Selama dua hari Ahyeon dirawat di Rumah Sakit. Dia sekarang bisa pulang dan akan melanjutkan aktifitasnya seperti semula. Tentu saja dengan suasana yang berbeda dimana dia sekarang benar-benar sendiri di Apartemennya.
"Dek, kakak pulang dulu. Kamu kalau ada apa-apa hubungi kakak, ya!" Ucap Doyoung saat mengantar Ahyeon pulang.
"Baik Oppa." Jawab Ahyeon singkat.
^^^
Minggu selanjutnya di Kampus.
"Ruka, bukankah itu Minji dan Hani teman kita waktu SMA?" Tanya Pharita yang sedang makan siang bersama Ruka.
"Iya kayanya. Dia pindah katanya. Anak-anak di grup chat angkatan kita rame ngobrolin dia yang sekarang jadi model terkenal." Jawab Ruka.
"Waww, keren juga dia. Liat tuh baru aja datang udah jadi bintang aja dia. Hahahha.." Pharita tertawa tapi dengan tatapan yang meledek.
"Jangan keras-keras Ta, nanti dia denger dan liat kita lagi. Gue males banget ngadepin dia lagi. Udah mah dari dulu juga kita gak pernah akur kan?" Jawab Ruka dan mengalihkan pandangan ke arah lain.
"Lo udah gak papa kan? Maksud gue karena kejadian dulu Lo hampir gak ketolong ka."
"Ngapain juga gue ngungkit masa lalu. Udahlah jangan di ingetin lagi kata gue juga. Cabut yuuk. Hilang nafsu makan gue abis liat dia." Ajak Ruka.
"Oke Yuuk cabut." Jawab Pharita. Mereka berdua langsung kembali ke kelas masing-masing.
^^^
"Drrrt."
"Drrrt."
"Halo Ra, kenapa malem-malem gini nelpon? Lo gak lagi minum kan?"
"Ciil...hikss..hiksss.. hikkss.." Rora hanya terseguk menangis di seberang telepon.
Chikita yang tadinya masih setengah sadar dari tidurnya langsung terbangun dan terus bertanya ada apa dengan temannya ini.
"Ra, ngomong yang bener Lo! Kenapa? Apa terjadi sesuatu?" Perasaan Chikita sudah tidak enak, firasatnya langsung menuju pada seseorang tapi dia terus menepisnya berharap yang dia pikirkan tidak terjadi.
"Ciiill.... Nenek gue cil... Nenek..." Rora masih kesulitan berbicara.
"Ra, Nenek kita kenapa? Kenapa Ra cepet ngomong lo." Chikita sudah tidak sabar dan gereget karena Rora tidak meneruskan kata-katanya.
"Tunggu gue yaa, gue ajak temen-temen sekarang kesana. Gue kesana sekarang. Lo harus kuat bertahan dulu disana, Ra."
Chikita langsung bergegas mengambil kunci mobil dan memakai jaket hangat dan keperluannya, jujur malam ini dingin sekali sepertinya nanti akan turun salju.
Dia masuk dalam mobil dan langsung menancap gas menjemput Ahyeon dan Haram yang tempat tinggalnya paling dekat.
"Cepet Ramiiee!" Teriak Chikita yang sudah bersama Ahyeon.
"Oke bentar ini gue lupa nyimpen HP gue dimana ini ya ampuun..." Haram kelabakan karena lupa menaruh HP nya yang sebenarnya sudah ada dalam saku jas hangatnya, kebiasaan orang buru-buru memang seperti itu pastinya.
"Oh ini Cil.. hehe" Dia merogoh saku jasnya dan memang disana dari tadi.
"Cepet ya ampuun!" Chikita kesal karena Haram selalu lelet.
Di dalam mobil selama perjalanan ke bandara, Ahyeon dan Haram hanya melanjutkan tidur mereka sementara Chikita terus fokus menyetir. Dia sudah lupa akan kantuknya karena terus terfikirkan Rora di sana yang sudah menunggunya. Dia terus memanggil Ruka, Pharita dan Asa yang tidak ada satu orang pun dari mereka menjawab karena mungkin sedang tidur.
"Hallo, Momm... Tolong hubungi tante Rossie dan Tante Sooyaa. Dan tolong suruh mereka dengan anak-anaknya segera ambil penerbangan ke Jeju. Nenek Rora sedang dalam masa kritis." Chikita tidak tahu lagi harus menghubungi siapa dan langsung menelepon Mommy nya yang ada di Luar Negeri.
"Baik sayang... Kamu hati-hati di jalan. Jangan ngebut-ngebut yang penting sampai. Nyawa lebih penting kan sayang. Segera kabari Mommy kalau sudah sampai."
"Iya, Mommy.. Aku tahu, aku bakalan hati-hati."
Lisa khawatir anaknya ini selalu menjadi anak yang penuh kejutan, dia tidak sadar kapan anaknya tumbuh dewasa seperti ini, dia selalu mengorbankan waktu dan fikirannya untuk teman-teman terdekatnya.
Sampai kurang lebih 1 Jam perjalanan udara ke pulau Jeju, mereka langsung ke rumah sakit tempat Neneknya Rora dirawat.
Sesampainya di sana, terlihat Rora yang dengan setia menemani neneknya sampai tertidur.
"Ra, bangun!" Ucap Ahyeon sambil menepuk pundak Rora pelan.
"Emmm..." Rora bangun dan melihat tiga orang temannya sudah di hadapannya.
"... Yeon, Ramie, Cil.. Hikss... Hikks.." Rora malah melanjutkan tangisnya yang tidak berhenti dari semalam.
Dia bahkan belum makan sampai siang ini, semalam neneknya langsung menjalani perawatan di UGD dan Rora tidak tahu harus pada siapa dia meminta pertolongan karena sekarang dia tidak punya siapa-siapa di sini, sampai akhirnya dia menelepon Chikita dan mereka sekarang sudah ada bersamanya.
Ahyeon menemani Rora makan dan terus menenangkan tangisannya, sementara Chikita dan Haram mengurus administrasi dan segala keperluan pengobatan nenek nya Rora.
Mereka berdua membayar semua biaya rumah sakitnya, tentu itu tidak pernah diperhitungkan oleh Chikita dan Haram, Rora tidak tahu jika pembayaran akan ditanggung oleh mereka berdua, Nenek Rora sudah seperti nenek mereka sendiri dan kasih sayang nya pun sama. Sampai malam hari mereka belum beranjak sedikitpun dari ruangan tempat nenek rora dirawat.
"Ramie, apakah asa dan yang lainnya sudah berangkat?" Tanya Chikita yang ingin mengetahui keberadaan mereka, HP nya ketinggalan di mobil jadi dia tidak bisa menghubungi siapa-siapa sekarang rasanya dari tadi dia tidak ingat akan HP nya karena sibuk mengurus tiket dan segala macamnya saat di bandara.
"Udah katanya barusan Cil. setelah penerbangan kita penerbangan ditunda semua karena badai salju yang baru saja turun di Seoul."
"Chik, kamu udah ijin ke kampus?" Tanya Ahyeon yang masih setia memberi bantal pahanya untuk Rora yang sedang berisitrahat tertidur pulas.
"Belum, Yeon.. HP ku ketinggalan di Mobil semalam. Aku Cuma bawa passport sama dompet doang. Kamu udah ijin?"
"Belum. Maksud aku sekalian aja kita semua ijin dulu minggu-minggu ini dan fokus dulu disini untuk pengobatan Nenek." Chikita hanya membalas dengan anggukan.
Nenek Rora masih terbaring dengan tenang, operasi jantungnya berjalan lancar namun tidak ada yang bisa menjamin sampai kapan neneknya Rora bisa bertahan. Mereka hanya bisa berharap saat ini Tuhan belum menguji mereka dengan kehilangan sosok yang sangat mereka sayangi ini.
Seolah itu menjadi ikatan batin yang kuat, tiba-tiba Rora terbangun dari tidurnya yang lumayan lama dan...
"Tiit..."
"Tiit.. "
"Tiit..."
"Tiiittt"
Suara mesin pendeteksi detak jantung tiba-tiba mengeluarkan bunyi dengan cepat secara tidak henti. Seolah Nenek Rora memberikan reaksi akan sesuatu. Dan mereka langsung menghampiri ranjang neneknya.
"Dokter! Panggil Dokter cepetaaan...."
Teriak Rora pada temannya dengan air matanya yang spontan keluar langsung, Haram berlari sekencang-kencangnya mencari Dokter tidak ingin semuanya terlambat.
Seketika Dokter dan Perawat masuk meminta ruang pada mereka yang berada di sana, dengan penuh perjuangan dokter menggunakan alat kejat jantung dan segala upaya untuk menyelamatkan pasiennya yang sudah tua renta ini. Setelah beberapa menit.
...
Suasana Hening dalam ruangan yang tadinya ramai...
Setelah dokter meminta maaf dan mengumumkan kepulangan pasien.
...
Seolah waktu tidak lagi baik pada mereka, waktu yang berjalan terlalu cepat tidak mengikuti keinginan mereka, seolah Tuhan merasa mereka kuat saat ini.
Ahyeon, Chikita dan Haram hanya mampu memeluk erat Rora dan memberinya ketabahan serta kekuatan, mereka semua sudah menangis menyaksikan langsung perjuangan terakhir sang Nenek.
Rora menjerit tanpa bersuara, dia memukul-mukul dadanya, matanya sudah merah, pandangannya sudah kosong, air matanya sudah kering dan semuanya sudah selesai. Seluruh tubuhnya terkulai dengan lemah.
Dia melepaskan pegangan teman-temannya yang menghalanginya dari tadi, dengan tenaga yang tersia dia bangkit dari lantai dan berjalan terhuyung-huyung menghampiri sosok yang telah meninggallkannya tanpa pamit.
Dengan mata sembab dan tatapan sendu. Dia tatap sosok itu dengan dalam, dia pandangi setiap inci wajahnya yang cantik. Rora dengan bibirnya yang bergetar dan rekatan gigi yang menahan riak sakit yang dia rasakan dalam dadanya, diiringi dengan tetesan air mata yang sudah panas.
Perlahan dengan tangan yang bergetar dia sentuh wajah sosok yang kemarin masih membangunkannya dari tidur, sosok yang kemarin masih memanggil namanya, sosok yang kemarin masih tinggal bersamanya. Kini sosok itu tertidur damai, tidak akan lagi kesusahan membangunkan dia, tidak akan lagi berteriak memanggil-manggil namanya, tidak akan lagi tinggal bersamanya. Sosok itu kini meninggalkan dia sendiri.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 20 Episodes
Comments