rafatar sekarang sudah mulai tumbuh tinggi, pasti di sekolah makin pintar, ya?"
Naura mau memeluk Rafatar lagi, tapi siapa sangka malah tubuhnya sedikit di dorong oleh tangan kecil Rafatar, hingga membuat pelukan itu tidak terjadi.
"Nak, kenapa?" tanya Naura, nada suaranya terdengar sedih mendapat penolakan putranya.
Rafatar bukannya menjawab pertanyaan ibunya, ia malah menatap Keenan.
"Om, aku mau tudur, udah ngantuk," ucapnya ketus dan langsung naik ke atas ranjang.
"Rafatar." Tangan Naura ingin menjangkau tubuh Rafatar yang sudah berbaring di atas ranjang, namun kemudian Keenan meraih tangan Naura itu, Keenan menatap wajah Naura sembari menggelengkan kepalanya, bertanda biarkan Rafatar tidur.
Naura kembali menatap punggung Rafatar, tatapannya terlihat sangat sedih sebelum ahirnya mengikuti Keenan yang mengajaknya keluar dari dalam kamar Rafatar.
Naura terus mengikuti langkah kaki Keenan sampai pria itu membawa Naura masuk ke dalam kamar tamu.
Dila yang sejak tadi melihat situasi ini juga merasa sedih, ia juga tahu rasanya menjadi Naura, pasti sakit hatinya di tolak kehadirannya sama putranya sendiri.
Namun ia juga sadar tidak bisa berbuat apa-apa, dirinya saja yang selama ini menemani Rafatar, terkadang anak kecil itu belum mau nurut dan menerima dia, masih harus ekstra sabar, belum lagi kalau sedang hadapin sakit trauma Rafatar kambuh.
"Semoga Den Rafatar dan Ibu segera baikan," doa Dila, sebelum ahirnya ia menuju kamarnya untuk istirahat juga.
*
*
*
Setelah semua orang keluar dari dalam kamarnya, ternyata Rafatar tidak lanjut tidur, tadi ia berbohong mengatakan mengantuk, padahal cuma alasannya saja untuk menghindari ibunya.
Rafatar tidur telentang sembari menatap langit-langit kamar. "Aku juga kangen sama, Mama. Tapi aku juga kecewa sama, Mama."
Rafatar menangis saat berkata seperti itu, ia juga seperti anak-anak yang lain yang masih suka menangis.
Hanya bedanya, Rafatar dituntut harus dewasa harus mengerti keadaan sebelum usianya, berbeda dengan teman-teman seusianya yang masih di manja oleh kedua orang tuanya.
"Aku mau Mama tidak pergi lagi, tapi aku takut mengatakan hal itu, takut Mama akan memarahi Rafatar seperti dulu, hiks hiks hiks."
Ternyata kejadian dimana Naura memarahi Rafatar dulu masih terekam jelas diingatan Rafatar, hingga membuat anak tersebut takut mengatakan sesuatu, karena khawatir akan dimarahi lagi.
Sementara itu di dalam kamar yang lain, Naura juga melakukan hal yang sama seperti Rafatar.
Naura belum bisa tidur meski sudah mandi dan berganti baju yang bersih.
Setelah keluar dari dalam kamar Rafatar, dan Keenan memberikan nasehat untuk sabar, Naura bisa lebih tenang.
Namun saat ini ia merasakan tangannya gemetaran, Naura memeluk guling untuk mengendalikan diri, ia tidak mau sakitnya kambuh.
Ya, seperti itu lah Naura, kesakitan yang diberikan oleh mantan suami sampai menimbulkan sakit mental, kadang ia bisa menangis tak berhenti dalam sehari semalam. Dan semua itu terjadi di luar kendalinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 61 Episodes
Comments