Tidak ada lagi yang mereka bicarakan sekarang, menangis tidak membuat perut kenyang. Hingga membuat Salwa harus secepatnya mencari pekerjaan agar mertuanya dan anaknya bisa makan dan mendapatkan perawatan.
"Mak, aku akan pergi. Mak lekas istirahat ya," pinta Salwa karena memang sekarang dirinya tengah membutuhkan uang. Jadi, jalan satu-satunya adalah keliling ke rumah warga untuk menawarkan bahunya. Yang mana akan mengerjakan apa pun yang bisa Salwa kerjakan.
Tepat pada saat Salwa sudah berjalan lumayan jauh. Terdengar suara seseorang tengah memanggilnya.
"Salwa! Tinggu." Sejenak Salwa menoleh karena merasa namanya dipanggil.
"Iya, Bu Nunung." Salwa yang saat ini berjalan menyusuri setiap rumah warga, kini dipertemukan dengan bu Nunung.
"Kebetulan kamu lewat, saya mau minta tolong untuk membersihkan rumah karena habis ada acara, bagaimana?"
"Alhamdulillah, mau Bu, saya mau banget." Dengan senyuman sumringah, Salwa langsung mengiyakan karena dengan begitu. Dirinya bisa membelikan obat untuk mertuanya.
"Kapan Bu, saya bisa melakukannya?" tanya Salwa dengan wajah yang begitu senang ketika sebuah pekerjaan ia dapatkan.
"Sekarang juga bisa, kok Sal."
Untuk siang ini Salwa begitu bersyukur karena Tuhan masih memberikan rezeki untuknya. Dengan langkah cepat akhirnya Salwa sampai di rumah bu Nunung dan dengan segera, ia langsung mengerjakan pekerjaan yang dijelaskan oleh pemilik rumah.
Salwa yang sudah selesai bekerja, kini pulang dengan membawa lembaran uang dan beberapa makanan untuk di bawanya pulang.
Sesampainya di rumah Alif yang menunggu Salwa pulang, kini langsung menghampiri bundanya saat wanita itu tengah memasuki pekarangan rumah sederhana yang mereka tinggali.
"Bunda!" teriak Alfi dengan mata berbinar, karena jika satu tangan dari Salwa menenteng sebuah kantung kresek dan Alfi pun bisa memastikan jika itu adalah makanan.
"Al, rupanya kamu sudah pulang?" kata Salwa dengan hati yang hancur, ketika melihat anaknya pulang. Tetapi, di dapur sama sekali tidak ada apa pun untuk dimakan.
"Iya Bun, oh iya, itu apa?" untuk memastikan saja agar hatinya tidak kecewa Alfi memilih untuk bertanya.
"Iya, ini makanan dan sekarang kita masuk untuk makan siang, ya."
"Bunda kenapa tadi tidak masak, apa Bunda–."
"Tidak Sayang, tadi bunda buru-buru karena ada tetangga yang meminta tolong. Makanya bunda tidak sempat buat masak," ucap Salwa menjelaskan meski dengan berbohong.
"Ya sudah, yuk!" ajak Salwa.
Alfi sudah membawa beberapa kantung kresek yang di bawa oleh Salwa tadi, tanpa terasa tiba-tiba matanya mengeluarkan air mata yang kini sudah bercucuran, setelah Alfi membawa apa yang didapatkannya tadi.
"Apa kamu memang sudah melupakan aku Mas? Ada setitik rasa kecewaku padamu, tapi aku berusaha untuk tetap bertahan meski semua telah menguras hati dan pikiranku." Salwa hanya mampu membatin, karena tidak mau jika mertuanya akan semakin merasa bersalah, ketika hatinya rapuh dan sekarang tidak tahu harus bersandar pada siapa.
"Bunda!" Mendengar suara Alfi yang sedang memanggil, membuat Salwa buru-buru mengusap air matanya karena tidak mau anaknya sampai melihat.
"Iya Sayang, sebentar!" timpal Salwa dan ia pun segera berjalan menyusul Alif yang ada di dapur.
Malam hari, ketika Alfi sudah terlelap. Nyatanya Salwa masih terjaga. Sedangkan sekarang sudah pukul 22:00 WIB, tapi matanya sama sekali bisa dipejamkan.
Resah yang selalu menghantui, membuat Salwa ingin membuang rasa itu dengan cara memandangi Alif, dengan wajah sendunya Salwa terus mengelus lembut wajah anak lelakinya, hingga beberapa ciuman ia berikan pada sang penyemangat hidup.
"Maafkan bunda Nak, selama ini kamu belum merasakan kebahagiaan karena keterbatasan bunda dalam pencari nafkah." Salwa membisikkan secarik kalimat pada Alif, berharap suatu hari anaknya akan menjadi orang yang berhasil, tidak seperti dirinya serba kekurangan.
Setelah puas memandangi putranya itu, kini Salwa merasakan kantuk dan dalam sekejap ia pun terlelap lalu membawa raganya ke alam mimpi.
Di lain tempat.
Keesokan paginya, di mana seorang wanita telah menyiapkan secangkir kopi untuk suaminya, yang siap untuk bekerja. Namun, sebelum itu lelaki yang bernama Putra ingin menikmati sajian di atas meja. Olahan yang dibuat oleh sang istri bernama Almira.
"Mas, kopinya." Almira atau yang biasa di sapa Mira, tengah memberikan secangkir kopi pesanan Putra.
"Terima kasih istriku," ucap Putra pada Mira dengan suara manjanya.
"Pagi-pagi jangan ngegombal," balas Mira dengan melirik sekilas.
"Memangnya aku tidak boleh memuji istriku yang cantik ini, itu cuma bentuk terima kasih saja." Dengan mengedipkan satu matanya, Putra berujar.
"Sudahlah, jangan menggodaku terus. Sekarang kamu makan itu roti bakar dan jangan lupa kopinya, karena aku mau ke dapur dulu." Terlihat harmonis bukan, ketika pasangan suami istri itu saling melempar candaan di usia pernikahannya yang akan menginjak satu tahun itu.
Lelaki yang bernama Putra itu, merasa puas dengan hasil yang ia dapatkan selama ini. Perjuangannya sudah membuahkan hasil tanpa harus bersusah payah, ketika seseorang menawarkan pekerjaan sekaligus menjadi suami dari pemilik perusahaan, di mana dirinya pernah bekerja menjadi bawahan setahun lalu.
"Lihatlah wahai dunia, aku bisa menaklukan hati seorang wanita dengan bonus kekayaan. Semua itu terasa mudah jika alam menghendaki," batin Putra dengan bangga, karena berhasil meraih hati seseorang wanita kaya raya hingga sekarang dirinyalah yang menjadi bosnya.
Di kursi yang telah menjadi tempat singgah sananya. Putra dengan bangganya menjadi seorang bos. Di mana Mira memutuskan untuk berhenti bekerja karena kehamilannya yang begitu menganggu aktifitasnya.
Saat Putra tengah menikmati hari-harinya. Sebuah ketukan membuatnya harus bisa menunjukkan wibawanya pada semua orang.
"Masuk saja," sahut Putra dari dalam.
Setelah ia menimpali, tidak ada ketukan karena pintu itu sudah dibuka oleh lelaki dengan membawa setumpuk berkas.
"Ada apa?" tanya Putra dengan suara tegasnya.
"Ini pak, ada yang perlu Bapak cek dan setelah itu saya minta tanda tangan Bapak juga." Seketika Putra melotot saat melihat tumpukan berkas yang ada di mejanya.
"Baik, sekarang kamu boleh pergi." Lelaki tersebut langsung keluar dengan meninggalkan setumpuk berkas di depan Putra.
"Kenapa bisa sebanyak ini, apa mereka kira tanganku ini robot." Putra menggerutu sambil membuka lembar demi lembar, hingga tanpa terasa matanya yang berat. Hingga bersandar di kursi dengan keadaan mata terpejam.
Di balik itu, Mira yang kini sudah di depan ruangan dan dibuat tercengang kala melihat Putra begitu sangat pulas.
"Kasihan suamiku, sampai tertidur hanya karena kecapean." Mira bergumam seraya masuk secara perlahan agar tidak mengganggu suaminya yang sudah terlelap.
Yah, kedatangan Mira untuk mengantarkan ponsel suaminya, yang lupa di bawa dan meninggalkannya begitu saja. Hingga membuat Mira datang ke kantor hanya untuk memberikan benda pipih tersebut, tapi sayangnya yang punya ponsel justru sekarang sedang menikmati alam mimpi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments
neng ade
dia itu pasti lah si Haikal yg pergi meninggalkan anak dan istri nya serta ibu nya ..
2024-03-27
0
@Kristin
Mampir semangat 💪
2023-08-25
0
Rini Antika
pasti si Putra itu s Haikal
2023-08-08
1