Kamu Adalah Hartaku

Leonardo merasa rapuh saat dokter menyatakan kemungkinan kecil putra mereka akan sembuh. Dengan tekad Leonardo berusaha untuk membantu keuangan dan mencari rumah sakit penanganan cepat untuk penyakit kanker.

Leonardo dan Riana sama-sama mencari informasi rumah sakit elit, cepat penanganan dalam penyakit kanker demi si buah hati masih berjuang dengan penyakit kanker leukemia.

"Aku merasa kasihan dengan, putraku. Sebab selalu menjalani kemoterapi dan operasi besar," kata Leonardo merasa sedih saat mereka berdua, duduk di ruang tunggu rumah sakit.

"Aku juga merasa kasihan, tidak seceria dulu dan wajahnya sangat pucat." Riana menangis lalu bersandar di bahu Leonardo.

"Sudah tidak perlu menangis, kita kuat dan berjuang," kata Leonardo merangkul Riana supaya tenang.

Putra mereka sedang menjalani kemoterapi lagi. Mereka menunggu di ruang tunggu dengan harapan, putra mereka segera sembuh dari sakit. Kesembuhan Davin sangat meraka harapkan.

Davin duduk di bangku kelas 3 sekolah dasar tersebut, mempunyai banyak teman dan merupakan anak berprestasi. Davin juga mendapatkan juara satu dan anak-anak kesayangan teman dan guru.

Rencananya hari ini teman sekolah Davin akan datang untuk menjenguknya. Mereka datang agak sore, sebagai Orang tua Riana dan Leonardo, menunggu kedatangan teman Davin. Bahkan Leonardo tidak masuk kantor hari ini, setiap putranya menjalani kemoterapi pastilah Leonardo tidak bekerja.

"Leonardo, kamu tidak masuk kerja?" tanya Riana, saat melihat Leonardo masih berada di kursi tunggu.

"Tidak, aku mau menemani putraku dan mendampinginya," ucap Leonardo sembari melihat hp, ada chat pesan penting masuk dari kekasihnya Mia.

"Leonardo pergilah ... jika kamu tidak bekerja pagi ini, siapa yang akan mengawasi perusahaan, kamu?" tanya Riana merasa kuatir.

"Jangan kuatir, saya mempunyai banyak anak buah," jawab Leonardo.

"Oh, begitu. Semoga saja anak buah kamu amanah." Riana tersenyum.

Leonardo meminta izin kepada Riana, bahwa nanti siang. Pria itu akan menemui tunangannya, untuk makan siang bersama di luar. Serta ada hal yang ingin dibicarakan Mia kepada Leonardo.

"Riana, nanti gue izin makan siang," ucap Leonardo.

"Ahhh izin makan siang? Makan siang sama siapa?" tanya Riana penasaran, sebab Riana juga ingin makan siang, bersama dengan Leonardo.

Namun Leonardo tidak pernah mengajak Riana, untuk sekedar makan siang saja dan memilih pergi sendiri. Riana merasa sedih namun segan untuk meminta kepada Leonardo untuk jalan bersama, sebab mereka tidak mempunyai hubungan spesial lagi diantara mereka.

"Makan bersama, Mia."

"Oh, Mia. Kamu bahagia banget? Setiap jalan sama, Mia. Wajah kamu, selalu berseri-seri dan ceria," kata Riana, dibalik kata-kata tersebut. Tersirat kecemburuan luar biasa sebab Riana, adalah ibu yang telah melahirkan anak Leonardo.

"Bagaimana aku tidak bahagia? Mia adalah segalanya bagiku, tak ada yang bisa menggantikan posisi, Mia." Leonardo jatuh cinta, setiap harinya dengan Mia.

Seketika mendengar, bahwa Mia tak akan pernah terganti. Riana tersadar dengan posisinya, tidak dianggap apa-apa oleh pria tersebut. Bahkan dihadapan ibu satu anak yang telah melahirkan anak Leonardo, pria itu tidak segan untuk bercerita.

"Tak akan terganti? Berarti aku tidak mempunyai peran penting dalam hidup kamu saat ini?" ucap Riana keceplosan karena terbawa cemburu.

Leonardo keceplosan berbicara Mia dihadapan Riana. Pria itu tersadar, bahwa Riana teleh memberikan anak kepada Leonardo. Hingga membuat Leonardo, tidak melanjutkan pembahasan tentang Mia lagi dihadapan Riana.

"Maksud, kamu?"

"Aku ibu dari anak-anak, kamu. Apakah aku tidak berperan penting? Aku sudah membesarkan anak, kamu. Penuh cinta dan kasih sayang, tetapi aku tidak mempunyai peran penting," ucap Riana, nada suaranya sepertinya sendu.

"Dalam hubungan, Mia spesial dan dalam hidupku, kamu adalah ibu yang spesial untuk anakku."

Leonardo tidak bisa melakukan pembelaan sebab keduanya spesial. Mia adalah kekasih dan Riana adalah ibu dari darah dagingnya yang kelak, akan mengantikan posisinya sebagai presdir, berapa tahun kemudian ketika Leonardo sudah tua.

"Berarti karena aku ibu anak kamu? Aku memang, tidak akan pernah mempunyai hubungan."

"Iya, kita tidak akan pernah mempunyai hubungan spesial." Leonardo akan memberikan nafkah saja. Namun tidak untuk menikahi Riana.

Riana hanya bisa terdiam dengan mengelus dada saja, perkataan pria itu memang agak sedikit nyelekit dihatinya. Tetapi seketika wanita ini tersadar dengan posisinya hanya sebatas sebagai Orang tua.

Leonardo permisi pergi meninggalkan Riana hendak makan siang, bersama sang kekasih pujaan hati. Seketika pria itu pergi merasa dengan posisinya, tidak akan pernah dianggap oleh Leonardo.

"Entahlah, hubungan kamu hanya sebatas karena anak. Kejadian satu malam," gumam Riana dalam hati.

Riana memperhatikan sang putra masih tertidur. Tidak tega melihat putranya harus menjalani kemoterapi rutin. Wanita itu langsung meraih tangan sang putra, memeluk tangan sang putra, lalu di sandarkan ke dada Riana.

"Nak semoga masa depan kamu cerah," gumam Riana dalam hati.

Seketika air mata yang ditahan, keluar dengan tumpuan begitu banyak. Wanita ini tidak bisa membayangkan, suatu saat berpisah dengan anaknya karena sakit.

Pikirannya menjadi negatif, wajar sebagai seorang ibu. Selalu menangisi sang putra membayangkan masuk rumah sakit sudah nyeri, bagaimana tidak jika seorang ibu melihat sang putra, harus merasakan infusan rumah sakit dan kemoterapi.

Tangan Devan bergerak, mencoba membuka mata berlahan-lahan. Melihat sang mama sedang menangis, lalu bocah tersebut bangkit mendekati pipi sang mama, bocah tersebut menghapus air mata sang mama dengan tangan mungilnya.

"Mama mengapa menangis ...?" tanya bocah cilik tersebut, ikut menangis. Melihat mama menangis.

Seketika Riana langsung mengucek matanya agar tidak terlihat sedih. Davin mengerti bahwa mamanya sedang bersedih, bahwa Davin sakit.

"Mama menangis karena Davin sakit? Mama tidak boleh bersedih. Mama harus kuat dan tegar." Bocah tersebut menyemangati sang ibu dengan senyumannya.

Seketika Riana tersenyum sumringah melihat ke putranya. Wanita ini lalu mengelus punggung sang putra, dengan harapan yang besar. Bisa melihat Davin besar dan menikah dengan wanita pilihannya.

"Semoga kamu sehat, Nak. Agar Mama bisa melihat kamu dewasa." Mulut Riana bergetar mengucapkan kata-kata itu.

"Mama jangan sedih ... Davin jadi ikut menangis ini." Davin ikut menangis karena merasakan kepekaan.

"Baik, Sayang. Demi kamu Mama tidak akan menangis lagi," jawab Riana kepada sang putra tercinta.

Keduanya saling berpelukan dengan erat penuh cinta. Berharap kelak Davin bisa melihat sang mama, begitu pula dengan Riana berharap putranya bisa sembuh.

Keduanya sama-sama berharap, sebab keduanya saling menyanyangi. Sebagai mama dan anak, sejak saat mengandung Devan. Saat itu juga Riana jatuh cinta kepada cinta pertama di dalam perut.

"Sejak pertama Mama mengandung, sejak saat itu, Mama jatuh cinta kepada cinta pertama."

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!