Lee Jung dan Ruka ada di taman Rumah Sakit tempat Pasien biasanya menghirup udara segar.
“Jadi begini Ruka, setelah Ibu melaporkan ini pada Direktur Kampus Beliau menyimpulkan agar kejadian ini tidak boleh ada yang tahu kecuali yang terlibat saja, tapi keluarga Pharita harus tahu dan usahakan nanti segera menjemput Pharita dengan Asa, dan pihak Kampus akan menanggungjawab seluruh biaya pengobatan Pharita karena kejadian ini di bawah tanggungjawab kampus.”
“Baik Bu!” ucapan Ruka terjeda sejenak.
“Apakah Ibu tidak penasaran kenapa Pharita bisa sampai seperti itu? Tidak adakah sedikit rasa curiga atau aneh akan kejadian ini? Saya tidak terima jika teman saya sengaja dicelakai Bu.” Ucap Ruka yang sudah menahan tangis. Dia kesal pada dirinya sendiri karena tidak bisa menjaga temannya.
Lee Jung mendekat, kemudian memeluk Ruka dan menenangkan fikirannya. Lee jung sangat mengerti perasaan Ruka saat ini.
“Ruka, Ibu tidak akan mengusut sampai kesana, karena jelas Minji dan Hani yang menjadi saksi saat itu mengatakan bahwa Pharita jatuh terpeleset. Tapi, jika memang kamu penasaran dan ingin menemukan fakta lainnya silahkan ibu tidak akan melarang kamu. Dan ibu harap ini tidak akan mempengaruhi kinerja kamu sebagai orang yang memegang tanggungjawab besar pada kegiatan kali ini. Nanti kita bisa menyakan pada Pharita langsung bagaimana kejadian yang sebenarnya,” Ucap Lee Jung sambil terus memeluk Ruka dan menghapus air matanya.
Malam itu juga keluarga Rossie datang ke Rumah Sakit dan berbicara dengan Lee Jung terkait kondisi Pharita dan rencana kepulangannya yang lebih awal. Rossie pun sependapat, bagaimana bisa putrinya melanjutkan kegiatan dengan kondisi seperti itu.
Minji dan Hani sudah lebih dulu pulang ke Camp dijemput oleh Mobil Kampus. Mereka berdua sebenarnya ingin pulang ke rumah dan tidak ingin ada yang menanyakan bagaimana kejadian sebenarnya. Sampai keesokan hari tiba, ketika seluruh Mahasiswa sedang melakukan kegiatan sebagaimana terencana, Minji dan Hani ijin tidak ikut kegiatan karena alasan sakit.
Sementara Ruka dan Chikita sedang bersama Mahasiswa lainnya di lokasi yang di survei kemarin, Ahyeon ditemani Rora bertugas menunggu dan merawat Mahasiswa yang sakit di beberapa tenda, Panitia memang harus ekstra bekerja dalam kegiatan ini agar semua tetap terkoordinir.
“Kalian di dalam kan?” Tanya Ahyeon dari luar tenda Minji dan Hani. Yang didalam tentu saja sudah kaget, mereka pura-pura tertidur.
Ahyeon dan Rora membuka resleting tenda dan masuk tanpa permisi.
“Jangan pura-pura tidur. Gue tahu kalian berdua gak sakit.” Ahyeon berkata dan duduk di samping mereka yang pura-pura tidur.
“Gue akan semakin curiga jika kalian menghindar seperti ini.” Ahyeon terus berbicara dengan nada dinginnya, dia sudah geram ingin menanyakan yang sebenarnya terjadi.
Minji dan Hani pun akhirnya mengalah, mereka berdua bangun dengan ekspresi yang tidak suka pada kehadiran Ahyeon dan Rora.
“Mau apa lo berdua kesini?” Tanya Minji.
“Sekarang kasih tahu gue kejadian yang sebenarnya! Lo berdua nyelakain Pharita dengan sengaja kan kemarin?” Selidik Ahyeon dengan penuh penekanan.
“Apa maksud lo? Dia terpeleset dan gue juga liat dengan mata gue sendiri!” Hani mengelak.
“Jadi gak ada yang mau mengatakan yang sebenarnya nih? Kalian emang gak pinter berbohong ya.” Ahyeon sedikit memancing emosi Minji dan Hani.
“Ngarang, Lo! Emang gitu yang terjadi mau gimana lagi. Gue juga kaget.” Sahut Minji.
Ahyeon melihat Rora dan mengisyaratkan sesuatu dengan anggukan, Rora pun mengerti dan langsung keluar tenda. Hani dan Minji hanya memalingkan muka tidak mengerti dengan gelagat Rora dan Ahyeon yang aneh.
Tidak lama setelah keluar, Rora kembali tapi dia tidak sendiri, dibelakangnya ada Enchae Panitia dari Jurusan Seni temannya Chikita. Hani dan Minji hanya mengerutkan kening bersama tidak faham mengapa bertambah satu lagi manusia yang mengganggu mereka.
“Enchae kemarin ikut sama kalian kan saat observasi kesana?” Ahyeon bertanya.
“Iya. Kita berlima yang kesana. Terus apa masalahnya?” Hani belum menyadari sesuatu saat mengatakan itu. Tapi tiba-tiba dia merasa melewatkan suatu hal penting dan matanya langsung terbelalak kaget. Dia baru ingat anak ini datang dari belakangnya saat kemarin dia meminta tolong, bukankah itu berarti….
“Gue liat Lo yang mendorong Pharita.” Enchae menodongkan telunjuknya pada Hani.
“Dan gue juga perhatiin kalian sebelumnya saling berbisik seperti merencanakan sesuatu. Apa kalian tahu? Chikita sengaja nyuruh gue ikut buat jaga-jaga takut terjadi sesuatu sama Pharita dan ternyata benar perasaan sahabat deket tuh gak pernah salah,” Jelas Enchae menambah kaget Minji dan Hani. Mereka kini hanya saling pandang dan menundukan kepala.
“Ini di luar rencana kita, Yeon.” Hani berkata dengan nada pelan dia langsung menangis saat mengatakan itu.
“Sumpah gue kira dia gak akan separah itu jatuhnya, gue bener-bener jahat, gue nyesel, Sorry….” Hani tidak bisa lagi melanjutkan kata-katanya karena terlalu sakit jika mengingat kejadian kemarin. Dia juga sudah merasa terlalu bodoh sudah melakukan rencana itu.
“Gue juga minta maaf, Yeon. Gak mungkin gue cuci tangan dan harus ngelimpahin semua kesalahan sama Hani. Ini karena kebodohan kita berdua. Lo juga tahu kan sedari SMA gue gak suka sama Ruka makanya gue mau nyelakain Pharita biar Ruka terluka. Sorry… Gue nyesel banget, gue takut Pharita kenapa-napa, gue juga gak tahu kenapa bisa sejahat ini sama orang. Sorry..” Minji menunduk karena air matanya kini sudah tidak bisa dibendung. Mereka berdua hanya bisa terisak menyesali perbuatan mereka sendiri.
“Kalian jangan minta maaf ke Gue atau siapapun, minta maaf aja langsung ke Pharita dan Ruka.”
Ahyeon bermaksud beranjak pergi. Tapi tangannya dipegang buru-buru oleh Hani.
“Gue gak bisa Yeon. Gue gak sanggup ketemu Pharita atau Ruka.”
Hani menggeleng-gelengkan kepala sambil terus menangis senggukan dan menunduk. Dia benar-benar tidak sanggup lagi bertemu Pharita dan Ruka karena rasa bersalahnya terlalu besar. Ahyeon pun duduk kembali, dia langsung memeluk Hani dan mengelus-elus punggungnya.
“Han, semua manusia pasti pernah berbuat salah. Cukup jadiin ini pelajaran buat kita, gue emang kecewa sama kalian berdua tapi gue yakin kalian bisa berubah. Jangan sembunyi dari masalah, cobalah menghadapinya sendiri karena itu akan membuat masalah cepat selesai, dan coba berdamai dengan diri sendiri dulu lawan ego atau pikiran-pikiran yang belum tentu terjadi, kemudian minta maaflah dengan tulus ungkapkan penyesalan kalian dan semua pasti bisa kita lewatin.” Ahyeon menenangkan Hani.
Ahyeon berfikir semakin dewasa kita pasti akan dihadapkan dengan perang dengan diri sendiri. Itu masa dimana kita butuh seseorang untuk disalahkan agar merasa puas atau kita berperang mempertahankan ego agar kita tetap merasa menang. Padahal sendirinya kita sadar mana yang baik dan mana yang buruk.
Rora juga menghampiri Minji kemudian memeluknya.
“Ji, meskipun gue gak tahu masalah apa kalian di masa lalu, tapi setelah masalah ini gue yakin kita bisa makin deket. Ruka dan Pharita bukan orang pendendam. Kita semua tahu bagaimana karakter mereka, gue juga selama sahabatan bareng mereka gak pernah lama jika marahan, karena kita tahu itu hanya akan nyiksa diri sendiri, menyimpan dendam hanya akan menambah beban, tidak berani meminta maaf juga hanya akan memperumit masalah. Gue minta lo berani minta maaf dan jangan takut gak dimaafin.”
Rora tahu betul karakter sahabatnya, semarah apapun jika sudah ada salah satu pihak yang meminta maaf pasti pihak lainnya akan mulai menurunkan ego dan menerima maaf.
Enchae yang menyaksikan adegan itu semakin tersentuh dan hanya bisa tersenyum dia merasa beruntung karena kini dekat dengan Chikita. Setelah mendengarkan bagaimana nasihat dari kedua teman Chikita pada orang yang sudah mencelakai teman baiknya membuat Enchae juga sadar jika segala sesuatu akan berakhir baik jika dilakukan tanpa amarah. Betapa beruntungnya Chikita punya teman seperti Ahyeon dan Rora.
^^^^
Asa: “Unnie udah sadar!”
Haram: “Syukurlah! Nanti aku ke rumah.”
Ruka: “Syukurlah! Jangan dulu ditanya ini itu, biarin dulu istirahat.”
Chikita: “Akhirnya.. bisa tidur nyenyak gue disini.”
Rora: “Cepet pulih ya Ta…” T-T
Ahyeon: “Jangan lupa minum obatnya, Ta! Gak sabar pengen pulang.” T-T
Asa: “Apakah pelakunya sudah ditemukan?”
Ruka: “Sesuai ekspektasi dan dugaan juga bukti dan keterangan saksi.” (emot setan marah).
Rora: “Udah jangan dibesar-besarin. Gue saranin kita gak usah ngelibatin kampus atau keluarga buat masalah ini, cukup kita yang tahu.”
Chikita: “Rora mode Pintar On… Wkwkwk.”
Ahyeon: “Sa, gue minta jangan lagi dipikirkan ya, mereka juga udah menyesal. Kalau kedepannya ngelakuin sesuatu lagi kita baru bisa usut masalah ini.”
Asa: “Iya, aku akan turutin saran kalian. Aku juga cape ngurusin mereka.”
Haram: “Udah cantik pintar lagi. Punya siapa siiiihh?”
Ruka: “Bubar gaeess.. Bubar… Rapat selesai.”
Chkita: “Haram mode Bucin suka bikin gue pengen muntah.”
Haram: “Wkwkwkw.”
Begitulah isi chat grup mereka setelah Pharita sadar. Pharita langsung menceritakan kejadian yang dia ingat pada Asa tapi tidak pada orang tuanya sesuai dengan permintaan sahabatnya.
^^^
Acara Camp sudah dihari terakhir, mereka semua melaksanakan penutupan dengan Upacara Semi-Formal. Setelah selesai Upacara Penutupan semuanya langsung membereskan tenda-tenda dan membersihkan seluruh sampah.
Penduduk sekitar yang menyaksikan kepulang Mahasiswa dari kampus Waiji-X sangat terharu. Mereka sangat terbantu dengan adanya Mahasiswa dari Kampus itu, kehadiran mereka yang membawa berbagai program meningkatkan skill para Petani dan juga meng-upgrade kemampuan Petani dari segi perawatan tanaman, marketing, promosi dan sebagainya. Ini meninggalkan kesan mendalam bagi penduduk di desa itu.
Setelah berpamitan, seluruh Bus berangkat menyusuri jalan pulang selama kurang lebih enam jam perjalanan. Semuanya terlihat sudah lelah dan letih, bahkan Panitia yang ekstra dalam mengatur kegiatan pun terlihat sudah dipenghujung lelahnya, jadi selama dalam Bus mereka tidak lagi melakukan Games atau apapun karena semuanya tidur.
Setelah sampai di Kampus pada jam sembilan malam Mahasiswa lain pulang langsung, sedangkan Ruka dan seluruh Panitia melakukan Breefing Evaluasi Kegiatan dan semacamnya sekaligus pembubaran panitia bersama dosen pendamping. Acaranya berlangsung dua jam. Haram yang sudah menunggu sedari tadi di depan kampus sudah ditemani Rora karena tidak ikut rapat, malam ini mereka semua akan beristirahat di rumah Asa dan Pharita.
“Ruka tunggu!” Teriak seseorang di belakang Ruka saat hendak naik mobil Haram.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 20 Episodes
Comments