"Sepertinya memang aku sudah salah sangka," batin Salwa ketika lelaki itu dengan telaten menggendong Alfi dan di bawanya masuk.
"Apa Anda akan berdiam di situ terus, untuk menunggu fajar muncul!" kata Hans dengan sedikit menengok ke belakang, lalu kembali berjalan.
"Ma-af Tuan, saya hanya berpikir kenapa Anda berkenan membawa saya ke sini?" ujar Salwa dengan perasaan campur aduk. Kota metropolitan, siapa yang tidak mengenalnya. Bahkan di kampung Salwa banyak mendengar jika tempat yang sekarang ia pijak, sedikit banyak orang tidak peduli pada sesama, tapi di sini. Salwa melihat ada kebaikan dari seseorang yang tidak pernah sekalipun ia jumpai bahkan itu hanya hidungan detik dengan pertemuan mereka.
"Sekarang kamu istirahat," ucap Hans.
Kruuuuk.
Belum sempat Hans keluar pintu, terdengar suara perut meminta jatah. Ia yakin jika suara tersebut berasal dari perut Salwa.
"Siapa nama Anda?" tanya Hans dengan lirikan yang begitu menyeramkan.
"Nama saya Salwa, Tuan." Merasa tidak enak karena telah mengeluarkan suara yang semua orang bisa menebak. Tidak dipungkiri bahwa Salwa sendiri sedari siang menahan lapar, tapi lagi-lagi keadaan sama sekali tidak memihaknya apalagi
"Ikut saya!" ajak Hans karena tidak tega melihat wanita itu tidur dengan keadaan perut kosong.
"Mau ke mana?" dengan polosnya Salwa bertanya.
"Anda lapar, kan?" tanya balik Hans.
Salwa diam, menandakan jika memang wanita itu benar-benar lapar.
Terlihat dingin dan sedikit cuek, tapi Salwa begitu sangat berterima kasih pada lelaki yang berdiri diambang pintu tersebut.
Sesampainya di dapur, Hans pun menyalakan lampu dan siapa sangka jika pembantu yang bernama Mila itu, ingin ke dapur juga dan tepat ketika Hans sudah berada di dapur.
"Tuan, kenapa malam-malam ke dapur sendiri dan tidak memanggil saya." Mila berujar sembari berdiri di samping meja.
"Tolong panaskan lauk yang ada di kulkas, jangan lupa temani Salwa juga sampai dia selesai makan, karena saya ingin istirahat." Hans pun pamit karena sudah ada Mila dan hal itu cukup untuk menjadi teman Salwa dan meninggalkannya di dapur.
"Pembantu baru atau calon …." Ucapan itu menggantung karena Mila takut jika salah ucap, tapi siapa sangka. Jika Salwa lebih dulu menjawab agar tidak terjadi salah paham.
"Saya pembantu baru, kenalkan nama saya Salwa." Salwa langsung mengangkat tangannya dan ingin berjabat tangan pada Mila sebagai simbol perkenalan.
"Jangan terlalu formal, aku Mila." Mila pun tersenyum karena pada akhirnya di rumah yang besar ini dirinya tidak ada sendiri, apalagi majikannya itu jarang pulang ketika keluar kota.
"Ya sudah yuk, aku akan menghangatkan lauk untuk kamu."
"Terima kasih."
"Sudah aku bilang jangan terlalu formal karena aku sungguh tidak nyaman," ujar Mila.
Salwa hanya mengangguk dan sekarang merasa dirinya mempunyai teman, rasa kesendirian itu perlahan hilang ketika berada di rumah Hans, meski hanya dengan hitungan detik karena sosok Mila yang begitu baik dan juga Hans sebagai malaikat penolongnya, karena lelaki itu juga sekarang berada di rumah tanpa merasa kedinginan.
Keesokan harinya, tepatnya pukul enam. Salwa sudah berada di dapur masih dengan pakaian yang semalam. Namun, semua itu tidak membuat wajahnya terlihat lusuh dan dengan kesadaran penuh, Hans terus mencuri pandang.
Sedangkan dua orang perempuan itu terlihat sesekali bercanda gurau dan seperti dua orang yang saling mengenal.
"Oh ya, tujuan kamu ke sini apa? Selain bekerja di rumah Tuan Hans?" tanya Mila dengan kedua tangan yang sibuk dengan bumbu-bumbu.
Salwa yang mendengar itu, seketika terdiam karena menurutnya. Apakah harus bercerita atau justru mencari alasan lain, tapi jika berkata apa adanya dan besar kemungkinan jika Mila bisa sedikit membantunya.
"Ada satu tujuan yang membawaku ke kota ini, mungkin tidak dengan sekarang aku mengatakan, tapi Insya Allah jika hatiku siap maka akan ada saatnya aku bercerita." Jawab Salwa dengan suara lirih. Mila yakin jika hati Salwa sedang tidak baik-baik saja karena kalimat yang dilontarkan, seakan bukti nyata jika Salwa jauh-jauh datang hanya untuk mencari sesuatu yang sangat berharga, tapi itu hanya asumsi Mila.
"Aku tidak memaksa karena itu semua adalah hak kamu, tapi jika dengan bercerita bisa meringankan beban yang kamu pikul, maka aku siap. Siap dalam mendengarkan keluh kesahmu," ucap Mila dengan sesekali mengusap lengan Salwa dengan lembut.
Tidak jauh dari tempat Salwa berada, sosok lelaki menabrak Alfi dan terlihat sangat memalukan, karena berusaha untuk bisa mencuri pandang dengan wanita yang sedari tadi asyik memasak.
"Om!" tegur Alfi ketika anak itu hampir oleng karena terkena tabrak dari orang dewasa.
"Maafkan om ya, tadi om tidak sengaja." Dengan lirih Hans pun meminta maaf karena tidak melihat jika ada anak kecil.
"Tidak apa-apa Om, memangnya Om sedang apa berdiri dan terus menatap Bundaku?" tanya Alfi dengan rasa penasaran.
Ssssstttt.
Hans memberi isyarat agar Alfi tidak berbicara dengan keras, karena hal itu akan membuatnya merasa malu.
"Kamu sebaiknya mandi karena sebentar lagi om akan mengajak kamu ke Mall," ucap Hans dengan mengacak-acak rambut bocah tersebut.
"Horeee … akhirnya aku bisa ke Mall," timpal Alfi dengan wajah penuh keceriaan.
Sedangkan Mila dan Salwa saling pandang, mereka berdua tidak tahu apa yang dibicarakan oleh dua lelaki dengan generasi berbeda.
"Kamu! Nanti ke ruangan saya." Hans menunjuk ke arah Salwa dan itu artinya, dirinyalah yang diperintahkan untuk menemuinya di ruang kerja.
"Baik, Tuan." Salwa mengangguk patuh pada perintah Hans.
"Sal, sebaiknya kamu pergi mengikuti Tuan, agar tidak membuatnya menunggu lama." Mila pun memberikan masukan pada Salwa, agar secepatnya datang untuk menemui majikannya.
Seketika Salwa meninggalkan dapur dan segera beranjak menuju tempat kerja Hans.
Tok.
Tok.
Tok.
"Masuk." Suara tegas dari dalam langsung menyahuti.
"Permisi Tuan, ada apa Anda meminta saya untuk ke sini?" Salwa bertanya dengan menunduk dan sama sekali tidak berani menatap lawan bicaranya.
"Saya ingin bicara tentang tujuan Anda datang ke kota ini. Kota penuh kekejaman," ucap Hans.
Salwa bukannya menjawab justru bak patung dan tak mampu untuk mengungkapkan kalimat yang membuat sesak di hati.
"Apa ada yang salah dari pertanyaan saya," ucap Hans lagi.
Rasanya tak sanggup jika harus mengatakannya, pengorbanan yang sia-sia.
"Sebetulnya saya ke sini …." suara Salwa menggantung diakibatkan suara dering telepon, hingga Hans memberi isyarat agar Salwa dian untuk sesaat.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments
Rini Antika
smg Hans dan Salwa berjodoh. Salwa dan Alfi berhak bahagia
2023-08-12
1
Queenfans Angelfans
𝘭𝘢𝘯𝘫𝘶𝘵 𝘫𝘢𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘥𝘪 𝘨𝘢𝘯𝘵𝘶𝘯𝘨
2023-08-09
1
Muhammad arfa Ayunda
lanjut ka
2023-08-09
0