Jujur lebih baik

Alfi bukanlah bocah TK, jadi tentu tahu berapa label yang terpasang dari baju-baju tersebut.

"Om," panggil Alfi.

"Iya, ada apa?" timpal Hans dengan suara khasnya.

"Bisakah kita ke pasar saja. Di sana pakaian yang dijual juga tidak kalah bagus," ujar Alfi pada Hans dan lelaki itu pun mengerutkan keningnya sambil menatap Alfi dengan heran.

"Memangnya yang kamu cari seperti apa? Sehingga yang terpajang di sini tidak masuk dalam kategori?" tanya Hans masih menatap Alfi, menanti jawaban yang masuk akal.

"Di sini semua bagus Om, hanya saja …." Alfi menggantung kalimatnya dan Hans pun sudah tahu jawabannya.

"Mbak, sini!" Hans pun memanggil karyawan yang terlihat sedang menata manekin.

"Iya Pak, ada yang bisa saya bantu?" tanya karyawan tersebut.

"Mbak, tolong bungkus yang sudah di pegang oleh anak ini, nanti saya akan kembali karena mau ke depan sana sebentar." Karyawan itu melongo karena mendengar perintah dari lelaki dewasa tersebut.

"Ini beneran kan Pak, Anda sedang tidak bohong!" ucap karyawan tersebut pada Hans.

"Saya ada di depan sana karena ingin mencari baju untuk orang dewasa, jadi lebih baik segera bungkus." Karyawan itu pun mengangguk karena untuk pertama kalinya seseorang memborong pakaiannya.

"Om, yang berlebihan itu tidak baik, kenapa harus semua dibungkus?" ujar Alfi karena merasa sungguh di luar nalar, karena harga satu baju hampir 500, sedangkan yang dipegang Alfi sekitar 10 setel.

"Sudahlah, kamu jangan protes lagi, lebih baik sekarang kamu pilih sandal yang ada di ujung sana. Om ingin ke depan sebentar," ucap Hans setelah menunjukkan tempat di mana terdapat tataan sandal karena Hans melihat sandal yang dikenakan oleh Alfi sudah tidak layak dan warnanya pun hampir menghitam.

Sekarang Hans sudah berada di tempat baju-baju wanita, sejenak Hans termenung karena bingung baju apa yang akan dibelinya karena ia takut jika salah beli.

Mata Hans menangkap ke lain arah dan dengan mata bingungnya, kaki Hans terus menuju jejeran setelan baju wanita, lalu memilih baju yang terdapat di pajangan.

"Pak, bisa saya bantu?" Satu karyawan menghampiri Hans tatkala melihat pengunjung tengah bingung.

"Eum … begini, saya butuh baju untuk usia wanita sekitar 30 tahunan, jadi bisa kamu membantu saya!" kata Hans dengan melirik ke arah beberapa potong baju.

“Baik, Pak. Saya akan coba carikan tinggal Bapak kasih tahu ciri-cirinya bentuk tubuhnya.” Seketika Hans dibuat bingung dengan ucapan karyawan tersebut karena baru semalam ia mengenal wanita tersebut, jadi Hans sendiri tidak bisa mengingat postur tubuh orang itu.

“Kamu kira-kira saja. Yang jelas wanita itu tidak gemuk dan juga tidak kurus,” jelas Hans.

tidak beberapa lama, Hans dan Alfi sudah pulang dan sekarang tengah berada di jalan karena Hans sediri sudah membuat janji.

Setelah itu, tepatnya pukul 12 siang Mira sudah sampai di depan rumah pamannya. Setelah beberapa menit menunggu akhirnya pintu pun terbuka dan menampilkan sosok yang berbeda. “Assalamualaikum,” ucap Mira.

“Waalaikumsalam,” timpal perempuan yang nampak asing di mata Mira,

“Maaf, kamu pembantu baru ya, karena saya tidak pernah melihat sebelumnya?” tanya Mira.

“Apa wanita ini adalah istri dari Tuan Hans,” batin Salwa ketika melihat wanita cantik yang ada di depannya, Salwa juga meyakini karena wanita itu juga tengah mengandung.

“Halo … apa kamu mendengarkan saya yang yang sedang berbicara!” ucap Mira karena Salwa tak kunjung menjawab.

“Eh, iya Bu, saya pembantu baru di sini.” Jawab Salwa dengan perasaan campur aduk karena ternyata, lelaki yang sempat menolongnya itu. Ternyata sudah menikah bahkan istrinya begitu sangat cantik dan anggun, di tambah parasnya terlihat seperti orang bule dan persis dengan majikanya.

“Oh, pantas karena saya tidak pernah melihatmu.” Mira pun langsung masuk dan menghempaskan tubuhnya di sofa. Cukup melelahkan hingga tanpa sengaja mata Mira juga langsung terpejam. Hingga tidak tahu jika Hans baru saja pulang dan melihat ada keponakannya yang tengah tertidur pulas.

Mungkin sekitar setengah jam, Mira tertidur dan Hans baru masuk ke dalam. “Mira, tumben anak ini datang ke sini? Pakai sendirian pula.” Hans menggerutu di dalam hatinya, karena memang tidak ada siapa pun di sekitar.

“Mil, Mila!” panggil Hans.

“Iya Tuan, ada pa?” tanya Mila ketika melihat majikannya baru saja pulang.

“Sejak kapan dia datang?” tanya Hans soal kedatangan keponakannya itu yang tengah terlelap di ruang keluarga.

“Maaf Tuan, saya kurang tahu. Mungkin bisa tanya dengan Salwa,” ucap Mila yang memang tidak tahu apa-apa soal kedatangan Mirna.

“Ya sudah kalau begitu, kamu boleh pergi dan panggil Salwa ke untuk saya.”

“Baik, Tuan.” Lepas itu Mila pergi dan segera memanggil Salwa atas perintah bosnya tersebut

“Al, sekarang kamu masuk ke kamar ya.” Hans menyuruh Alfi untuk ke kamar, karena tidak mau percakapan antara orang dewasa terdengar di telinga Alfi.

“Iya, Om.”

“Anak pintar.”

Tepat setelah Alfi pergi dan tidak lama, Salwa datang dengan rasa tidak karuan karena takut jika berbuat kesalahan. “Tuan, ada apa memanggil saya?” tanya Salwa dengan dada bergetar.

“Saya tidak tahu ini cocok atau tidak dengan tubuh Anda, karena saya tidak mengerti dengan ukurannya.” Seketika Salwa melotot karena ada enam 𝘗𝘢𝘱𝘦𝘳 𝘣𝘢𝘨 yang ada di tangan Hans.

“Tuan, ini sangat berlebihan. Saya bisa membelinya nanti jika sudah memiliki uang.” Salwa merasa tidak ketika majikannya memberikan hadiah yang cukup banyak.

“Memangnya Anda ingin memakai baju yang sudah beberapa hari tidak diganti, lalu berapa lama akan melepaskan baju yang sudah tak layak pakai itu?” Salwa diam, tidak berani membantah karena apa yang dikatakan oleh majikannya, Semua itu adalah benar dan baju yang dipakainya sudah dapat dua hari ini dan selama itu juga belum di cuci olehnya.

“Apa itu artinya saya berhutang?” tanya Salwa memastikan. Sayangnya belum sempat Hans menjawab, sebuah suara yang membuatnya sakit telinga tengah berteriak dan memeluknya.

“Mir, kamu ini apa-apaan sih! memangnya kamu tidak malu apa!” dengus Hans ketika Salwa melihatnya dan seketika menundukkan kepala, karena posisinya tidak tepat.

“Lagian kenapa jika aku tidak ke sini Paman tidak akan datang mengunjungi aku,” ucap Mira dan hal itu tentu saja membuat Salwa syok.

“Apa, Paman, jadi mereka berdua bukan suami istri.” Salwa hanya bisa membatin ketika sebuah prasangka telah membuatnya salah paham.

“Aku sibuk lagian kamu sudah bersuami, kenapa tidak bisa menghilangkan sifat manjamu itu!” Lagi-lagi Hans hanya bisa mendengus karena sikap Mira masih saja belum hilang meski sebentar lagi akan menjadi seorang Ibu.

Terpopuler

Comments

Lina Syah

Lina Syah

ternyata mira adalah keponakan hand suami mira itu,,suami Salwa seruuuu nih ceritanya

2023-09-14

2

Rini Antika

Rini Antika

ternyata Hans itu Hanafi pamannya istrinya si Putra, hemm Salwa ketemu madunya

2023-08-14

0

lihat semua
Episodes
1 Kehidupan Salwa
2 Bukan tulang rusuk, tapi tulang punggung
3 Ketika tersesat karena duniawi (hati yang rapuh)
4 Mak Saroh meninggal.
5 Mencari sebuah kepastian
6 Kehilangan harta benda
7 Sebuah pertemuan
8 Salwa berada di rumah Hanafi
9 Jujur lebih baik
10 Hans membelikan baju Salwa
11 Perintah Hans
12 Ketika hati dipertemukan oleh luka
13 Ketika Alam berkehendak
14 Ketika Hati memilih menyerah
15 Ketika dipertemukan oleh kenyataan
16 Ketika hati dan mulut tak sejalan
17 Biarkan aku menyerah
18 Ketika Hati di porak porandakan oleh keegoisan
19 Menyerah setelah berjuang
20 Biarkan takdir yang menjawab (seporsi sate)
21 Keputusan Salwa
22 Ditemani Hans pulang kampung
23 Keributan di rumah Salwa
24 Keributan yang terjadi di rumah Salwa
25 Keberanian Hanafi
26 Menyakinkan sebuah hati
27 Kecelakaan tunggal
28 Keadaan Alfi
29 Bahagia di Atas Lukaku
30 Sepandai-pandainya tupai melompat, pasti akan jatuh juga
31 Takdir yang tak terelakkan.
32 Kehilangan dan kebencian yang tumbuh.
33 Rindu tak bertuan
34 Pertengkaran Mira dan Putra
35 Ketika hati memilih pergi
36 Tuduhan Mira
37 Menguak sebuah kejahatan
38 Pergi ke kota
39 Terbongkarnya sebuah kebohongan
40 Ketika Hati tersakiti
41 Memberi perhitungan untuk Haikal.
42 Kemarahan Hans
43 Mira mencari Putra
44 Mira mencari tahu
45 curhatan othor
46 Mira berada di RS
47 Sadarnya Mira
48 Sebuah pertengkaran (Impas)
49 Keadaan Haikal
50 Akhir dari penyesalan
Episodes

Updated 50 Episodes

1
Kehidupan Salwa
2
Bukan tulang rusuk, tapi tulang punggung
3
Ketika tersesat karena duniawi (hati yang rapuh)
4
Mak Saroh meninggal.
5
Mencari sebuah kepastian
6
Kehilangan harta benda
7
Sebuah pertemuan
8
Salwa berada di rumah Hanafi
9
Jujur lebih baik
10
Hans membelikan baju Salwa
11
Perintah Hans
12
Ketika hati dipertemukan oleh luka
13
Ketika Alam berkehendak
14
Ketika Hati memilih menyerah
15
Ketika dipertemukan oleh kenyataan
16
Ketika hati dan mulut tak sejalan
17
Biarkan aku menyerah
18
Ketika Hati di porak porandakan oleh keegoisan
19
Menyerah setelah berjuang
20
Biarkan takdir yang menjawab (seporsi sate)
21
Keputusan Salwa
22
Ditemani Hans pulang kampung
23
Keributan di rumah Salwa
24
Keributan yang terjadi di rumah Salwa
25
Keberanian Hanafi
26
Menyakinkan sebuah hati
27
Kecelakaan tunggal
28
Keadaan Alfi
29
Bahagia di Atas Lukaku
30
Sepandai-pandainya tupai melompat, pasti akan jatuh juga
31
Takdir yang tak terelakkan.
32
Kehilangan dan kebencian yang tumbuh.
33
Rindu tak bertuan
34
Pertengkaran Mira dan Putra
35
Ketika hati memilih pergi
36
Tuduhan Mira
37
Menguak sebuah kejahatan
38
Pergi ke kota
39
Terbongkarnya sebuah kebohongan
40
Ketika Hati tersakiti
41
Memberi perhitungan untuk Haikal.
42
Kemarahan Hans
43
Mira mencari Putra
44
Mira mencari tahu
45
curhatan othor
46
Mira berada di RS
47
Sadarnya Mira
48
Sebuah pertengkaran (Impas)
49
Keadaan Haikal
50
Akhir dari penyesalan

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!