Keenan marah dan geram setelah melihat bagaimana Miranda mencubit Rafatar dalam Vidio itu.
Apa lagi setelah ia melihat tubuh Rafatar saat ini, lengan, perut juga pahanya banyak warna kebiruan yang memang bekas cubitan.
"Rafatar, pakai baju kamu. Apa Mama kamu tahu tubuhmu yang seperti ini?" Keenan memakaikan kembali baju Rafatar.
Rafatar menggeleng. "Tidak tahu, Om. Nanti mama sedih."
Keenan kemudian mendudukkan Rafatar di ranjangnya, meninggalkan Rafatar sebentar untuk memakai baju, karena tadi Keenan baru mandi dan masih menggunakan handuk kimono.
Yes, semoga berhasil, batin Rafatar, ia tersenyum miring, matanya melihat ke arah ruang ganti dimana ada Keenan di dalam sana.
Tidak lama kemudian Keenan kembali, pria itu sudah memakai baju rumahan, yaitu kaos lengan pendek warna biru dipadu dengan celana jins panjang selutut.
Rambutnya yang masih acak-acakan terlihat makin keren, Keenan menghampiri Rafatar.
"Jelaskan, seperti apa kejadiannya?" tanya Keenan setelah duduk di sebelah Rafatar.
"Aku cuma tiduran dan mengunakan paha Tante Miranda sebagai bantalan, tapi Tante Miranda langsung marah dan mencubit aku, Om." Rafatar memasang wajah sedih seraya menghela nafas panjang.
Keenan terdiam, pria itu sedang berpikir, vidio yang ia lihat tadi memang seperti cerita yang diucapkan Rafatar.
Dan Keenan langsung mengingat saat kemarin melihat wajah Rafatar tampak aneh saat ia kembali dari membeli pizza.
Kemudian teringat warna kebiruan di tubuh Rafatar, apa lagi Rafatar mengaduh kesakitan saat ia menyentuh warna kebiruan di tubuhnya. Keenan seketika mengepalkan tangannya.
Apa tujuan Miranda, batin Keenan.
Lamunan Keenan terbuyarkan saat mendengar suara Rafatar, dan terkejut melihat apa yang Rafatar tunjukan padanya.
"Om ... Rafatar minta maaf. Rafatar juga mengambil hp Tante Miranda." Rafatar menunjukan hp yang sedari tadi ia pegang.
"Rafatar ... Apa tujuan kamu?"
"Rafatar mau nunjukin sesuatu ke, Om." Rafatar kemudian membuka hp itu, bahkan Keenan sampai tercengang melihat Rafatar tahu kode password hp Miranda.
Tapi belum sempat Keenan bertanya, Rafatar lebih dulu memutar pesan suara Miranda pada orang lain di hp wanita itu.
"Aku tidak benar-benar mencintai, Keenan. Tenang saja, Sayang. Setelah aku menikah dengannya dan aku ambil semua harta miliknya, aku pasti akan tinggalkan Keenan dan aku akan memilih hidup bersama kamu, kita akan sama-sama menikmati hartanya Keenan nanti."
Begitu bunyi pesan suara Miranda yang wanita kirim ke nomor telepon bernama Andi.
Keenan yang langsung dilanda amarah sampai lupa bertanya tujuan Rafatar melakukan semua ini.
Rafatar senang dalam hatinya karena ia bisa melihat aura kemarahan Keenan.
"Om, mau sendiri. Kamu balik ke kamar kamu, ya? Tidurlah sudah malam." Keenan mengusap kepala Rafatar.
"Ok, Om." Rafatar memeluk Keenan sebentar sebelum ahirnya beranjak pergi dari sana.
Keenan melihat hp Miranda yang Rafatar tinggal, Keenan mengambil hp itu yang tergeletak di atas ranjang.
Memandang hp itu dengan tatapan yang sulit diartikan. Ada perasaan sedih campur kecewa juga marah, ada juga perasaan sayang dan cinta yang tergambar di bola mata itu.
Arghh!
Bruk!
Keenan melempar bantal ke dinding, Keenan terkekeh masam, menertawakan diri sendiri yang bodohnya mencintai wanita tapi wanita itu tidak mencintainya.
"Kamu bodoh, Keenan!" teriaknya.
Dan malam ini Keenan melampiaskan amarahnya dengan memukul dinding sampai membuat buku tangannya berdarah.
*
*
*
Siang hari.
Keenan menunggu kedatangan Miranda di kantornya.
Pria itu menatap ke arah luar melalui jendela kaca, melihat bangunan tinggi pencakar langit lainnya.
Di luar sana saat ini tengah hujan deras bercampur petir yang sedang bersahut-sahutan.
Seolah bahkan dunia saat ini tahu betapa remuk dan sakitnya perasaan Keenan karena telah dibohongi wanita yang dicintainya selama ini.
"Ken ..." suara Miranda yang baru datang.
Wanita itu langsung berjalan mendekati Keenan yang berdiri membelakanginya kemudian memeluk tubuh kekar itu.
"Maaf, hp aku keselip tidak tahu kemana? Jadi membuat kamu harus menyuruh orangmu untuk memanggilku," ucap Miranda penuh rasa bersalah.
"Hem." Jawab Keenan singkat.
Keenan membalik badannya kini bisa lebih jelas melihat wajah cantik Miranda.
"Terus kemana hp kamu?" tanya Keenan sembari berjalan menuju kursi sofa.
"Aku tak tahu, aku sudah mencarinya tapi belum ketemu." Miranda mengikuti Keenan dan duduk disebelah pria itu.
Keenan tidak menanggapi lagi, ia juga tidak mau berbasa-basi, Keenan langsung menunjukkan vidio hasil rekaman dari kamera tersembunyi yang Rafatar lakukan.
Miranda seketika terkejut matanya terbelalak lebar melihat vidio itu, yang dimana ia sedang mencubit Rafatar tanpa ampun.
"Ini kamu, kan? Kenapa bisa seperti ini?" tanya Keenan santai.
"Ken, Ken aku bisa jelasin." Miranda panik apa lagi saat melihat wajah Keenan yang kini memerah dan rahang mengeras, jelas saat ini Keenan marah padanya.
"Ken, aku-,"
Keenan menepis tangan Miranda saat wanita itu mau menggenggamnya.
"Jelaskan jika kamu bisa!" bentak Keenan, nafasnya menggebu, penuh amarah.
"Aku hanya bermain sama dia, Ken. Itu aja ... Tidak seperti dalam Vidio itu!" elak Miranda, ia bicara tidak kalah tinggi.
"Oh, jadi cuma bermain? Lalu ini?" Keenan mengeluarkan hp Miranda dan seketika membuat Miranda bingung berpikir mengapa hp nya bisa di tangan Keenan, tapi kebingungan itu hanya sesaat dan selanjutnya berganti terkejut sampai membuat Miranda syok.
Pesan suara Miranda pada orang lain telah Keenan putar.
"Jadi ini kamu yang sebenarnya." Keenan tersenyum miring. "Aku kembalikan hp kamu dan sekarang keluar dari ruangan ini, kita pu-tus."
"Ken, Ken aku bisa jelasin." Miranda berusaha yakinin Keenan, wanita itu kini sudah menangis.
"Pergi!" Keenan menunjuk pintu keluar.
"Ken-","
"PERGI!" bentak Keenan sekali lagi, tumpah sudah air mata Miranda mengalir deras di pipi.
Miranda yang tidak mau beranjak pergi, membuat Keenan ahirnya bangkit dan menarik wanita itu keluar dari ruang kerjanya, setelah itu Keenan menutup dan mengunci pintu itu.
"Ken ..." teriak Miranda di luar ruang kerja Keenan.
Miranda terus menangis, tidak peduli tatapan beberapa karyawan yang melintas di sana.
"Ini semua gara-gara, Rafatar!" teriaknya dengan marah, matanya menatap tajam seolah Rafatar ada di sana.
Kemudian Miranda pergi dengan perasaan penuh kecewa pupus sudah harapnya untuk bisa kaya.
*
*
*
Di kediaman rumah Keenan.
Di dalam kamar Rafatar, Naura tengah memangku putranya sembari mereka melihat gemercik air hujan dari jendela.
"Sayang, Mama boleh tidak bekerja di Paris tempat Tante Renna, masih ingat kan dengan Tante Renna?"
Deg!
Rafatar seketika menoleh ke belakang menatap ibunya.
"Kalau kamu mau, kamu juga boleh ikut, nanti sekolah di sana." Naura tersenyum.
"Bagaimana, Sayang?" Naura minta pendapat.
Ditanya seperti itu tentu Rafatar bingung, padahal ia cuma harus jawab iya atau tidak, tapi bagi Rafatar bukan sekedar jawaban, karena jika ia mengijinkan ibunya pergi, otomatis rencananya gagal total yang mau menjodohkan ibunya dengan Keenan.
"Ok ... Jika Rafatar belum bisa kasih jawaban akan Mama tunggu." Naura tersenyum kemudian mencium puncak kepala Rafatar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 61 Episodes
Comments