Dalam perjalanan sepulang dari rumah saudara mereka, lagi-lagi Elena teringat dengan pembahasan rencana pernikahannya kemarin. Elena hanya terdiam sambil melihat kearah jendela, tangannya menopang dagu dan matanya sayu melihat kearah jalan.
Seakan tahu apa yang dipikirkan anaknya, William berusaha meyakinkan putrinya.
"Kau tidak senang rencana pernikahanmu dipercepat sayang?" Tanya sang Ayah lembut ditengah lamunan Elena,
"Aku hanya ingin menyelesaikan pendidikan dahulu Ayah."
"Nak, Ayah tahu kau sangat tidak suka jika ada yang menganggu pendidikanmu. Tapi ini semua demi kebaikanmu juga."
"Maksudnya kebaikan Ayah?"
Semua yang ada didalam mobil terlihat terkejut dengan ucapan Elena.
"Elena," Tegur sang Ibu. Sebelum melanjutkan ucapannya, William hanya mengisyaratkan agar Istrinya untuk diam sebentar.
William ingin mendengar pendapat anak gadisnya.
"Ayah bilang kalau pendidikan itu penting, Ayah juga bilang kalau siapapun tidak berhak mencampuri urusan pendidikanku termasuk Ayah dan Ibu. Tapi kenapa Ayah menyetujui permintaan Ayah Harry tanpa persetujuanku." Akhirnya pertahan Elena runtuh, Dia sudah tidak bisa membendung lagi air mata yang sedari tadi Dia tahan. Tangisannya semakin kencang dan bahunya bergetar hebat. Eleanor yang duduk disebelah Elena hanya berusaha mencoba menenangkan kakaknya.
Ayahnya terlihat sangat merasa bersalah, saat Elena sudah mengatakan hal yang menjadi beban pikirannya, William tidak tahu harus menjawab apa, semua yang dikatakan Elena memang benar. Dia sangat tidak suka jika pendidikan anak-anak nya terganggu oleh hal lain. Tetapi Dia juga tidak tahu harus bagaimana lagi selain menyetujui saat Ayah Harry ingin mempercepat rencana pernikahan anaknya.
Sesampainya dirumah, Elena segera bergegas masuk ke dalam rumah dan berlari menuju ke kamarnya. Saat ini Dia hanya ingin sendiri dan meluapkan rasa sesak nya. Dia memang sangat bersyukur bisa terlahir sebagai keluarga Nacht, Ia tidak pernah merasa kekurangan apapun.
Ayah dan Ibunya menatap sedih kearah hilangnya Elena,
"Aku merasa bersalah kepada putri kita," William terlihat lesu dan menundukkan kepalanya
"Kalau saja dulu aku tidak pernah berhutang kepada Keluarga Harry mungkin tidak akan seperti ini."
Elizabeth terlihat menenangkan suaminya dan mengajaknya untuk masuk kedalam rumah.
Tanpa mereka sadari putri bungsu mereka masih ada di belakang mereka dan mendengar semua yang mereka katakan.
"Hutang?"
-Kermt-
"Bibi, Paman aku berangkat dulu ya, nanti setiap akhir bulan aku akan berkunjung kesini. Lucy kalau ada apa-apa kau bisa menghubungiku." pesan Luciano
"Doakan aku agar bisa bertahan hidup disana."
"Tentu saja, tidak mungkin orang tua tidak mendoakan yang terbaik untuk anaknya." Seraya tersenyum Pamannya sedikit menepuk pundak Luciano.
"Tuliskan alamat tinggal mu, supaya kalau kita ingin main kesana bisa menemui mu."
"Kau akan tinggal dengan siapa disana?" Tanya Bibi nya dengan suara sedikit bergetar
"Sementara aku tinggal dirumah Bibi Anne, Bibinya Alfred."
"Memang tidak merepotkan?"
"Kata beliau tidak, justru beliau malah senang rumahnya jadi ramai."
Bibi dan Pamannya hanya mengangguk menanggapi jawaban Luciano.
"Bibi, Paman, Lucy aku pamit dulu ya. Kurasa Alfred sudah menungguku." Luciano segera berpamitan kepada Paman dan Bibinya. Sebenarnya sangat berat meninggalkan mereka apalagi Paman dan Bibinya sudah tidak muda lagi, pasti membutuhkan bantuannya.
"Paman, Bibi maafkan aku tidak bisa terus menjaga kalian disini. Terimakasih atas semua kasih sayang dan perhatian yang kalian berikan. Aku berjanji aku akan mencari banyak uang agar kalian bisa ikut tinggal bersamaku lagi." Air matanya jatuh menetes perlahan, Dia segera memeluk Bibinya yang terlihat tak henti-hentinya menangis. Dia tidak sanggup untuk melangkahkan kakinya.
Setelah cukup lama mereka saling menguatkan, Luciano segera berpamitan kepada keluarganya.
"Lucy belajar yang rajin agar bisa menyusul ku ke Brussel dan membanggakan orang tua mu." Luciano mengelus rambut Lucy dan mengecupnya singkat, Dia akan sangat merindukan sepupu nya ini.
"Harus percaya diri."
"Iya kak, tunggu aku disana." Balasnya sambil tersenyum.
"Aku berangkat dulu Paman, Bibi."
Luciano segera menuju kerumah Alfred, Dia yakin pasti Alfred sedang menyumpahinya saat ini.
"Kurasa rumahmu berpindah ya, pantas lama sekali." sindir Alfred saat Luciano baru sampai dirumahnya
Luciano tertawa menanggapi ucapan Alfred, "Perpisahan terakhir."
Alfred hanya memutar bola matanya kesal, "Ibu dan Ayah sedang menunggumu didalam."
Luciano segera menaruh barang-barang nya di lantai dan bergegas masuk menemui orang tua Alfred.
"Bibi, Paman." lirihnya
Orang tua Alfred tersenyum melihat kedatangan Luciano, "Sekali lagi, aku menitipkan Alfred ya. Bibi dan Paman tidak percaya kalau Dia bisa menjaga dirinya, kalau Dia membuat masalah laporkan saja kepadaku."
"Maaf merepotkan mu."
"Iya Paman tenang saja, Alfred aman bersama ku."
"Memangnya aku anak kecil yang tidak bisa menjaga diri." saut Alfred keras,
"Kau sama saja seperti anak kecil, suka membuat masalah."
Alfred berteriak kencang dari luar rumah "Ibuu!!."
Setelah berpamitan Alfred dan Luciano segera berangkat.
Hal yang paling berat menurut mereka berdua adalah jauh dari keluarga.
...****************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 32 Episodes
Comments