Ketika hati dan mulut tak sejalan

𝘗𝘦𝘳𝘨𝘪𝘭𝘢𝘩, 𝘵𝘢𝘯𝘱𝘢𝘮𝘶 𝘢𝘬𝘶 𝘣𝘪𝘴𝘢. 𝘗𝘦𝘳𝘨𝘪 𝘥𝘢𝘳𝘪 𝘩𝘢𝘵𝘪 𝘥𝘢𝘯 𝘱𝘪𝘬𝘪𝘳𝘢𝘯𝘬𝘶, 𝘫𝘪𝘬𝘢 𝘦𝘯𝘨𝘬𝘢𝘶 𝘣𝘦𝘳𝘢𝘥𝘢 𝘥𝘪 𝘥𝘦𝘱𝘢𝘯 𝘮𝘢𝘵𝘢, 𝘮𝘢𝘬𝘢 𝘵𝘪𝘯𝘨𝘬𝘢𝘵 𝘬𝘦𝘴𝘶𝘭𝘪𝘵𝘢𝘯𝘬𝘶 𝘢𝘥𝘢𝘭𝘢𝘩. 𝘔𝘦𝘭𝘶𝘱𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘳𝘢𝘴𝘢 𝘴𝘢𝘬𝘪𝘵 𝘥𝘢𝘯 𝘬𝘦𝘤𝘦𝘸𝘢 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘵𝘦𝘭𝘢𝘩 𝘦𝘯𝘨𝘬𝘢𝘶 𝘨𝘰𝘳𝘦𝘴 𝘥𝘪 𝘥𝘢𝘥𝘢.

Putra yang ingin tahu keadaan putranya juga serta mengikuti Ello pergi ke kamar, tapi Mira pun mencoba bertanya kenapa suaminya juga ikut masuk.

"Mas, kenapa kamu ikut masuk. Alfi kan mau diperiksa?" tanya Mira pada suaminya.

"Hanya ingin tahu Sayang, Alfi itu bocah seperti apa." Sebisa mungkin Putra menyembunyikan rasa kekhawatiran di hatinya karena ia baru tahi jika Alfi sedang sakit.

"Anaknya tampan, wajahnya persis dengan Salwa, keturunan arab melekat di wajah Alfi." Jawab Mira karena ia sendiri begitu mengagumi ketampanan Alfi karena parasnya di atas rata-rata.

Di dalam kamar.

"Bunda … Bunda! Aku benci sama Bapak," ucap Alfi dengan keadaan sakit.

"Tidak Sayang, Bapak tidak jahat. Hanya saja Bapak khilaf," timpal Salwa yang mana ketika Alfi meracau.

"Bapak jahat Bunda, aku sangat benci." Alfi yang sakit dengan rintihan berbicara seperti itu, seolah ia tahu jika ada sosok yang disebutnya.

"Semua ini pasti perbuatan Salwa, yang menghasut Alfi untuk membenciku." Dengan kedua tangan terkepal serta wajah yang dipenuhi kemarahan. Putra menatap tajam ke arah Salwa, sedangkan Salwa sendiri membuang muka dan pada kenyataannya Alfi sudah tumbuh menjadi besar, jadi ia juga bisa ambil keputusan mana yang baik dan tidak. Jadi, salah besar jika Putra sampai berpikir seperti itu pada Salwa.

"Sayang, tenanglah." Salwa mengusap lembut kening Alfi untuk menenangkan anaknya yang sedang meracau.

"Baik, saya akan memeriksa anak Ibu." Salwa mundur perlahan untuk memberi tempat pada dokter yang akan memeriksa keadaan Alfi.

Tidak berapa lama kemudian, dokter pun telah selesai dan menuliskan resep untuk Salwa. "Bu, usahakan anak Ibu makan makanan yang lembek, karena ususnya bermasalah. Jika dua hari ke depan belum ada perubahan, sebaik di bawa ke rumah sakit saja." Ketika Dokter Ello menjelaskan, Salwa merasa dunianya semakin hancur karena keadaan Alfi yang lemah.

"Baik, Dok." Jawab Salwa lirih tanpa ingin menatap laki-laki yang ada di sebelahnya itu.

"Ya sudah, kalau begitu saya permisi." Pamit Dokter Ello.

"Biar aku yang mengantarmu ke depan," ucap Hans dan ia pun keluar bersama seseorang yang pernah dekat dengannya.

"Oke."

Setelahnya, Hans dan Ello sudah berada di halaman depan. Ello pun sepertinya ingin mengatakan sesuatu, tapi terlihat ada keraguan karena Hans pun tau akan hal itu.

"Apa yang ingin kamu tanyakan," ujar Hans tiba-tiba.

"Dia siapa?" tanya Ello yang mana, akhirnya memberanikan diri untuk bertanya.

"Salwa, pembantu baru di sini." Jawab Hans datar.

"Aku percaya jika wanita itu pembantu, tapi rasa pedulimu membuktikan jika ada sesuatu yang kau sembunyikan." Hans langsung melirik dan dengan tatapan tidak suka ia tidak mempedulikan ucapan Dokter Ello.

"Jangan sok tau. Yang tahu tentang hatiku cuma aku saja, jangan membuat pengakuan ketika kau tidak tahu soal apa pun." Jawaban yang diberikan oleh Hans cukup membuat lelaki dengan setelan jas itu tersenyum.

"Semua yang aku katakan adalah benar, sayangnya hatimu menolak untuk sebuah kebenaran." Dokter Ello berkata dengan sudut bibir terangkat dan sedikit ucapan mengejek, diberikan olehnya pada seseorang yang pernah menjadi sahabat.

"Sayangnya, apa yang kau ucapkan tidak seperti apa yang aku rasakan. Dia hanya pembantu! Jika aku ingin mencari seorang wanita tentunya bukan Salwa," ucap Hans dengan tegas.

"Akan tetapi, mulut dan hatimu beda kata. Hanya saja kau belum menyadari bahwa ada perasaan berbeda yang kau miliki pada wanita itu," balas Ello dan seketika Hans diam.

"Mana mungkin aku menyukai wanita bersuami, hanya orang gila yang punya pikiran seperti itu." Hans bergumam dalam hati, ketika sebuah tuduhan diberikan kepadanya tentang rasa yang berbeda.

"Sudahlah, semua itu bukan urusanmu. Jikapun aku suka dengannya dan hal itu tidak ada masalah, kan? ujar Hans dengan santai

"Aku pun setuju dan hal itu membuktikan jika kau normal."

"Apa maksudmu?" Hans pun langsung mendelik, ketika ucapan tersebut dilontarkan oleh Ello.

"Kau orang pintar, kenapa pula harus menunggu jawaban dariku. Usiamu semakin tua dan kau juga tidak pernah menggandeng seorang wanita. Jadi, apa salah jika semua berprasangka kau tak normal!" Lagi-lagi ucapan Ello membuatnya meradang karena dirinya dianggap bukan lelaki normal.

"Apa kau menantangku!" kata Hans dengan suara sengit.

"Jika kau normal. Maka buktikan," ujar Ello.

"Baik, tunggu waktu yang tepat. Aku akan memenuhi tantangan tersebut dan membuktikan jika aku lelaki normal meski usiaku 40 tahun, kenyataannya wajahku masih terlihat tampan." Dengan bangga Hans berbicara dan bukankah di jaman sekarang semakin tua semakin menantang? Itulah yang ada dipikiran lelaki tersebut.

Setelah itu Dokter Ello pergi, dengan mengangkat dua jarinya sebagai tanda damai. Yah, memang awalnya keduanya adalah sahabat. Tetapi, karena satu kesalahan membuat hubungan keduanya sedikit renggang dan sekarang, mereka mencoba berinteraksi sedikit demi sedikit untuk memulai sebuah persahabatan lagi.

Keesokan paginya, tepat pukul 10 siang.

Salwa sudah berada di suatu tempat dan meninggalkan Alfi yang baru saja sembuh. Salwa pikir jika semua ini tidak akhiri maka, rasa benci akan semakin tumbuh dan kekecewaan yang ia terima akan membuatnya dihantui oleh keadaan.

Mungkin sekitar 20 menit, akhirnya Haikal datang dan sosok itulah yang selalu dinanti oleh Salwa.

"Salwa … aku minta maaf," ucap lelaki yang sudah menghancurkan kepercayaan wanita itu.

"Jika kata maaf mudah dilakukan maka semua orang akan terus berbuat sesuka hatinya." Jawab Salwa dengan datar.

"Aku salah, tapi aku melakukan ini karena ingin membuat kalian bahagia!" tekan Haikal.

"Kebahagiaan seperti apa yang kamu berikan pada kami semua? Setahun bukanlah waktu yang singkat, ketika aku membutuhkanmu, kamu pun menghilang tanpa jejak. Ketika aku terpuruk dengan keadaan sulit apakah kamu ada? Tidak, aku berjuang sendiri dengan keadaan yang tak pernah kamu alami." Salwa yang tak mampu lagi menahan kekecewaan yang diakibatkan oleh Haikal, sekarang dengan penuh amarah ia akan melampiaskan pada lelaki tersebut.

"Bagaimana kabar Ibu?" Haikal sengaja lari dari percakapan hingga bertanya ke hal lain.

"Memangnya kamu merasa pernah punya orang tua?"

Terpopuler

Comments

Rini Antika

Rini Antika

lebih baik melepaskan orang yang sudah tidak menginginkan kita lagi, daripada hidup bersama tapi menderita

2023-08-19

3

lihat semua
Episodes
1 Kehidupan Salwa
2 Bukan tulang rusuk, tapi tulang punggung
3 Ketika tersesat karena duniawi (hati yang rapuh)
4 Mak Saroh meninggal.
5 Mencari sebuah kepastian
6 Kehilangan harta benda
7 Sebuah pertemuan
8 Salwa berada di rumah Hanafi
9 Jujur lebih baik
10 Hans membelikan baju Salwa
11 Perintah Hans
12 Ketika hati dipertemukan oleh luka
13 Ketika Alam berkehendak
14 Ketika Hati memilih menyerah
15 Ketika dipertemukan oleh kenyataan
16 Ketika hati dan mulut tak sejalan
17 Biarkan aku menyerah
18 Ketika Hati di porak porandakan oleh keegoisan
19 Menyerah setelah berjuang
20 Biarkan takdir yang menjawab (seporsi sate)
21 Keputusan Salwa
22 Ditemani Hans pulang kampung
23 Keributan di rumah Salwa
24 Keributan yang terjadi di rumah Salwa
25 Keberanian Hanafi
26 Menyakinkan sebuah hati
27 Kecelakaan tunggal
28 Keadaan Alfi
29 Bahagia di Atas Lukaku
30 Sepandai-pandainya tupai melompat, pasti akan jatuh juga
31 Takdir yang tak terelakkan.
32 Kehilangan dan kebencian yang tumbuh.
33 Rindu tak bertuan
34 Pertengkaran Mira dan Putra
35 Ketika hati memilih pergi
36 Tuduhan Mira
37 Menguak sebuah kejahatan
38 Pergi ke kota
39 Terbongkarnya sebuah kebohongan
40 Ketika Hati tersakiti
41 Memberi perhitungan untuk Haikal.
42 Kemarahan Hans
43 Mira mencari Putra
44 Mira mencari tahu
45 curhatan othor
46 Mira berada di RS
47 Sadarnya Mira
48 Sebuah pertengkaran (Impas)
49 Keadaan Haikal
50 Akhir dari penyesalan
Episodes

Updated 50 Episodes

1
Kehidupan Salwa
2
Bukan tulang rusuk, tapi tulang punggung
3
Ketika tersesat karena duniawi (hati yang rapuh)
4
Mak Saroh meninggal.
5
Mencari sebuah kepastian
6
Kehilangan harta benda
7
Sebuah pertemuan
8
Salwa berada di rumah Hanafi
9
Jujur lebih baik
10
Hans membelikan baju Salwa
11
Perintah Hans
12
Ketika hati dipertemukan oleh luka
13
Ketika Alam berkehendak
14
Ketika Hati memilih menyerah
15
Ketika dipertemukan oleh kenyataan
16
Ketika hati dan mulut tak sejalan
17
Biarkan aku menyerah
18
Ketika Hati di porak porandakan oleh keegoisan
19
Menyerah setelah berjuang
20
Biarkan takdir yang menjawab (seporsi sate)
21
Keputusan Salwa
22
Ditemani Hans pulang kampung
23
Keributan di rumah Salwa
24
Keributan yang terjadi di rumah Salwa
25
Keberanian Hanafi
26
Menyakinkan sebuah hati
27
Kecelakaan tunggal
28
Keadaan Alfi
29
Bahagia di Atas Lukaku
30
Sepandai-pandainya tupai melompat, pasti akan jatuh juga
31
Takdir yang tak terelakkan.
32
Kehilangan dan kebencian yang tumbuh.
33
Rindu tak bertuan
34
Pertengkaran Mira dan Putra
35
Ketika hati memilih pergi
36
Tuduhan Mira
37
Menguak sebuah kejahatan
38
Pergi ke kota
39
Terbongkarnya sebuah kebohongan
40
Ketika Hati tersakiti
41
Memberi perhitungan untuk Haikal.
42
Kemarahan Hans
43
Mira mencari Putra
44
Mira mencari tahu
45
curhatan othor
46
Mira berada di RS
47
Sadarnya Mira
48
Sebuah pertengkaran (Impas)
49
Keadaan Haikal
50
Akhir dari penyesalan

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!