“Gue ke toilet bentar iya, Tama.” Dera meminta ijin ke Tama. Tama hanya mengangguk. Ya ampun cueknya, dinginnya nggak bisa di toleransi.
Dera berlari kecil menuju toilet mall. Kebetulan toilet sepi hanya ada dirinya saja. Berdiri di depan cermin. Tahu nggak sih cermin mall itu ajaib banget. Bikin orang kelihatan cantik.
Tahan Dera … tahan … gue nggak bisa. Ini terlalu speechless buat gue. Bayangin saja tadi di bonceng Tama rasanya hati gue dag dig dug. Masa’ iya ini kagum. Ini cinta kali. Fix gue sedang jatuh cinta sama Tama. Gue nggak peduli dia cuek atau tidak yang jelas gue jatuh cinta sama Tama.
Dera mengambil sisir kecil dan merapikan rambutnya yang terurai sedikit berantakan. Melihat bibirnya yang sedikit tidak berwarna lagi, dia ambil lipstik nude di tasnya dan mengolesi di bibirnya. Setelah merasa dirinya sudah rapi, Dera keluar toilet, namun dia kembali lagi di depan cermin ajaib.
Hari ini pertama kali dia kencan dengan Tama jadi penampilan harus bisa secantik mungkin. Dera melenggang keluar toilet karena sang pujaan hati sudah menunggunya.
Gue nggak bisa bayangin nonton berdua dengan Tama, makan pop corn apalagi filmnya romantis. Duh, romantis nggak sih. Batin Dera dengan hati yang berbunga-bunga meskipun dia tahu jika Tama tidak menyukainya. Bodoh amat.
“Eem …”
“Eem …”
Suara deheman itu membuyarkan lamunan Dera, dia balik badan dan melihat penjaga toliet berjenis kelamin laki-laki menatapnya horor.
“Kenapa bang? Sakit tenggorokan? Minum obat sana jangan lihatin saya.”
“Eem ...” Lagi-lagi dia menatap Dera horor.
“Bang kenapa?” Dera bingung, dia berfikiran jangan-jangan dia kesurupan lagi.
“Bayar neng! Duh, nggak peka amat sih!” Ucap Abang itu menengadahkan tangannya.
“Bayar?”
“Astaga, kejatuhan apa gue hari ini Nemu cewek cantik tapi gini amat. Bayar neng.” Abang itu kesal dengan Dera.
“Bang, saya nggak buang air kecil dan buang air besar, saya hanya ijin bercermin saja. Masa’ harus bayar sih! Tidak ada tuh di tulisan bercermin bayar.” Dera ngeles, malas juga harus bayar.
“Memang ini mall punya orang tuamu. Meskipun nggak BAK dan BAB tetap saja bayar karena kau sudah masuk area toliet. Nah, beli cermin memang nggak bayar. Cantik-cantik nggak mau bayar. Nggak ada uang?” Sindir Abang penjaga toliet.
Dera kesal. Makin lama Abang ini keterlaluan saja.
“Enak saja. Saya punya uang kali. Abang lama-lama kaya tukang parkir swalayan dekat saya. Ada tulisan parkir gratis malah bayar. Nih!" Dera emosi dan memberikan uang seratus ribuan.
"Eh, buset nggak ada uang kecilan?"
"Nggak ada. Masa' nggak ada uang kembalian."
"Nggak ada neng."
"Yakin? Pengunjung banyak loh masa' nggak ada uang. Itu kotak di buka kan bisa." Dera sedikit tersulut emosi.
Tama yang baru keluar dari toilet cowok datang menghampiri untuk bayar uang toilet.
"Apaan sih, Dera nggak di sekolah di mall suara Lo kaya burung beo saja berkicau terus." Tama sedikit terganggu dengan suara Dera yang sedikit cempreng.
"Pacar mas?" Abang itu menunjuk ke arah Dera.
"Iya kenapa?" Dera langsung memotong pembicaraan jika Tama yang bilang pasti dia bilang kalau Dera bukan pacarnya.
"Sepuluh ribu buat kita berdua. Kembaliannya ambil saja." Kata Tama meletakan pecahan sepuluh ribu di atas meja dan pergi.
Dera sedikit terkejut baru kali ini Tama mentraktirnya, ya meskipun bayar uang toliet setidaknya masih ada rasa peduli.
"TAMA TUNGGUIN!" Teriak Dera.
Dera langsung mengejar Tama sebelum berjalan jauh.
Dera dan Tama berjalan beriringan. Sama-sama hening. Tama fokus ke depan. Seperti tak menyadari kehadiran Dera. Dera celingak-celinguk banyak pasangan bergandengan tangan. Mereka sangat romantis.
"Em ... Tama kita mau nonton apa?" Dera memulai pembicaraan yang dari tadi membisu.
Lagi-lagi Tama hanya cuek. Dera kadang berfikir apakah ada cewek yang mau sama dia kalau cuek dan dingin seperti ini.
"Nanti Lo tahu sendiri." Tama masih melangkah tanpa memandang Dera yang dari tadi memandanginya. Tatapan Tama itu seperti orang yang sedang latihan paskibra.
"Tama, Lo tahu nggak kenapa jemari kita dibuat celah?" Dera sedikit mencairkan suasana.
"Takdir kali." Jawabnya singkat.
Gue rasanya ingin banget nih orang. Sabar Dera ... Sabar... Batin Dera sambil mengelus dadanya.
"Bukan. Jadi jemari kita ada celahnya agar ada tangan lain yang melengkapinya dengan kata lain bergandengan tangan." Dera mengedipkan kedua matanya.
"Nggak. Jalan sendiri jangan manja."Tama lagi-lagi tak peduli dengan Dera.
"Sebenarnya Lo ini niat nggak sih jalan sama gue?"
Tama mempercepat langkahnya sampai dia naik ke eskalator.
Bioskop ada di lantai 5. Ini baru lantai 2. Sepanjang jalan Tama hanya diam saja. Lama-lama dia kesal. Perhatian dikit jadi cowok. Dera enggan menyusul Tama. Biarkan dia sendiri yang nonton.
Dera menyendiri di depan air mancur yang berada di tengah mall. Cukup bisa menenangkan pikirannya. Kali ini Tama terlalu cuek.
Gue bukan patung yang bisa di cuekin. Gue punya perasaan kali, Tama. Lo memang keterlaluan. Dera mengusap air matanya.
Rasanya sakit jika Tama memperlakukan dirinya seperti ini. Menyerah. Mungkin kata itu tepat bagi dirinya, bahkan dia tidak sedikitpun mencarinya.
“Jadi nonton nggak?”
Tiba-tiba terdengar suara yang sangat dia butuhkan saat ini. Dera menoleh ke samping Tama ada di sebelahnya.
“Sifat gue memang seperti ini. Cuek, apalagi lo cinta ke gue dan gue nggak ada rasa sama Lo. Jangan marah.”
“Tama, apakah nggak ada sepuluh persen perasaan Lo ke gue?” Tanya Dera. Hatinya rasanya bagai tertusuk jarum sakit. Tama terang-terangan bilang tidak suka kepadanya.
“Nggak. Gue nggak mau Lo harapin gue.” Jelas Tama.
“Sakit banget nih hati.” Ucap Dera lirih.
Tama menggenggam tangan Dera.
“Jangan harapin gue. Gue bukan tipe cowok yang suka menggantung perasaan orang lain.” Tama menatap Dera lekat-lekat.
“Tapi gue cinta sama Lo.” Dera mendesak.
“Bukan cinta tapi kagum. Cepat banget cintanya. Yuk naik keburu filmnya mulai. Gue gandeng biar Lo lega.” Tama menggandeng tangan Dera.
Cinta itu misteri. Tangan Tama dingin saat menyentuh tangan Dera. Apakah ini yang namanya cinta sesungguhnya? Memang cinta tidak bisa di paksa seperti halnya cinta Keenan ke Dera.
“Kita nonton film apa? Jangan bilang nanti Lo tahu sendiri?”
Tama tersenyum.
“Film tentang remaja bagaimana mereka berjuang mendapat nilai yang bagus dan masuk SBMPTN, tapi ada horornya sih.”
Eh, buset horor? Gue paling anti namanya horor.
“Tama,” Langkah Dera terhenti begitupun dengan Tama.
Dera langsung melepas gandengan Tama, dia masih bimbang mau nonton film atau tidak. Secara dia tidak bisa duduk berdua di kursi yang lumayan gelap. Bisa-bisa jantungnya mau copot.
“Kenapa?”
“Gue nggak jadi nonton. Maaf. Gue takut horor soalnya. Em … kalau Lo mau nonton silahkan gue tunggu di depan bioskop. Gue setia kok. Sumpah.” Dera mengangkat dua jarinya.
“Nggak seru. Baiklah mau beli es cream atau makan? Gue traktir!” Ucap Tama tersenyum kepadanya.
Astaga, naga gue mau pingsan woi. Tama baru kali ini senyum ke gue. Ini kencan beneran namanya.
“Cari es cream aja. Gue lagi diet.” Dera terkekeh.
Tama mengangguk. Akhirnya mereka ke turun ke lantai 1. Tadi Dera sempat melihat ada stand es cream di sana. Dera berhenti sejenak.
“Wah, boneka buzz!” Dera senang ada sebuah boneka buzz series toy story di etalase Capitan boneka. Beberapa lama ini dia menginginkan boneka tersebut namun selalu gagal mendapatkannya.
“Tama, Lo jago main capit nggak?” Dera merayu dan mengedipkan kedua matanya.
“Ogah.” Tama kembali dengan nada cueknya, dia masih membalas pesan sepertinya penting banget.
“Ayolah, Tama!” Rengek Dera.
“Sekali nggak tetap nggak. Paham.”
“Gue yang beliin koinnya lo yang nyapit, gue nggak bisa soalnya. Ayolah, Boneka itu impian gue.” Dera merengek seperti anak kecil minta permen saja.
“Nggak.” Tama langsung melenggang pergi.
Dera mendengus kesal. Ah, Tama menyebalkan. Saat mau pergi ada sepasang kekasih ada di depan etalase buzz. Lelaki itu memainkan dan berhasil boneka itu bisa kepotong dan jatuh juga.
“Makasih sayang. Love you.” Ucap cewek berambut ikal dan seumuran dengannya senang langsung memeluk kekasihnya.
“I love you too.” Balasnya.
Romantisme mereka membuat Dera cemburu. Kapan Tama bisa seperti ini?
Dera hatinya dongkol. Seharusnya boneka itu menjadi miliknya. Ini gara-gara Tama.
Tuhan, kenapa kau ciptakan. Mahluk dingin, cuek seperti dia.
Dera menghentakkan kakinya dan berjalan mengikuti Tama.
“Dasar nyebelin, Tamarin. Gue nggak seharusnya cinta sama dia.” Gerutu Dera dengan kesal.
Es cream coklat bertabur meses coklat menggoda lidah. Dera dan Tama duduk di taman bagian luar sambil melihat pemandangan malam. Malam ini cuaca cerah bintang dan bulan bertaburan.
Dera masih memikirkan boneka buzz, sayang sekali harus di kasih sama orang lain.
“Lo tahu kenapa gue paling lebih suka bintang daripada bulan?” Tama membuka suaranya.
“Nggak.” Jawab Dera dengan nada malas.
“Karena bintang itu tidak sendirian meskipun sedikit memancarkan cahaya di banding bulan dengan kata lain gue nggak suka kesepian.”
“Maksudnya?” Dera malas menanggapi Tama karena dia tidak mau memainkan capitan sehingga gagal mengambil buzz.
“Cuma curhat. Masih marah?”
“Iyalah. Itu boneka buzz impian gue, Tama. Lo kenapa sedikitpun nggak peka, cuek. Gue hanya minta tolong Lo bukan hati Lo.” Akhirnya Dera meluapkan emosinya.
“Pulang yuk, gue nggak mood.” Tama selesai makan es cream nya.
“Kebiasaan lo Tama. Gue benci.”
“Bagus dong kalau benci maka Lo nggak cinta gue.”
Hati Dera bagai di remuk-remuk. Perkataan Tama membuat Dera kesal.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 39 Episodes
Comments
RISA
Woh wohhh senyumannya bikin candu
2023-09-18
0
RISA
dera semangat kejar cintanya Tama. tapi mending kamu sama Keenan. cowok yang mencintaimu dengan tulus
2023-09-18
0
GERAL
lanjuttt. gue suka nihhh nopel
2023-09-17
0