Tanda Tangan Kontrak

Pagi hari seperti biasa, Teresa akan bersiap untuk bekerja. Setelah membereskan dan memasak makanan untuk dirinya dan juga ibunya. Walau pun dia sudah di pecat. Sudah cukup dia meratapi nasib di hari pertama dia di pecat. Dia tidak akan membuat dirinya akan bermalas-malasan di rumah. Terlebih lagi ibunya tidak tahu mengenai dirinya yang di pecat. Alhasil dia melakukan aktivitas seperti biasa dan dia gunakan waktunya untuk mencari pekerjaan baru.

“Sudah mau berangkat, Nak?” Tanya Dina, ibu Teresa.

Teresa menoleh ke arah ibunya yang baru masuk ke dalam kamar kosnya. “Iya Bu. Ibu sudah jalan-jalan paginya?”

Dina tersenyum menghampiri sang anak. “Iya. Semoga lelah kamu jadi berkah, ya. Maafin Ibu yang hanya bisa menjadi beban kamu,” ucapnya lembut sengan mengelus surai anaknya.

Teresa menggeleng. “Ibu ngomong apa sih. Jangan ngomong ngaco gitu. Cukup doain Teresa saja. Biar segala urusan Teresa di permudah dan lancar. Ok!"

“Iya. Kalau itu sudah pasti, Nak.” Dina menjawab dengan lembut.

Setelah memasang sepatunya, Teresa bersalaman kepada Ibunya untuk pergi bekerja. Lebih tepatnya mencari pekerjaan. “Teresa berangkat. Assalamualaikum!”

“Iya hati-hati. Waalaikumsalam,” sahut Dina melihat Teresa yang sudah bergegas pergi.

Teresa menggerutu kesal setelah setengah hari berjalan, dia tidak kunjung mendapat pekerjaan. Di tambah pula selama beberapa hari ini dia mencari pekerjaan selalu saja mendapat persyaratan yang tidak masuk akal. Minimal tinggi badan, good looking, minimal pendidikan, kuat di bawah tekanan, minimal pengalaman dan minimal-minimal lainnya yang membuat dirinya menggerutu kesal.

Dia yang saat ini sedang duduk di taman kota dengan meminum es teh dengan sekali teguk. Menghembuskan nafas lega karena hausnya sudah teratasi. Kemudian Teresa memijat kakinya yang terasa pegal dan sedikit nyeri. Kenapa juga aku pendek? Jadi makin susah aja nyari kerjaan! Rutuknya dalam hati.

***

Teresa yang kembali berjalan kaki mencari pekerjaan. Saat ini berbinar senang. Ketika dia melewati toko bunga yang terdapat papan lowongan pekerjaan. Segera dia berbalik untuk memasuki toko itu.

“Permisi?” ucap Teresa yang sudah masuk ke dalam toko bunga itu. Sambil menunggu pemilik tokonya datang. Dia melihat-lihat berbagai bunga yang berada di sisi kanan kirinya.

Toko bunga itu kecil tapi memanjang. Jadi hanya ada satu meter space untuk jalan di tengah. Di belakang sana terdapat meja kasir dan dua kursi di depannya. Di samping kursi juga ada tangga kecil untuk menuju ruang atas yang sepertinya terdapat tanaman bunga.

“Eh iya ... Selamat datang di Florist. Ada yang bisa saya bantu?” Sambut seorang wanita cantik yang muncul tiba-tiba dari pintu belakang meja kasir, dengan apron yang melekat di badannya.

Teresa tersenyum. “Begini ... saya ingin bertanya. Soal papan lowongan kerja di depan. Apa ... masih berlaku?”

“Ah ... iya benar. Saya sedang mencari orang untuk membantu saya mengurus toko bunga ini,” jawabnya.

Teresa menjadi bersemangat. “Kalau begitu saya ingin mengajukan diri untuk bekerja di sini,” ucapnya dengan mengulurkan data dirinya.

Tak kunjung di sambut membuat Teresa tercenung bingung. Dia sedikit waswas begitu dia sadar sedang di tatap lekat oleh pemilik toko bunga itu.

“Wajah kamu tidak asing.”

Nafas Teresa tercekat saat pemilik toko itu berkata seperti itu. Dia takut tidak akan di terima bekerja di sini perihal video konyol yang tersebar luas itu.

“Kamu yang ada di berita itu, kan?” pekik wanita itu heboh. Sedangkan Teresa sudah pias.

“Kamu saya terima,” lanjut wanita pemilik toko bunga dengan senyum hangatnya. Membuat Teresa terkejut. Tidak percaya.

“Saya Alea. Nama kamu siapa?” tanya wanita itu semangat.

Teresa tersenyum lebar menyambut uluran tangan pemilik toko bunga itu yang bernama Alea. “Saya Teresa, Bu. Terima kasih karena sudah menerima saya.”

“Jangan panggil Bu. Saya tidak setua itu,” canda Alea.

“Ah baiklah, Kak,” jawab Teresa kikuk.

Mereka pun tersenyum dan memulai untuk berkenalan lebih lagi. Alea mengajarkan beberapa hal tentang merangkai bunga, memetik bunga, menanam bunga, merawat bunga. Bahkan, juga menanam benih bunga.

Teresa yang mendapat ilmu baru pun tersenyum dan bersemangat untuk mempelajari tentang bunga. Dia bersyukur karena meski gaji di sini tidak seberapa. Setidaknya, dia bisa untuk menyambung hidup.

Masalah kurang, nantinya Teresa akan mencari pekerjaan lagi di tempat lain. Agar bisa mencukupi kebutuhan pengobatan sang ibu.

***

“Ibu mau keliling dulu ya, Tere. Mungkin akan sedikit lama. Karena cuaca sedang hangat,” pamit Dina kepada sang anak.

Teresa yang tengah sibuk memasak hanya mengangguk mengiyakan. Jam masih menunjukkan pukul 7 pagi. Masih ada sisa waktu yang cukup lama buat dirinya pergi bekerja. Dia akan menggunakan waktunya itu untuk mencari pekerjaan part time untuk mendapatkan uang lebih.

“Serius, Jev! Lo ngerecokin gue pagi-pagi hanya untuk datang ke tempat ini?”

“Iya, Revan!”

“Lo yang biasanya on time untuk ke kantor malah melipir ke tempat asing ini? Seorang Jevon melakukan hal konyol seperti ini?!”

“Berisik, Van!”

Mendengar keributan di luar kamar kosnya membuat Teresa mengernyit bingung. Namun, coba dia abaikan. Mungkin tetangga sebelah, pikirnya. Dia kembali melanjutkan aktivitasnya yang sedang bersiap untuk bekerja.

Tok! Tok!

Teresa kembali menatap bingung ke arah pintu yang di ketuk. Karena selama dia berada di kos ini. Dirinya tidak pernah dapat seorang tamu. Bahkan, sanak saudaranya pun enggan untuk berkunjung.

Tok! Tok!

Suara ketukan pintu yang kembali terdengar membuat Teresa mau tidak mau untuk melihatnya. Dia membuka pintu dan membelalakkan matanya. Mulutnya refleks ternganga melihat seorang yang datang pagi-pagi ke tempat kosnya.

“Permisi,” sapa Revan berbasa-basi.

Teresa mengatupkan bibirnya ketika sapaan Revan mengembalikan kesadarannya. “I-iya. Cari siapa?” tanyanya.

Tanpa mau berlama-lama, Jevon mengulurkan sebuah map ke hadapan Teresa. Revan meringis kecil melihat tingkah bossy Jevon. Teresa mengernyit bingung. Tidak mengerti. Namun, tak urung mengambil map itu dan membukanya.

Kali ini matanya membola sempurna begitu membaca isi di dalam map yang merupakan kontrak kerja yang konyol.

Kontrak Kerja menjadi Kekasih Kontrak Jevon Maxwell

1. Bersikap layaknya seorang kekasih saat ada di depan publik

2. Bersedia di bawa ke mana saja, acara pertemuan kantor

3. Bersedia melakukan kontak fisik jika di perlukan. (Bergandeng tangan/menggenggam tangan satu sama lain)

4. Di larang membantah

5. Jangan terlalu dekat jika tidak ada hal penting

6. Selalu sedia kapan, dan di mana pun berada saat di panggil.

7. Bisa mengurus keperluan pribadi pihak pertama jika dibutuhkan

8. Di larang baper

9. Di larang dekat dengan lawan jenis/memiliki hubungan.

10. Pihak kedua yang melanggar akan di kenakan sanksi dengan membayar 4x gaji.

Berlaku hingga satu tahun ke depan.

Gaji: Rp. 50.000.000/bln

Bukan persyaratan kerjanya yang membuat Teresa terkejut. Melainkan nominal gajinya. Di dalam otaknya, dia sudah menghitung berapa jumlah uang yang akan dia dapatkan selama setahun menjadi kekasih kontrak orang kaya gabut di depannya ini. Karena tanpa alasan yang jelas. Tidak ada angin, hujan atau pun badai seorang Jevon Maxwell menawarkan kontrak konyol kepada dirinya dan secara langsung.

“Ini, beneran?” Teresa bertanya dengan menatap kedua pria di hadapannya.

Revan menghela nafas dalam, karena Jevon tak kunjung menjawab. Padahal dirinya sendiri yang membuat isi map itu tanpa campur tangan Revan.

“Benar. Itu gaji utama yang akan kamu dapat. Perihal kebutuhan lain yang sewaktu-waktu dibutuhkan akan di tanggung langsung oleh Pak Jevon,” jelasnya sok tahu.

Teresa mendelik kaget. “A ... apakah saya boleh bekerja di tempat lain?” tanyanya tergagap.

Revan tersenyum ramah. “Tentu. Asal kamu bisa mengatur waktunya. Di saat kamu di hubungi kamu harus siap sedia untuk datang.”

Dengan keadaannya yang sedang terimpit ekonomi. Membuat Teresa menerima tawaran Jevon tanpa berpikir panjang. Bahkan, dia langsung tanda tangan kontrak konyol itu.

Jevon yang sedari tadi menatap setiap ekspresi yang Teresa buat tanpa sadar tersenyum samar.

***

Seseorang terlihat tengah mengawasi tindak-tunduk Jevon dari kejauhan segera menghubungi bosnya.

“Bagaimana?” tanya seorang yang di seberang.

“Pagi ini, Pak Jevon berada di tempat kos kumuh bersama sekretarisnya. Sepertinya dia menemui gadis yang ada di video itu,” jelasnya.

“Tetap awasi setiap pergerakan Jevon. Jangan sampai terlewati sedikit pun!”

“Baik Bu Siska.”

Siska yang tengah berada di kediamannya memijit keningnya. Merasa pening dengan tingkah Jevon yang tidak dia mengerti. Aku harus memikirkan rencana berikutnya jika sewaktu-waktu Jevon semakin dekat dengan wanita miskin itu-batinnya.

Terpopuler

Comments

vall

vall

wanjay gajihnya

2023-08-26

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!