BAB 7

Awal pekan adalah hari sibuk-sibuknya semua orang, apa lagi Keenan yang sebagai pemimpin perusahaan tentu lebih disibukkan dengan pekerjaan.

Tetapi pria yang masih menyandang status lajang itu siang ini menyempatkan waktu untuk pulang hanya mau mengantar keponakan tersayang berobat ke dokter psikiater.

Keenan yang saat ini sudah berada di dalam mobil melajukan mobilnya dengan kecepatan lebih cepat.

Saat ini ia mengendarai sendiri tanpa asisten pribadinya, karena ingin mengantar Rafatar sendiri, dan sialnya tadi ada pekerjaan yang sedikit menahannya, hingga saat ini yang harusnya sudah sampai di rumah, Keenan masih di perjalanan.

Sementara itu di sebuah rumah mewah, nampak anak kecil laki-laki sedang duduk berdua bersama wanita muda, dan sesekali terdengar anak kecil itu memanggilnya ibu, saat ini mereka sedang menunggu seseorang.

"Mama, Om Keenan lama banget," keluh Rafatar, merasa bosan karena yang ditunggu tak kunjung datang juga.

"Sabar ya? Mungkin Om Keenan terjebak macet," nasehat Naura sembari mengusap punggung putranya.

"Ish, nyebelin." Rafatar mendengus kesal.

Naura hanya tersenyum melihat tingkah putranya, ia baru tahu ternyata putranya kini begitu dekat dengan mantan adik iparnya itu.

"Terimakasih, Keenan. Kamu telah menjaga putraku selama aku pergi," batin Naura.

Klek!

"Selamat siang semua ... Maaf aku terlambat."

Naura dan Rafatar seketika menoleh saat mendengar suara bass yang tak asing lagi pemiliknya.

Naura memperhatikan Keenan yang berjalan mendekat, pria tampan itu nafasnya terengah-engah, seperti baru saja berjalan cepat dari depan.

"Maaf aku terlambat, tadi ada banyak pekerjaan," ucap Keenan setelah berdiri tepat di depan mereka duduk.

Naura mengangguk mengerti, namun Rafatar tetap cemberut.

Keenan yang melihat bibir Rafatar cemberut malah tergelak tawa. "Mau mainan apa nih nanti sebagai penebus karena sudah terlambat?"

"Ish, Om. Males ah!" Rafatar tetap kesal dengan bujukan Keenan.

Hahah!

Keenan semakin tertawa, kemudian ia mengulurkan tangan ke Rafatar. "Ayo kita berangkat sekarang."

Rafatar menerima uluran tangan Keenan dan menggenggamnya, kini mereka bertiga berjalan keluar rumah menuju mobil.

Di luar gerbang rumah itu, tepatnya masih di jalan sebelah rumah Keenan, ada sebuah mobil warna merah, dimana sang pemilik mobil tersebut ingin masuk ke rumah Keenan.

Tapi niatnya diurungkan saat tiba-tiba

melihat mobil yang Keenan kendarai keluar dari gerbang.

"Mau kemana dia," gumam orang tersebut lengkap dengan tatapan tajam, melihat mobil Keenan yang terus melaju.

Orang tersebut ahirnya milih mengikuti mobil Keenan, karena rasa ingin tahu yang besar.

Bahkan saat ini orang tersebut tengah sangat marah pada Keenan, karena beberapa hari ini Keenan sulit dihubungi, hingga membuat orang tersebut mendatangi rumah Keenan, setelah tadi dari kantor dan Keenan tidak berada di sana.

Mobil mereka terus melaju di jalan raya, sampai ahirnya mobil Keenan berhenti di sebuah tempat, yang tidak lain adalah tempat dokter psikiater.

"Sudah aku duga Keenan pasti sedang urusin keponakannya yang sialan itu!" umpat geram orang itu yang kini menatap mobil Keenan dari dalam mobilnya yang berhenti tidak jauh dari mobil Keenan.

Namun yang membuat hati orang itu semakin panas adalah ketika melihat ada seorang wanita muda yang keluar dari dalam mobil itu.

"Sialan siapa wanita itu!" geramnya saat matanya melihat Keenan dan Rafatar juga wanita yang tidak dikenalnya itu sedang berjalan mau memasuki tempat psikiater.

Orang tersebut yang tidak bisa mengendalikan amarah dan cemburunya, ahirnya keluar dari dalam mobil, dan berjalan cepat untuk menyusul Keenan.

"Keenan!" teriak orang tersebut ketika mampu menggapai tangan Keenan.

Sontak saja mereka bertiga menoleh, apa bila Naura terkejut karena tidak kenal dengan orang tersebut, tidak dengan Rafatar, anak laki-laki itu malas menatap orang tersebut. Dan berbeda dengan Keenan yang langsung bingung melihat orang itu ada di tempat ini.

"Miranda, kamu sedang apa di sini?" tanya Keenan dengan suara rendah, karena di tempat ini banyak orang, ia tidak mau sampai suaranya di dengar banyak orang.

"Mengikuti kamu, dan aku perlu bicara sama kamu," ucap tegas Miranda.

Keenan menghela nafas panjang, kalau sudah begini ia harus turutin yang dimau kekasihnya itu, karena tidak mau masalah semakin melebar.

"Tunggu sebentar, aku antar mereka masuk dulu," ucap Keenan dan langsung mengajak Rafatar dan juga Naura masuk ke dalam.

Dan benar saja tidak lama kemudian Keenan keluar kembali, ia menghampiri Miranda.

"Kita bicara di sana," ucap Keenan sembari menunjuk Cave di seberang jalan sana.

*

*

*

"Kamu kenapa sulit aku hubungi beberapa hari ini?" tanya Miranda langsung to the points, saat mereka sudah duduk di dalam Cave.

Keenan belum menjawab ia memanggil pelayan Cave untuk memesan minuman, setelah pelayan Cave pergi, Keenan baru angkat bicara.

"Miranda ... Aku sibuk-,"

"Iya kamu sibuk urusin keponakan kamu itu, kan!" sela Miranda memotong ucapan Keenan yang belum sempat dilanjutkan.

"Miranda, bisa tidak jangan keras-keras bicaranya, malu di dengar orang." Keenan menatap tajam.

"Kamu egois, gak adil sama aku." Miranda menangis.

Keenan seketika menghela nafas panjang, ia menyandarkan punggungnya di kursi, wajahnya menoleh menatap ke arah lain.

"Harusnya sedikit saja kamu punya waktu buat aku."

"Tapi nyatanya apa! Gak ada sama sekali."

Keenan terus mendengar makian Miranda, tapa mau menyela sedikit pun, karena Keenan mengakui bahwa dirinya juga salah karena sudah mengabaikan tunangannya itu.

Saat Keenan menoleh menatap wajah tunangannya, seketika Keenan merasa tidak tega melihat Miranda menangis sampai seperti itu.

Keenan kemudian meraih tangan Miranda yang berada di atas meja itu dan kemudian ia genggam. "Maaf, ya ... Maaf karena aku sudah membuat kamu kecewa." Keenan mengulurkan tangan kanannya mengusap air mata Miranda.

"Tapi kamu selalu ulangi lagi, nanti maaf lagi dan ulangi lagi!" ketus Miranda, amarahnya masih belum reda.

"Ya ... Aku minta maaf," ucap Keenan tanpa ada kata-kata lain.

Sementara itu Naura dan Rafatar yang sudah selesai pemeriksaan mereka berdua langsung keluar dari tempat psikiater itu.

Saat ini mereka sudah berdiri di luar, mencari keberadaan Keenan yang katanya tadi akan menunggu di luar, tapi ternyata tidak ada.

"Ma, Om Keenan kemana?" tanya Rafatar, karena tidak melihat Keenan berada di sana.

Naura menatap putranya. "Sebentar, Mama telepon dulu."

Sementara itu di dalam Cave, hp di saku jas hitam Keenan berdering, pria itu segera mengambil hpnya itu, dan seketika ia angkat panggilan itu karena sudah tahu siapa yang menelepon.

"Tunggu sebentar ya aku akan kesana sekarang," ucap Keenan setelah mendengar suara dari orang yang menelpon.

Miranda yang melihat Keenan begitu antusias dan perhatian pada seorang yang menelpon langsung memberikan tatapan tidak suka.

Jelas Miranda tahu siapa yang menelepon itu, pasti Rafatar pikirannya.

"Ayo kita pulang sekarang?"

Dan semakin sakit hati Miranda setelah mendengar perkataan Keenan barusan.

Mau tak mau Miranda berdiri dari tempat duduknya dan mengikuti langkah kaki Keenan dengan tangan terkepal.

Marah, Miranda sangat marah.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!