Tidak Sekuat Itu

“Sore, Tante.”

Sapa Haram yang sudah berada di rumah Rossie.

Sesuai perkataannya, Pharita menuruti perintah Mommy nya untuk memperbolehkan Haram melongok Asa dengan harapan agar Asa cepat sembuh.

“Sore, Sayang…”

Rossie sejenak memperhatikan anak gadis yang tinggi itu kemudian tersenyum berpura-pura tidak tahu tentang hubungan dia dengan anaknya.

“Boleh aku ketemu Asa, tan?”

Tanya haram sedikit ragu karena baru pertama kali bertemu langsung dengan Rossie, yang biasanya dia tahu karakter Rossie hanya dari banyaknya cerita Asa.

“Silahkan, Sayang…. Dia di kamarnya di atas” Rossie menunjuk kamar Asa sambil tersenyum. Kemudian Haram beranjak menuju kamar Asa.

“Ceklekk~~”

Pintu kamar terbuka.

Asa yang sudah bangun dan berada dalam lamunannya menghadap jendela tidak menghiraukan siapa yang masuk karena pasti kalau bukan Unnie nya itu Mommy nya.

Haram duduk di pinggir ranjang sambil melihat Asa yang masih dalam posisi memunggunginya, betapa sakit hatinya melihat orang yang dia sayang terbaring seperti ini. Dia merasa jadi orang jahat sekarang.

“Ada apa, Unnie?” Asa berbicara tanpa melihat siapa yang ada dibelakangnya, dia hanya menyangka kalau itu Pharita.

“Kenapa jadi sakit gini? hemmm?”

Deg

.

Deg

.

Deg

.

Jantung asa berpacu dengan cepat, aliran darahnya terasa panas, seluruh tubuhnya merespon dengan gemetar, dia kenal suara ini. Suara yang pemiliknya sangat ia rindukan, suara yang selalu memanggil dia dengan hangat dan penuh kasih sayang. Dia takut untuk melihat ke belakang, takut ini hanya sekedar halusinasinya saja karena selama sakit pun tidak jarang bayangan orang yang dia rindukan selalu hadir.

“Grepp.”

Pelukan hangat dirasakan oleh Asa dari belakangnya.

Haram sudah terlalu lemah dan tidak kuat lagi menahan kerinduan serta kehawatirannya.

Asa menangis, matanya terasa panas, hatinya sakit lagi, seperti diobati dengan racun dia sakit sekaligus sembuh seketika. Seperti tanah tandus bertahun-tahun disiram air hujan satu hari.

Asa segera membalikan tubuhnya dan membalas pelukan orang yang dia tunggu selama ini.

“Hiks… hikss…hiks…”

“Kamu ja..hat la..gi!”

“Aku sakit baru nengok sekarang!... hiks..”

“Maaf… Maafin aku ya.”

Asa menangis sejadi-jadinya. Dia meluapkan semua kerinduannya sore itu.

Rossie tersenyum melihat Asa yang sudah mau makan, itu pun baru mau saat disuapi oleh Haram. Dia juga bingung harus bagaimana menjelaskan semua ini pada suaminya nanti. Dia tahu kasih sayang mereka itu tulus satu sama lain, dan dia cukup melihat putri bungsunya bahagia terlepas dari oleh siapa dan bagaimana dia dibahagiakan itu tidak masalah.

Karena terlalu larut malam, Haram dilarang pulang dan disuruh menginap saja di rumahnya.

-----------------

Di rumah Taehyung.

“Besok Daddy bakal pergi dari rumah ini. Perceraian kita sudah mendapat persetujuan pengadilan dan selesai dengan pemberkasannya.” Ucap Taehyung pada kedua anaknya yang sudah ada dihadapannya.

Kedua anaknya masih terdiam dan menunduk, Ahyeon dan Doyoung baru pulang ke rumah dua hari lalu, itupun karena Jennie yang menyuruh mereka untuk segera menentukan mau ikut dengannya atau dengan Daddy nya.

Mereka sudah dewasa dan berhak menentukan. Karena perceraian Jennie dengan Taehyung sudah tidak bisa dirundingkan lagi. Kehadiran orang ketiga yang dibawa Tae dalam rumah tangga mereka membuat semuanya hancur seketika, dan Jennie sedang dalam titik terendahnya sekarang, dia kalut dan tidak mampu bersabar lagi atas perilaku Tae.

“Kalian mau ikut siapa? Tentukan dari sekarang.”

Tanya Jennie yang berada didekat Ahyeon.

“Momm, Dadd,” Doyoung sebagai kakak berbicara lebih dulu.

“…Jujur aku tidak ingin kalian berpisah seperti ini, tapi aku juga tidak ingin kalian saling menyakiti lagi jika bersama. Aku sudah dewasa dan sekarang sudah belajar punya perusahaan sendiri, mungkin aku akan tinggal di Apartemenku dan melanjutkan hidup di sana, aku tidak ingin ikut siapa-siapa.”

Jennie menahan air matanya melihat putra sulungnya sudah dewasa seperti ini, hatinya sakit tidak bisa memberi contoh yang baik dari kehidupan rumah tangganya. Puteranya yang sudah cukup usia untuk berkeluarga tidak dia harapkan sedikitpun rumah tangganya seperti ini nanti.

“Ya Daddy mengerti, Young.” Sahut Taehyung.

“Sayang, kamu ikut Mommy ya?” Tanya Jennie pada Ahyeon yang masih diam.

“Gak, Momm,” Tegas Ahyeon.

“…Seperti Doyoung Oppa, aku ingin belajar hidup mandiri dan tidak ingin bergantung pada kalian lagi. Aku ingin belajar cari uang sendiri dan buat jalan hidup aku sendiri. Mulai sekarang aku akan tinggal di Apartemenku.”

Jennie dan Taehyung sangat sedih melihat kedua anaknya seperti ini, namun disisi lain itu keinginan mereka. Asal mereka tidak lupa bahwa mereka masih punya orang tua itu saja sudah cukup.

-----------------

Ahyeon: “Gaiiiss…. Clubbing yuukk… Temenin gue nanti malam!”

Ruka: “Gassss… Test Princess Club kita.. Test.. Hallo..”

Pharita: “Gue siap hadir… Gue suka gayamu, Yeon. Hahahaha”

Rora: “Andai gue juga disana… Menangis Hiks.”

Ruka: “…Kumenangiiiiisss…”

Pharita: “…Membayangkan…”

Rora: “Awas kalian kalau nanti ketemu, habis kalian berdua!”

Chikita: “Apa niii dari tadi rame, Gue ayoook aja, Yeon… Hihiihi”

Semua temannya tahu masalah yang sedang Ahyeon hadapi. Sedangkan Haram dan Asa tidak ikut berkomentar di grup chat karena mereka sedang tahap pemulihan hati, pemulihan dari sakitnya Asa maksudnya.

^^^

Malam itu mereka bertemu di Club sesuai janji. Dalam suatu ruangan khusus VIP, Ahyeon, Ruka, dan Pharita sedang berpesta minuman dan membebaskan beban mereka malam ini dengan bernyanyi bersama.

Kecuali Chikita, toleransi alkoholnya rendah jadi dia tidak meminum minuman keras apalagi nanti dialah yang bawa mobil dan mengantar teman-temannya ini ke pengistirahatan terakhir, yaitu Apartemennya.

Setelah mereka kelelahan karena menyanyi karaoke dengan berbagai lagu mereka duduk kembali di kursi. Pharita terbaring diatas kursi dengan bantalan paha Ruka. Ahyeon pun terbaring lemah dengan bantalan paha Chikita.

Mereka sudah hampir kehilangan kesadaran dan harus segera menghentikan kegilaannya. Akhirnya Chikita direpotkan sendiri memapah temannya masuk dalam mobil. Ini memang sudah menjadi kebiasaan kalau sudah bersama larut malam pulangnya akan ke Apart Chikita, entah kenapa Apart itu seakan jadi markas besar mereka sekarang.

Pharita dan Ruka satu kamar, Ahyeon dan Chikita di kamar sebelah lagi.

“Bruk..”

Chikita menidurkan Ahyeon sekaligus ke atas Kasur, pundaknya sudah pegal sekali memapah temannya yang satu ini.

“..Ausss.. Ha..uuss…” Ahyeon berbicara dengan parau dan tidak jelas karena memang suaranya serak habis dipakai tadi.

“Bentar, Yeon.. Aku ambil dulu air minumnya.”

Chikita segera berlalu dan tidak lama datang membawa segelas air putih. Setelah minum, Ahyeon merasa segar sedikit, kesadarannya kembali sekitar enam puluh persen. Setelah beberapa saat kesadarannya kembali perlahan Chikita mulai memperhatikannya dan bertanya…

“Gimana sekarang, Yeon?” Tanya Chikita sambil memegang tangannya Ahyeon. Dia tahu sahabatnya sedang butuh pendengar.

“..hiks…hiksss.hiiikks….”

Ahyeon menggelengkan kepalanya, dia tidak sanggup berbicara hanya langsung menangis dan memukul-mukul dadanya berulang kali lebih keras dan lebih keras lagi, dia merasa ingin membelah dadanya sekarang dan mengeluarkan rasa sakitnya yang membuat dia sesak, bahkan dia terus mencengkram dadanya lebih kuat lagi dan lagi, terus menangis dengan tersedak-sedak seperti orang yang butuh pernafasan, dia sakit sekali, dadanya lebih terasa sempit lagi.

Tubuhnya terasa lemah, sarafnya tidak berfungsi lagi, tangan yang tadi mengepal dengan keras perlahan terkulai seperti tidak ada tulang didalamnya, pandangannya perlahan kabur dan kesadarannya semua hilang begitu saja. Ahyeon pingsan dalam pelukan Chikita.

Ahyeon diam bukan berarti tidak tahu, Ahyeon sendiri pernah melihat ayahnya beradu kasih dengan seorang wanita, Ahyeon diam bukan berarti menerima. Dia pura-pura kuat, dia pura-pura dewasa menanggapi perceraian orang tuanya.

Padahal dia lemah, dia tidak sekuat itu, dia sangat rapuh, dia memerlukan sandaran bahkan hanya untuk sekedar kakinya berdiri sehari saja, dia memerlukan tempat untuk luapan rasa sakitnya yang mencekik menahan nafasnya berjalan normal. Selama ini dia menangis dalam senyuman.

Terpopuler

Comments

Silvi Aulia

Silvi Aulia

semangat Kaka author 💪

maap kalo baru bisa mampir 🤗

2023-10-04

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!