Perhatian Kecil

Setelah menghubungi Alea untuk meminta ijin libur. Teresa beralih untuk menghubungi Jevon. Akan tetapi, dia bingung. Dia harus menelepon atau mengirim pesan saja. Cukup lama dia terdiam. Hingga tepukan lemah di tangannya, menyadarkan Teresa.

“Ada apa?” tanya Dina—ibu Teresa.

Teresa sedikit tersentak. Menoleh dan tersenyum ke arah sang ibu. “Gak apa-apa, Bu,” jawabnya. Kemudian membenarkan selimut yang di pakai Dina. “Gimana keadaan Ibu, sekarang?” tanyanya khawatir.

Dina tersenyum lemah. Menatap sang anak. “Sudah baikan. Maafin ibu, ya, Nak. Ibu selalu ngerepotin kamu,” ucapnya lirih.

“Siapa yang bilang kalau ibu ngerepotin? Udah, ah, jangan bilang kayak gitu.”

“Kamu tidak pergi bekerja, Nak?”

Teresa yang sedang memijat pelan kaki Dina, menoleh menatap ibunya. “Aku minta libur dulu. Buat jaga Ibu di sini," jawab gadis itu lembut.

“Apa tidak apa-apa kamu libur? Ibu tidak apa-apa kok sendiri di sini,” tanya Dina sedikit cemas.

Teresa tersenyum menenangkan. “Gak apa, Bu. Oh iya, Ibu belum makan. Ayo, Tere suapin!” ucap gadis itu, mengalihkan pembicaraan.

***

Dering ponsel menyentak Teresa dari lamunan-lamunan negative perihal kondisi ibunya. Dia merogoh tas selempangnya, guna mengambil ponsel yang berada di dalamnya.

Nama Jevon tertera di layar ponselnya, membuat Teresa melebarkan matanya. Segera saja dia mengangkat panggilan Jevon.

“Ke kantor sekarang!” Teresa terlonjak kecil ketika perintah yang langsung dia dengar begitu mengangkat panggilan pria itu.

Teresa mengelus telinganya yang sempat berdenging. “Om, boleh, gak? Saya libur sehari ... saja untuk hari ini,” pinta Teresa penuh harap.

“Sesibuk apa kamu, sampai meminta libur?”

Teresa menipiskan bibir. “Bukan begitu, Om. Ibu saya sedang berada di rumah sakit. Om sendiri tau. Jadi ... boleh, tidak. Saya ijin buat temani ibu saya. Untuk hari ini saja,” harapnya.

Jevon mendengus. “Saya tidak mengambil 24 jam waktu kamu. Di sana juga ada perawat. Jadi, jangan banyak alasan!” Keputusan Jevon mutlak.

Teresa memandang nanar layar ponselnya yang telah berubah gelap. Pertanda panggilan telah dimatikan oleh pria itu. Dengan menghela napas berat dan terpaksa. Teresa pun segera pergi menemui Jevon.

Sebelum itu dia berpesan kepada salah seorang perawat untuk bilang ke ibunya. Jika dia pergi bekerja. Tidak lupa juga, dia memberi nomor hpnya kepada perawat itu untuk menghubunginya. Jika terjadi hal mendesak tentang ibunya.

***

Suasana kantor Jevon siang ini cukup ramai. Banyak lalu lalang karyawan yang tengah sibuk dengan pekerjaannya masing-masing. Kali ini Teresa tidak lagi di cegat oleh resepsionis. Dia langsung saja menuju di lantai paling atas kantor itu. Di mana ruangan CEO berada.

Revan yang baru akan masuk ke ruangan Jevon, mengernyit mendapati Teresa baru keluar dari lift dengan langkah lesu.

“Teresa?”

Merasa namanya terpanggil membuat gadis kecil itu mendongakkan kepalanya. Matanya menyipit karena tersenyum. Melihat Revan lah yang menyapanya. Kemudian, dia berlari kecil ke arah pemuda tampan itu.

“Hai, Revan,” sapanya.

“Bukannya, Ibu kamu masuk rumah sakit?”

Teresa mengangguk lesu. Membuat Revan lagi-lagi mengernyitkan dahi bingung. “Lalu? Kenapa kesini? Gak jagain ibunya?” tanyanya bertubi-tubi.

Teresa menghela nafas dalam. Kemudian menatap Revan. “Makanya itu. Aku sudah ijin buat jaga ibu, malah si Om itu ngotot nyuruh aku kesini. Padahal aku itu minta libur satu hari aja. Tapi, tetap aja Om-om itu maunya sendiri,” ucap Teresa menggebu-gebu.

Revan melihatnya sudah tertawa terpingkal-pingkal. Apalagi saat Jevon yang di panggil Om oleh Teresa.

“Mau sampai kapan kalian berada di situ? Belum puas membicarakan saya?!” seru Jevon dari dalam ruangannya.

Revan dan Teresa kompak terdiam. Kemudian meringis ngeri, karena sudah ketahuan membicarakan Jevon. Lagi pula bisa-bisanya mereka berdua lupa jika berada di depan ruangan pria kejam itu.

Kemudian kedua orang itu menyeret paksa kakinya untuk segera masuk menemui Jevon. Benar saja. Begitu kedua orang itu masuk. Jevon telah duduk di meja kerjanya. Menatap datar Teresa dan Revan.

Revan mendengus. Melangkah mendahului Teresa. Kemudian duduk di sofa yang berada di tengah ruangan Jevon. Sedangkan Teresa melirik iri dengan Revan yang tampak tenang, tak takut kepada Jevon.

“Apa Revan seganteng itu?” Suara Jevon yang bertanya membuat Teresa tersentak. Kemudian lekas mendekat ke hadapan Jevon.

“Kenapa gak jawab?” tanya Jevon lagi.

“Eh ... yang mana, Om?”

Jevon melotot. “Kenapa kamu manggil saya Om?” tanyanya lagi.

Teresa tanpa sadar merotasikan kedua bola matanya kesal. Karena Jevon jadi cerewet. “Waktu itu, Om melarang saya untuk manggil Pak!” balas Teresa.

Jevon menaikkan sebelah alisnya tinggi. “Lalu kenapa hanya manggil saya Om. Sedangkan ke dia kamu manggil nama saja?” ucapnya menunjuk Revan yang tengah meminum kopi.

“Bukannya memang lebih tua, Om, ya, daripada Revan?” sahut Teresa polos. Membuat Revan menyemburkan kopi yang di minumnya.

Jevon mengumpat. Kemudian menatap tajam Teresa. “Ikut saya!” ajaknya lalu melesat pergi dengan sumpah serapah yang masih dia luapkan.

***

“Kamu mau makan apa?” tanya Jevon dengan melihat Teresa yang sedang mengernyit bingung membaca daftar menu makanan yang di pegangnya.

Memang sekarang mereka berada di salah satu restoran mewah. Untuk makan siang, dan juga menemui salah seorang teman Jevon.

Teresa menghela nafas lelah. Kemudian menatap Jevon. “Samain aja sama pesanannya Om,” putusnya pasrah karena tidak mengenal satu pun makanan yang yang ada daftar menu.

“Yakin?” Jevon kembali bertanya. Yang hanya di balas anggukan lemah oleh Teresa. Kemudian Jevon berbicara kepada pelayan restoran itu mengenai makanan yang akan dia pesan.

“Sebentar lagi akan ada teman saya kesini. Kamu jangan manggil saya Om. Mengerti?!” ujar Jevon mengingatkan gadis itu.

“Iya, Om," jawab gadis itu jengah karena sudah kesekian kalinya Jevon mengingatkan hal ini.

Tepat ketika mereka berdua selesai makan siang. Teman Jevon datang. Ternyata temannya itu tidak sendiri. Melainkan bersama pasangannya.

Jevon mempersilahkan temannya untuk duduk dan memesan makanan atau pun minuman. Tidak lupa pula, dia mengenalkan Teresa kepada temannya itu sebagai kekasihnya.

Teresa tersenyum canggung ketika membalas uluran tangan temannya Jevon yang bernama Alice dan Justin. Mereka juga sangat ramah. Bahkan, Alice tidak ragu untuk mengajak Teresa berbicara layana teman dekat.

“Sepertinya yang kali ini kamu tepat memilihnya, Jev,” ucap Alice tepat sebelum pamit pergi.

Jevon menatap bingung ke arah Alice. Kemudian Justin menjelaskan. “Kekasih kamu yang sekarang sudah tepat untuk di bawa ke pelaminan."

Teresa tersentak begitu juga Jevon. Namun, segera Jevon menormalkan ekspresinya dan tersenyum membalas ucapan temannya itu dan menanggapi seadanya.

Sepeninggal temannya, Jevon pun membawa Teresa ke apartemennya. Biasa, untuk memberi makan Shion dan Lion. Sembari menunggunya mandi. Setelah itu barulah Jevon mengantar gadis kecil itu untuk kembali ke rumah sakit.

Teresa tersenyum mendapati ibunya yang tengah tertidur lelap di brankarnya. Kemudian dia melepaskan tas selempang dan merebahkan dirinya di sofa yang tersedia di kamar inap itu. Namun, tanpa sengaja netranya menangkap bingkisan buah yang berada di atas meja samping brankar Dina.

Teresa tidak bisa untuk menahan bibirnya yang tertarik ke atas, tersenyum ketika membaca note kecil yang ada di bingkisan buah itu.

Istirahat. Semoga ibumu cepat sembuh.

Ttd

Maxwell

***

Mendapat laporan dari orang suruhannya. Siska menggeram mengetahui Jevon yang semakin dekat dengan Teresa. Dia merasa curiga akan hubungan keduanya. Dia yang sedang menikmati teh hijau di halaman belakang rumahnya, menjadi tidak berselera.

Siska mulai berpikir cepat. Memutar otak, agar Jevon tidak bersama gadis miskin itu. Karena kalau tidak, semuanya akan menjadi kacau. Kemudian Siska menyuruh orang suruhannya itu agar selalu memantau pergerakan Jevon dari jauh. Agar tidak ketahuan oleh anaknya itu. Karena, jika hal itu terjadi. Bisa-bisa Jevon akan murka.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!