Setelah dua minggu dia menghilang. Teresa memutuskan untuk kembali, setelah sebelumnya bertanya tentang keadaan yang sudah aman atau belum kepada Revan.
Kali ini, dia tidak pulang bersama Revan. Karena sekretaris tampan itu masih sibuk mengurus perusahaan dan juga atasannya yang suasana hatinya buruk dua minggu terakhir ini.
Teresa kembali pulang bersama dengan Sakha, karena tujuannya di kota yang sama. Dengan senang hati Sakha menerima tumpangan Teresa dan juga ibunya.
“Terima kasih, ya, Nak Sakha. Udah mau ngasih tumpangan ke Ibu dan Teresa,” ucap Dina yang berada di kursi belakang.
Sakha tersenyum dengan sesekali melihat Dina melalu kaca mobil yang berada di tengah. “Gak apa-apa lah, Tante. Kayak sama siapa aja. Anggap anak sendiri,” sahutnya santai.
“Ibu gue ngelus dada mulu kalau punya anak modelan kamu,” celetuk Teresa membuat Sakha mendelik kesal.
“Gak, kok. Justru ibu bakal seneng. Nanti ibu bisa pamerin kegantengannya Nak Sakha,” jawab Dina antusia membuat Teresa mendengus.
“Nah, Ibu kamu aja suka, kok. Kamu aja yang iri dan dengki ke aku,” ujar Sakha dengan menjulurkan lidah ke Teresa untuk meledeknya.
***
Kening Sakha mengerut ketika melihat tempat kos yang akan di tempati oleh Teresa dan ibunya. Karena tempat kos itu hanya sepetak dan berada di tempat yang kumuh. Bukan bermaksud untuk menjelekkannya. Hanya saja pria itu berpikir, jika tinggal di sini, pasti akan sangat tidak nyaman.
Lantas pria itu menoleh ke Teresa dengan sedikit menelengkan kepalanya. “Bener, ini tempatnya?”
Teresa mendengus. “Iya bener. Udah buka kuncinya. Aku mau keluar,” sahut gadis itu.
Melihat Teresa yang sudah melepaskan sabuk pengaman dan juga hendak membuka pintu mobil. Dengan gesit Sakha mencegahnya.
“E-eh bentar dulu!”
“Apa lagi?”
Sakha berdehem, sedikit berpikir memilih kata yang sekiranya tidak menyinggung Teresa. “Jadi, begini. Aku ada rumah gak kepakek. Dari pada gak ke urus, mending kamu tempati sama Tante. Gimana?” terangnya hati-hati.
“Apa tidak apa-apa, Nak? Nanti malah ngerepotin kamu,” sahut Dina.
“Jelas gak, dong, Tan. Justru Sakha bakalan seneng karena rumah Sakha ada yang nempatin,” jawab Sakha semangat dengan senyum lebarnya. “Mau, ya?”
Teresa terdiam memikirkan tawaran Sakha. Di lain sisi dia tidak enak ke Sakha, dan akan merepotkannya. Namun, di sisi lain dia juga memang ingin pindah dari tempat kosnya. Karena jujur saja dirinya juga masih ada sedikit takut.
Teresa menoleh kepada ibunya, kemudian ke Sakha. Sebelum akhirnya dia mengangguk. “Baiklah, tapi aku akan bayar uang sewanya setiap bulan,” putusnya.
“Gak usah, Sa. Kayak sama—“
“Bayar atau aku akan cari tempat kos baru!” Teresa memotong ucapan Sakha.
Akhirnya pria itu mengatupkan mulutnya yang sempat menganga. Kemudian menghela nafas pasrah. “Ok. Deal!”
***
Setelah persetujuan bayar sewa. Sakha pun membawa Teresa dan ibunya ke rumah sederhana yang dia maksudkan. Rumahnya tidak jauh berbeda dengan rumah yang sempat dia tempati sebelumnya selama 2 minggu menghilang.
Rumah lantai satu dengan dua kamar tidur dan satu kamar mandi. Memiliki halaman samping yang cukup untuk sekedar duduk santai.
Keadaan rumahnya yang cukup rapi membuat Teresa dan Dina tidak perlu bersusah payah untuk mengeluarkan tenaga ekstra untuk membersihkannya, sedangkan Sakha sudah pamit pulang karena hari mulai sore.
Teresa yang tengah selonjoran di ruang tamu, kedatangan seorang tamu yang tak lain adalah Revan.
“Sorry, ya. Aku gak bisa jemput. Soalnya Jevon gak ngasih ruang sedikit pun buat aku bergerak bebas. Ini aja aku kabur, pas kamu chat aku barusan,” ucap Revan begitu masuk ke ruang tamu rumah Teresa.
Teresa terkekeh karena sekretaris tampan itu sudah nyerocos saja, karena ulah bosnya sendiri. “Gak apa-apa, kok.”
“Ibu, mana?” tanya sekretaris tampan itu melongokkan kepalanya ke dalam rumah yang Teresa tempati.
“Ada kok. Kayaknya istirahat. Tadi emang nyampeknya siang, terus bebersih rumah ini. Mungkin Ibu kelelahan,” jelas Teresa.
Revan mengangguk paham. "Ibu tidak curiga, kan. Masalah kamu pindah-pindah gini?"
Teresa menggeleng. "Beruntungnya kamu pas kejadian itu bantu aku. Jadi alasan yang aku buat karena masalah pekerjaan membuat ibu percaya saja. Terlebih kamu juga sering nengokin, layaknya ada pekerjaan. Untuk masalah yang aku nangis waktu di taxi juga, ibu awalnya khawatir. Tapi sebisa mungkin aku bilang kalau aku lagi mimpi buruk," jelas gadis itu lemas.
"Terus ibu percaya?" Revan kembali bertanya dengan alis yang terangkat sebelah.
Teresa mengangguk dan menerawang ke belakang saat dirinya pergi dari peneror. "Percaya, karena posisinya waktu itu. Aku meluk ibu sambil memejamkan mata. Jadi ibu pikir aku memang lagi tidur," ucap Teresa meyakinkan.
Kemudian mereka berdua larut dalam obrolan mengenai Sakha yang Teresa temui dan menjadi membantunya. Tidak lupa juga mereka membicarakan perihal Jevon yang masih tetap mencari tahu keberadaan Teresa dan juga pria itu yang menjadi suka keluar masuk club malam untuk mabuk.
***
Hari ini Teresa memang meminta bantuan Sakha untuk menemaninya belanja untuk kebutuhan sehari-hari. Mereka saat ini sudah berada di tengah-tengah pusat perbelanjaan.
Memang dasarnya mereka berdua itu sangat tidak akur. Jadinya selama berkeliling ada saja tingkah mereka yang menarik perhatian pengunjung lain. Membuat Teresa kesal dan menyalahkan Sakha.
Kali ini mereka berada di dalam super market untuk membeli bahan makanan. Mereka berkeliling bagaikan seorang pasutri. Sakha yang mendorong troli dan Teresa yang sibuk membaca catatan belanjaannya.
“Kamu cosplay jadi kambing, Sa?” celetuk Sakha ketika matanya tak berhenti melihat Teresa memasukkan sayuran beberapa kali ke dalam troli.
Teresa yang posisinya berada di depan pria itu, menoleh dan mengernyit bingung, tak mengerti maksud ucapan Sakha. Lantas pria itu mengedikkan dagunya ke arah sayuran di troli.
“Sayur itu sehat, enak juga!” sahut Teresa ketus begitu mengerti maksud Sakha.
“Pantesan lu ngomong mulu. Kek kambing!”
Teresa melotot dan dengan tanpa rasa kasihan. Gadis itu menghampiri Sakha. Sedikit melompat untuk menarik rambut pria itu yang dalam beberapa jam ini sudah membuat dia kesal.
Sakha yang ditarik rambutnya pun mengaduh kesakitan dan memohon kepada Teresa untuk segera melepaskan cengkeramannya di rambutnya.
Hal itu sontak membuat beberapa pengunjung menoleh ke arahnya. Ada yang terkikik geli melihat tingkah konyol mereka dan ada pula yang hanya sekedar menontonnya saja.
“Aduh, Sa! Sampek rontok, nih, rambut gue,” ringis pria itu dengan mengusap kepalanya.
Teresa tersentak, kemudian melihat kedua tangannya untuk memastikan kebenaran ucapan Sakha.
“Apaan. Orang gak ada rambut kamu di tangan aku,” ucapnya sengit tak terima.
Sakha memamerkan deretan giginya, karena ketahuan berbohong yang di balas dengusan kasar oleh Teresa. Kemudian gadis itu berjalan mendahului pria itu, karena kesal dengan tingkah Sakha.
Sakha tersenyum melihat punggung gadis yang baru saja menjambaknya. Merasa sudah tertinggal jauh oleh Teresa. Lantas pria itu segera sedikit berlari untuk menyusul gadis itu yang masih bersungut kesal.
“Tungguin, oi!” seru Sakha melupakan jika saat ini tengah berada di tempat umum. Mendengar hal itu, segera saja Teresa semakin mempercepat langkahnya mengerjai Sakha.
Tanpa mereka berdua sadari. Ada sepasang mata yang menatap dengan sorot tajam dengan tingkah keduanya. Jevon menggeram marah. Kepalanya seolah mendidih, ketika tanpa sengaja matanya melihat sosok Teresa yang bersenda gurau bersama pria lain. Seolah lupa jika gadis itu masih ada kontrak yang terikat dengan dirinya.
Terlebih gadis itu terlihat lebih senang dan bebas, sedangkan dirinya dibuat kalang kabut untuk mencarinya. Hingga dua minggu ini dia kesulitan untuk tidur, karena mencemaskan keadaan gadis itu. Jevon mengepalkan tangannya kuat. Hingga kukunya memutih pucat.
Sialan!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments