Mencari sebuah kepastian

𝘙𝘢𝘴𝘢 𝘣𝘦𝘯𝘤𝘪 𝘵𝘦𝘳𝘤𝘪𝘱𝘵𝘢 𝘬𝘢𝘳𝘦𝘯𝘢 𝘢𝘥𝘢 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘮𝘦𝘯𝘤𝘪𝘱𝘵𝘢𝘬𝘢𝘯. 𝘉𝘶𝘬𝘢𝘯 𝘴𝘢𝘭𝘢𝘩 𝘩𝘢𝘵𝘪 𝘬𝘦𝘵𝘪𝘬𝘢 𝘴𝘢𝘵𝘶 𝘯𝘢𝘮𝘢 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘨𝘰𝘳𝘦𝘴𝘬𝘢𝘯 𝘭𝘶𝘬𝘢 𝘥𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘯𝘺𝘦𝘣𝘢𝘣𝘬𝘢𝘯 𝘳𝘢𝘴𝘢 𝘣𝘦𝘯𝘤𝘪 𝘪𝘵𝘶 𝘩𝘢𝘥𝘪𝘳 𝘬𝘪𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘯𝘫𝘦𝘭𝘮𝘢 𝘣𝘢𝘬 𝘣𝘢𝘺𝘢𝘯𝘨-𝘣𝘢𝘺𝘢𝘯𝘨.

……..

"Bun, aku sudah dewasa. Aku tahu rasanya diabaikan disaat kita kehilangan, tapi nyatanya Bapak tidak ada di sini!" Setelah mengatakan hal itu, Alfi pergi.

Bukan salah Alfi ketika rasa benci itu tumbuh di hatinya, karena Alfi bukanlah anak TK yang tak tahu masalah orang tuanya.

"Maafkan bunda Nak, semua ini bukan kemauan bunda … Ya Allah, bukakanlah pintu hati anak hamba agar tidak sampai membenci Bapaknya." Salwa berdoa, berharap jika anaknya tak benar-benar membenci suaminya. Entah apa masih bisa disebut suami, ketika sosok yang akan menjadi panutannya tidak pernah ada kabar, bahkan sepucuk surat apa pun itu tidak pernah ia terima.

Di atas sana, langit mulai mendung dan rintik-rintik air hujan kini pun saling berjatuhan. Seakan mereka ikut tengelam dalam kesedihan yang dirasakan oleh Salwa, kesedihan yang hanya dirasakannya sendiri.

Di rumah sederhana, tidak ada lagi sosok wanita tua yang selalu ada untuk Salwa, rumah sepi selayaknya hatinya yang kosong.

"Al, bunda janji. Kamu tidak akan kekurangan kasih sayang dan bunda mohon, buang rasa bencimu itu karena suatu saat semua ada masanya. Kamu tahu jika Allah tidak tidur dan ketika itu juga Allah bisa melihat Bapak kamu seperti apa nantinya, ketika orang yang melahirkannya telah tiada."

"Bunda … hiks … hiks, apa salah kita Bunda."

Salwa tidak bisa lagi menahan butiran air mata yang hendak jatuh, bersamaan dengan hujan deras yang turun tanpa diminta.

"Bunda yakin Al, jika Allah ingin kita jauh lebih kuat. Bunda yakin kalau Allah tengah mempersiapkan kejutan untuk kita nanti, karena janji Allah itu nyata meski kita harus dihadapkan dengan ujian, dibedakan dari manusia yang lain." Anisa masih menguatkan Alif dan menyakinkan jika semua ini baik-baik saja.

Hujan tangis pun runtuh, anak dan ibu saling menguatkan karena tidak ada lagi pundak yang bisa dijadikan sandaran. Hati mana yang kuat ketika badai terus menerus menerjang. Ada kalanya Salwa ingin menyerah dengan hidup yang tak adil, tapi ia juga tidak bisa melakukan hal bodoh karena ada Alif sebagai kekuatan untuk menjalani hari-hari yang begitu berat.

Masih dengan keadaan berduka, tetapi Salwa juga harus mencari uang untuk biaya hidup dirinya sendiri dan juga Alif, di tambah hutang yang harus ia bayar pada rentenir, seperti pagi ini.

"Salwa, kapan kamu akan membayar? Ini sudah dua minggu dan saya cuma mau mengingatkan, secara tidak ada penghasilan yang kamu dapatkan." Salwa semakin dibuat bingung karena ada peringatan dari rentenir.

"Apa saya bisa meminta waktu, bukankah uang yang harus saya bayar masih dua minggu lagi?" tanya Salwa.

"Tetap saja, ini untuk peringatan jika kamu sampai lalai dengan hutangmu!" kata orang itu lagi.

"Saya akan mengusahakannya," ucap Salwa dengan jawaban lirih.

Setelah itu, rentenir pergi dan sekarang Salwa harus dihadapkan dengan masalah baru, hingga seseorang datang.

"Sal, ada apa? Kok kelihatannya gelisah?" tanya seseorang tersebut.

"Iya, Bu. Ada sedikit masalah dan saya butuh pekerjaan untuk keluar dari masalah tersebut," ucap Salwa dengan wajah menyimpan sejuta luka.

"Kebetulan maksud saya datang memang sedang membutuhkan kamu, untuk bantu-bantu di rumah. Apa kamu bisa?" tanya seorang wanita masih memastikan lagi.

"Saya mau Bu, karena saya juga butuh pekerjaan itu." Jawab Salwa dengan wajah berseri-seri.

"Syukurlah, oh ya. Saya hanya menyarankan karena kasihan jika terus-terusan kamu menanggung beban sendiri. Pergilah ke kota dan cari suami kamu, minta kepastian agar kamu juga bisa merasakan kebahagiaan." Untuk sejenak Salwa menatap seorang wanita, karena sebuah ucapannya membuat hati dan pikirannya dilema.

"Sal, saya tidak memaksa. Tetapi, itu adalah cara agar kamu bisa mencari keadilan akan status kamu. Apa kamu juga tidak kasihan dengan Alfi, jika kamu memang berniat saya akan memberikan sedikit ongkos." Lagi-lagi Salwa dilema dan sekarang tengah bergelut dengan pikirannya.

"Apa memang aku harus melakukan itu, agar aku menemukan jawaban atas statusku?" di dalam hatinya Salwa bertanya-tanya untuk mengambil sebuah keputusan.

"Saya akan memikirkannya nanti Bu, jika saya sudah menemukan jawaban saya akan mengabari Ibu." Hanya itu jawaban yang diberikan oleh Salwa.

Setelah keduanya berbincang dan dirasa cukup. Salwa akhirnya mengikuti wanita tersebut karena lumayan jika akan segera dikerjakan, maka hari ini dirinya dan Alfi bisa makan.

Malam harinya dan masih di rumah sederhana. Salwa dan Alfi kini makan dengan lauk yang dibeli oleh Salwa ketika mendapatkan upah 100 ribu.

Alfi yang kini makan penuh hikmat, berbeda dengan Salwa yang sedari tadi hanya diam. Pandangannya terus fokus ke depan hingga Alfi pun menghentikan makannya, untuk bertanya pada Salwa apa yang terjadi sesungguhnya.

"Bun, kenapa?" tanya Alfi dengan sendok masih berada di sela-sela jarinya.

"Ah iya Al, ada apa?" sahut Salwa.

"Bunda ini kenapa sih, bukannya makan malah melamun!" kata Alfi Dengan perasaan aneh.

"Tidak ada apa-apa Sayang, sebaiknya kamu segera makan dan lekas belajar." Jawab Salwa dengan seulas senyuman, agar Alfi tidak bertanya lagi soal dirinya.

"Kenapa aku jadi gundah gulana seperti ini? Pergi mencari keadilan atau memilih berdiam diri tanpa kepastian?" dalam hati Salwa terus memikirkan soal ucapan dari tetangganya itu. Jika dirinya memang harus pergi ke kota untuk mencari suaminya.

"Mungkin ini jalan yang terbaik untuk mengetahui Mas Haikal di kota dan sepertinya memang harus mencarinya, tapi masalahnya aku tidak tahu keberadaannya tinggal di mana." Salwa bergumam seraya mengingat suaminya berada di kota mana.

Keesokan paginya, bertepatan dengan hari minggu.

"Al, sekarang kemasi pakaian kamu." Alfi pun langsung mendongak ketika Salwa menyuruhnya untuk mengemasi baju-bajunya.

"Memangnya kita akan ke mana Bun, kenapa harus membawa pakaian juga?" tanya Alfi ketika bocah itu sedang asyik membenarkan sepeda pancalnya.

"Ke suatu tempat dan kita harus berangkat," kata Salwa tanpa menjelaskan ke mana ia akan membawa Alfi.

Pukul delapan pagi, Salwa dan Alfi sudah berada di terminal dan akan mencari bus dengan tujuan Stasiun, hanya membawa dua tas tidak terlalu besar untuk membawa baju.

"Bu, ini kita sebenarnya mau ke mana?" ulang Alfi karena bocah itu sangat penasaran ke mana tujuan sang Bunda membawanya.

"Kita akan mencari Bapak, siapa tahu ada kabar baik." Jawab Salwa seadanya.

Alfi tak lagi bertanya dan memilih diam. Mengikuti langkah orang tuanya dengan hati yang kalut.

Perjalanan cukup melelahkan karena Salwa dan Alfi menggunakan Bus, untuk menemani perjalanannya dan setelah itu dilanjut dengan menaiki kereta, karena jarak antara rumah dan Stasiun cukup memakan waktu.

Seharian penuh mereka akhirnya sampai dan saat ini sudah pukul tujuh malam. Alfi pun sesekali memegangi perutnya karena merasa lapar.

"Bunda, aku lapar!" Seketika Salwa berhenti guna mencari warung untuk sekedar mengisi perutnya.

"Al, kita ke sana yuk, itu ada warung …."

"Tolong …. tolong … jangan ambil barang saya!" teriak Salwa histeris.

"Lepaskan!"

Brakh.

Terpopuler

Comments

@Kristin

@Kristin

Iklan mendarat semangat 💪

2023-10-05

1

🔵◡̈⃝︎☀MENTARY⃟🌻

🔵◡̈⃝︎☀MENTARY⃟🌻

Keren

2023-08-21

0

Rini Antika

Rini Antika

Alif atau Alfi? 🤔

2023-08-10

0

lihat semua
Episodes
1 Kehidupan Salwa
2 Bukan tulang rusuk, tapi tulang punggung
3 Ketika tersesat karena duniawi (hati yang rapuh)
4 Mak Saroh meninggal.
5 Mencari sebuah kepastian
6 Kehilangan harta benda
7 Sebuah pertemuan
8 Salwa berada di rumah Hanafi
9 Jujur lebih baik
10 Hans membelikan baju Salwa
11 Perintah Hans
12 Ketika hati dipertemukan oleh luka
13 Ketika Alam berkehendak
14 Ketika Hati memilih menyerah
15 Ketika dipertemukan oleh kenyataan
16 Ketika hati dan mulut tak sejalan
17 Biarkan aku menyerah
18 Ketika Hati di porak porandakan oleh keegoisan
19 Menyerah setelah berjuang
20 Biarkan takdir yang menjawab (seporsi sate)
21 Keputusan Salwa
22 Ditemani Hans pulang kampung
23 Keributan di rumah Salwa
24 Keributan yang terjadi di rumah Salwa
25 Keberanian Hanafi
26 Menyakinkan sebuah hati
27 Kecelakaan tunggal
28 Keadaan Alfi
29 Bahagia di Atas Lukaku
30 Sepandai-pandainya tupai melompat, pasti akan jatuh juga
31 Takdir yang tak terelakkan.
32 Kehilangan dan kebencian yang tumbuh.
33 Rindu tak bertuan
34 Pertengkaran Mira dan Putra
35 Ketika hati memilih pergi
36 Tuduhan Mira
37 Menguak sebuah kejahatan
38 Pergi ke kota
39 Terbongkarnya sebuah kebohongan
40 Ketika Hati tersakiti
41 Memberi perhitungan untuk Haikal.
42 Kemarahan Hans
43 Mira mencari Putra
44 Mira mencari tahu
45 curhatan othor
46 Mira berada di RS
47 Sadarnya Mira
48 Sebuah pertengkaran (Impas)
49 Keadaan Haikal
50 Akhir dari penyesalan
Episodes

Updated 50 Episodes

1
Kehidupan Salwa
2
Bukan tulang rusuk, tapi tulang punggung
3
Ketika tersesat karena duniawi (hati yang rapuh)
4
Mak Saroh meninggal.
5
Mencari sebuah kepastian
6
Kehilangan harta benda
7
Sebuah pertemuan
8
Salwa berada di rumah Hanafi
9
Jujur lebih baik
10
Hans membelikan baju Salwa
11
Perintah Hans
12
Ketika hati dipertemukan oleh luka
13
Ketika Alam berkehendak
14
Ketika Hati memilih menyerah
15
Ketika dipertemukan oleh kenyataan
16
Ketika hati dan mulut tak sejalan
17
Biarkan aku menyerah
18
Ketika Hati di porak porandakan oleh keegoisan
19
Menyerah setelah berjuang
20
Biarkan takdir yang menjawab (seporsi sate)
21
Keputusan Salwa
22
Ditemani Hans pulang kampung
23
Keributan di rumah Salwa
24
Keributan yang terjadi di rumah Salwa
25
Keberanian Hanafi
26
Menyakinkan sebuah hati
27
Kecelakaan tunggal
28
Keadaan Alfi
29
Bahagia di Atas Lukaku
30
Sepandai-pandainya tupai melompat, pasti akan jatuh juga
31
Takdir yang tak terelakkan.
32
Kehilangan dan kebencian yang tumbuh.
33
Rindu tak bertuan
34
Pertengkaran Mira dan Putra
35
Ketika hati memilih pergi
36
Tuduhan Mira
37
Menguak sebuah kejahatan
38
Pergi ke kota
39
Terbongkarnya sebuah kebohongan
40
Ketika Hati tersakiti
41
Memberi perhitungan untuk Haikal.
42
Kemarahan Hans
43
Mira mencari Putra
44
Mira mencari tahu
45
curhatan othor
46
Mira berada di RS
47
Sadarnya Mira
48
Sebuah pertengkaran (Impas)
49
Keadaan Haikal
50
Akhir dari penyesalan

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!