Munculnya Masa Lalu

Teresa yang sudah selesai dengan pekerjaannya di Florist, segera membereskan sisa-sisa bunga yang tidak terpakai. Kemudian berpamitan ke Alea untuk pulang lebih dulu.

Tidak memerlukan waktu yang lama, Teresa telah sampai di kantor Jevon. Kemudian memasuki lift bersamaan dengan wanita cantik, yang kebetulan menuju ke tempat yang sama. Namun, Teresa tidak terlalu memusingkannya.

Begitu keluar, dia langsung menuju ruangan Jevon. Tidak menyadari, jika wanita cantik itu juga mengarah ke tempat yang sama. Tanpa mengetuk pintu, Teresa masuk ke ruangan tempat Jevon berada.

Namun, tak ada seorang pun yang ada di sana. Teresa mengernyit bingung, karena Jevon tidak ada di tempatnya. Padahal, dia sudah direcoki dengan telepon dari pria itu untuk segera datang ke sini.

“Kamu siapa?”

Teresa tersentak mendengar ada suara wanita di belakangnya. Lagi-lagi dia tersentak mendapati wanita cantik yang satu lift dengannya tengah berada di ruangan yang sama dengannya.

“Saya?” tanya Teresa polos menunjuk dirinya sendiri.

“Iya. Kamu siapa?” tanyanya dengan memandang Teresa dari atas sampai bawah.

Teresa sedikit risih dipandangi dengan begitu intensnya. “Aku ... pacarnya Jevon,” akunya sesaat setelah teringat akan kontraknya dengan Jevon.

Wanita itu terperanjat kaget. Membulatkan kedua matanya yang sedikit sipit. Kemudian melangkah mendekati Teresa. Dia melihat Teresa penuh selidik, karena tidak sangat masuk akal menurutnya. Seorang Jevon memiliki kekasih yang sangat udik.

“Yakin? Jangan ngaku-ngaku, deh! Mana mungkin selera Jevon turun drastis jadi kayak kamu gini. Udah jelek, dekil, pendek pula,” cemoohnya menunjuk gadis kecil itu dari ujung kepala sampai ujung kakinya.

Teresa yang memiliki mata bulat sontak tambah melebarkan matanya. Dia berkacak pinggang. Membalas menuding wanita asing itu. “Mentang-mentang kamu tinggi, terus kamu merasa cantik? Muka kayak nenek sihir juga,” balas Teresa tidak terima.

Ivana menggeram marah tidak suka dengan perangai gadia kecil di depannya. Sontak mengarahkan tangannya untuk menjambak rambut Teresa.

“Ivana!” seru Jevon ketika melihat tangan wanita itu hendak menarik rambut Teresa.

Kedua wanita berbeda tinggi badan itu sama-sama terlonjak kaget, ketika mendengar suara lantang Jevon. Keduanya juga serempak menoleh ke pria itu dengan diam.

Derap langkah tegas Jevon semakin mendekat. Tak menunggu Jevon sampai padanya. Wanita bernama Ivana itu pun berlari kecil dan memeluk pria itu. Teresa yang melihat pemandangan itu hanya merotasikan kedua bola matanya jengah. Bukan karena cemburu. Hanya saja dia merasa kesal karena telah di katai pendek. Dia sangat sensitive dengan kata itu.

***

Kini Jevon yang tengah sibuk dengan berkas-berkas di mejanya. Memijit keningnya, karena Ivana tidak menjauh sedikit pun darinya. Ivana bergelendotan di pundaknya sejak tadi, sedangkan Teresa acuh tak acuh duduk di sofa fokus dengan ponselnya.

Jevon menggeram ketika matanya melihat Teresa yang seolah tak peduli akan kehadiran Ivana di sini.

“Pergilah, Iv. Aku sedang sibuk!” sentak Jevon mengurai lengan Ivana yang memeluk lehernya dari belakang.

Ivana mendengus. “Kamu kenapa, sih, Je? Tadi malam kamu pergi gitu aja. Sekarang aku samperin ke sini kamu malah bentak-bentak aku!” keluhnya.

Jevon tidak memedulikannya. Pria itu justru kembali melanjutkan pekerjaannya yang telah menumpuk. Melihat itu, Ivana semakin menjadi. Menghentakkan kakinya.

“Apa karena wanita pendek itu?

“Jadi, bener dia pacar kamu?” cecarnya lagi.

Jevon menatap Ivana tajam. “Bisa diam?!” ucap pria itu dingin.

Teresa yang melihat drama bosnya itu, hanya menggelengkan kepala kecil. Kemudian kembali fokus ke ponselnya. Namun, lagi-lagi Ivana berulah yang kini telah berada di dekatnya.

“Minggir!” bentaknya.

Teresa mengalah dan beralih ke sofa sebelahnya. Tidak peduli dengan Ivana yang menggerutu. Tak lama, suara pintu terbuka mengalihkan atensi kedua wanita itu. Akan tetapi, tidak untuk Jevon. Dia tetap fokus ke kertas-kertas yang berserakan itu.

“Anj*r!” kaget Revan begitu netranya mendapati Teresa dan Ivana yang duduk bersebelahan di sofa.

“Berisik!” sergah Jevon. Membuat Revan mengelus dadanya, kemudian menghampiri Jevon. Memberikan berkas yang dia bawa ke pria itu.

“Ini berkas perjanjian dengan perusahaan Adiatama Group. Yang di bawah berkas yang lo minta kemarin,” jelas Revan sesekali melirik kedua wanita yang sedang duduk berdampingan itu.

Jevon menatap sekilas ke arah Revan dan mengangguk. Menyuruh Revan untuk menaruh berkas itu di mejanya. Kemudian Revan sedikit mendekat ke sahabatnya itu.

“Kok bisa mereka berdua ada di ruangan, lo?” bisiknya. Lantas, pria itu langsung mendapat tatapan tajam dari Jevon. Revan menjadi meringis ngeri melihatnya.

“Kenapa lo gak keluar, sih?” sinis Ivana, yang tidak di hiraukan oleh Teresa.

“Selain jelek, dekil, pendek. Lo juga budeg, ya!” imbuhnya.

Teresa menghela nafas dalam. Kemudian menatap Ivana dengan matanya yang lebar. “Pantes ngatain. Orang matanya segaris!” balasnya sengit.

Ivana menggeram. Kemudian menatap Jevon dengan wajah yang di buat-buat melas. “Jevon ... dia ngatain aku,” adunya manja.

Jevon menulikan telinganya, sedangkan Revan mulai mengerti keadaan yang ternyata tidak setenang pikirannya. “Apa sih, Iv. Kamu duluan, kan, yang mulai,” sanggah Revan.

“Kok, kamu belain dia?” ucapnya tak terima, dengan menuding Teresa seenaknya. “Kamu itu temannya aku apa dia, sih?” gerutunya kesal.

Revan menghela nafas jengah. Kemudian mengambil duduk di samping Teresa. Melihat itu, Ivana semakin kesal. Karena kedua pria yang sangat dia kenal malah membela wanita asing yang baru di kenalnya.

Mendapati Revan yang duduk di sampingnya. Membuat Teresa tersenyum lebar. Kemudian Teresa mendekatkan diri ke pria tampan itu.

“Ssst ... Revan?” bisik Teresa.

Revan yang tengah fokus ke ponselnya tersentak. Mengangkat sebelah alisnya menatap Teresa yang berbisik lirih di dekatnya. “Apa?”

Teresa tersenyum. “Nenek sihir itu siapa?” bisiknya lagi. Membuat Revan terkekeh geli.

“Mantan Jevon,” jawab Revan kembali berbisik ke gadis itu.

Teresa membelalakkan matanya. Lantas menoleh ke Ivana yang tengah menatapnya sinis. Kemudian kembali mendekat ke Revan untuk berbisik. “Kok bisa punya pacar spesies nenek sihir. Bukannya nanti malah perang. Om, kan, kejam?”

Kali ini Revan tidak bisa untuk tidak tertawa. Membuat Ivana semakin kesal dan berdiri.

“Kamu ...,” geram Ivana dengan menuding muka Teresa.

“Perempuan gatel. Kurang ajar sekali ngatain aku nenek sihir!” terjang Ivana menjambak rambut Teresa.

Revan terlonjak kaget. Lantas, mencoba melerai kedua wanita itu yang semakin lama semakin ganas. Revan sampek kewalahan. Namun, tak ada tanda-tanda Jevon ingin membantu. Revan sampai terkena cakaran di pelipisnya oleh salah satu wanita itu.

Jevon merasa kesal. Konsentrasinya buyar. Kesabarannya juga habis, sedangkan kedua wanita yang berada di ruangannya tidak kunjung berhenti ribut. Bahkan, dia tidak paham apa yang di ributkan.

Jevon mendesis, lantas berdiri. “Shut up!” bentak Jevon sontak membuat semuanya terdiam.

Seketika itu, Ivana melepas cekalan tangannya di rambut Teresa. Matanya berkaca-kaca menghampiri Jevon guna mengadu kepada pria itu. Akan tetapi, belum sampai dirinya ke tempat Jevon. Suara Jevon telah menginterupsinya. Bahkan, pria itu tidak melirik sedikit pun ke arahnya.

“Revan ... bawa Ivana pergi!” tekan Jevon.

Ivana terbelalak. “Kok kamu gitu?” rengeknya tidak terima diusir secara tidak langsung oleh pria itu.

“Berhentilah Ivana!” geram pria itu.

Melihat Jevon yang semakin mengeraskan rahangnya. Membuat Revan dengan terpaksa membawa Ivana keluar. Karena dia takut Jevon akan semakin murka dan menambah keruh suasana.

Teresa merapikan rambut dan penampilannya. Kemudian menghela nafas lelah. “Aku pulang!” pamitnya lesu kepada Jevon.

“Siapa yang menyuruh kamu pergi?”

Teresa terdiam, tidak melanjutkan langkahnya. Menolehkan kepalanya ke Jevon, sedangkan pria itu menatap tajam Teresa. Membuat nyali Teresa menciut seketika. Aura ruangan pun menjadi dingin dan mencekam. Bahkan, di antara keduanya tidak ada yang mau mengalah untuk memecah keheningan. Hingga akhirnya Teresa menjadi kesal sendiri dan memberanikan untuk menatap Jevon.

“Aku harus ngapain?” tanya gadis itu sebal.

“Buatkan saya kopi, tanpa gula!” titah Jevon yang telah kembali melanjutkan pekerjaannya.

Teresa segera melakukan perintah Jevon secepat mungkin dan menyuguhkannya ke pria itu. “Apa aku udah boleh pulang?” tanyanya lagi.

Tanpa menoleh Jevon menjawab, “Ambilkan paket saya di bawah!”

Teresa merengut. Namun, tak urung dia mematuhinya. Begitu sampai di ruangan Jevon kembali dengan paket yang dia bawa. Teresa berharap akan di perbolehkan untuk pulang. Ternyata nihil. Dia malah di suruh untuk membantunya menghabiskan makanan yang dia pesan barusan.

Gadis itu semakin jengkel, tapi tidak ada kekuatan untuk membantah. Lantas gadis itu memakan makanan dengan mendumel tidak jelas. Tanpa tahu jika Jevon menatapnya sekilas dengan senyum miringnya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!