Teresa cukup menikmati hidupnya di tempat yang baru. Udara yang sejuk dan jauh dari hiruk pikuk orang-orang dan bisa menemani ibunya. Andaikan aku bisa hidup seperti ini tanpa harus bekerja. Tapi uang tetap mengalir-Teresa mengkhayal.
Gadis itu terkekeh dengan khayalannya dan kembali melanjutkan pekerjaannya menyapu teras rumahnya. Namun, tak seberapa lama dia jadi teringat akan sosok Jevon yang sudah cukup lama tidak dia temui, bahkan tidak komunikasi karena dia terpaksa ganti nomor.
Entah dari mana asalnya, dia tiba-tiba teringat akan sosok Jevon yang kejam itu. Sebenarnya sih tidak kejam, karena selama dia kenal, tak pernah sekalipun pria itu kasar atau bermain tangan dengannya. Makanya, sampai sekarang dia masih bingung. Kenapa pria itu sampai diberi julukan “pria kejam”. Terlebih lagi dia sosok pencinta kucing.
Cukup lama dia terdiam teringat akan sosok Jevon. Tiba-tiba ada suara orang yang membuat dirinya tersentak kaget.
“Permisi, Mbak, mau tanya rumah—,” ucapan pria itu terpotong saat Teresa menoleh kepada orang itu.
“Teresa!”
“Sakha!”
Keduanya sama-sama kaget. Kemudian tanpa sadar mereka berdua saling menghampiri dan berpelukan. Mereka berdua berseru heboh karena kembali bertemu setelah sekian lama.
Kini keduanya sudah duduk di ruang tamu dengan sama-sama heboh bercerita panjang dan lebar mengenai masa kecil hingga beranjak remaja. Karena kegaduhan itu, Dina yang tengah berada di halaman belakang rumah buru-buru untuk melihat siapa yang datang.
Dina memanggil Teresa untuk menanyakan siapa yang datang. Gadis itu pun menghampiri sang ibu dan membawa ibunya untuk dikenalkan kepada Sakha Adiatama Putra.
“Kok Ibu gak pernah tau kamu punya teman cowok ganteng, Nak?”
Pertanyaan Dina membuat Teresa dan Sakha tergelak. “Dia kan teman berkelahi dulu, Buk. Ya Ibu gak tau,” sahut Teresa.
Dina terbelalak kemudian memandang Sakha tak percaya. “Masa iya? Gak mungkin, ah, Nak Sakha suka berkelahi,” bantahnya tak percaya.
Teresa mendengus. “Ibu gak tau aja, dia itu ngeselin aslinya. Makanya sering bertengkar sama aku. Cuma pas besar udah gak lagi, sih,” paparnya.
“Jangan gitu, lah, Sa. Aku ini anak baik-baik, kok,” elak Sakha.
“Iya baik. Baaaikkkk sekali. Sampek suka ganggu aku pas lagi main. Mana suka sekali narik rambut aku kalau lagi diikat satu,” sindir Teresa membuat Dina geleng-geleng kepala.
“Ya habisnya rambut kamu itu kenak mataku. Kalau jalan suka goyang-goyang. Lucu juga, sih, kayak buntut kuda,” terangnya mulai memancing emosi gadis kecil itu.
Teresa mendelik. “Tuh, kan, Buk. Dia itu ngeselin. Jadi jangan percaya sama muka-muka gantengnya,” adu Teresa kesal kepada Dina.
“Sudah-sudah. Kalian ini udah dewasa masih mau bertengkar aja,” tegur Dina..
“Ibu mau bikinin Nak Sakha minuman dulu,” imbuhnya.
Sakha terkikik geli melihat Teresa yang mendengus kesal karena ulahnya. Pria itu memang suka sekali menjahili Teresa hingga gadis itu kesal.
“Jadi, kamu mengakui kalau aku ini ganteng?” celetuk Sakha dengan menaik turunkan alisnya.
Teresa merotasikan kedua bola matanya jengah dengan tingkah kepedean temannya itu. “Serah kamu lah,” sahutnya sebal.
Sontak Sakha terbahak. Pria itu meskipun tampan, dengan wajah putih, kalem, adem bak ubin masjid. Akan tetapi, kelakuannya sangat bertolak belaka dengan wajahnya. Tingkahnya random, tidak bisa diam, petakilan dan hampir gila menurut Teresa. Namun, untuk saat ini penampilan pria itu sudah berubah total menjadi sosok yang rapi tidak urakan seperti dulu.
“Oh iya, kamu kok bisa ada di sini?” tanya Sakha penasaran.
Teresa sedikit tersentak. Namun, segera dia normalkan lagi ekspresinya. Dia tersenyum menatap Sakha.
“Iya, lagi ada kerjaan bentar di sini. Kalau kamu?” tanya Teresa senormal mungkin.
Sakha terdiam cukup lama, terlihat seperti menimbang-nimbang untuk menjawab pertanyaan Teresa. Kemudian pria itu membalas senyum Teresa dengan tak kalah lebar. “Aku lagi ada dinas kerja di sini. Mungkin sekitar 5 harian atau lebih,” jelasnya.
Teresa mengangguk mengerti. Tanpa menyadari jika Sakha tengah bernafas lega. “Kamu kerja di mana, Kha?” tanya gadis itu lagi.
Sakha merasa skakmat. Dia segera memutar otaknya untuk berpikir cepat. Mencari ide yang cukup masuk akal.
“Aku ... kerja di kantor furniture gitu. Di sini aku buat tinjau lokasi pembuatan kantor cabang baru,” terangnya.
Lagi-lagi Sakha menghela nafas lega, karena Teresa mempercayainya. Dia tidak bermaksud berbohong kepada Teresa perihal statusnya yang seorang CEO Adiatama Group. Pria itu hanya ingin berinteraksi dengan nyaman tanpa embel-embel statusnya.
Dirinya sudah cukup muak dengan pertemanan dirinya dengan banyak orang, hanya karena bisnis, keturunan orang atas, atau hanya berteman, karena memanfaatkan dirinya.
Terlebih lagi dengan Teresa. Seorang gadis yang mencuri perhatiannya sejak dulu. Sakha ingin menikmati pertemuannya dengan Teresa dengan normal, kalau bisa sampai menjadi pasangan. Memikirkan hal itu sudah membuat Sakha tersenyum sendiri.
***
Revan mennghubungi Teresa pesan perihal dirinya yang tidak bisa berkunjung karena tengah sibuk akan pekerjaannya dengan Jevon. Tidak lupa juga sekretaris tampan itu memberi nomor Alea yang berhasil dia dapatkan tadi sore dengan susah payah. Mereka berdua berbicara sebentar, karena suara Jevon menggema, memanggil Revan. Membuat kedua untuk mengakhiri panggilan.
Teresa yang sudah lama tidak mendengar suara Jevon tertegun. Perasaannya menghangat tanpa dikehendaki. Dia tidak tahu perasaan apa itu. Hanya saja, saat mendengar suara pria itu sudah bisa membuat dirinya tenang, karena pria itu baik-baik saja. Mana mungkin pria itu tidak baik. Memangnya siapa yang akan berani mengusiknya.
Suara ketukan pintu membuat dirinya tersadar dari lamunan akan Jevon dan buru-buru membuka pintu untuk melihat siapa yang datang mengunjunginya.
Cengiran lebar Sakha membuat Teresa mendengus, dan menyuruh pria itu untuk masuk dengan pintu yang dibiarkan terbuka. Pria itu membawa satu kotak martabak manis yang diulurkan ke Teresa. Dengan senang hati wanita itu menerimanya dengan berbinar.
“Tau banget kalau aku sedang pengen makanan manis-manis,” celetuk gadis itu yang sudah membuka kotak martabak.
Sakha tergelak, kemudian tersenyum lebar. “Iya, dong! Sakha pria terpeka sejagat raya, nih,” akunya dengan menepuk pelan dadanya, yang mendapat umpatan kasar dari gadis itu.
“Hei! Seorang gadis tidak boleh berkata kasar,” tegurnya memukul pelan mulut Teresa.
“Udah, deh. Mending kamu bantuin ngabisin martabak ini. Dari pada ngoceh gak jelas,” protes Teresa yang langsung memasukkan satu potong besar martabak ke dalam mulut Sakha.
Teresa tertawa lebar melihat wajah Sakha yang menjadi bengkak karena mulut penuhnya. Berbeda dengan Sakha yang tercengang melihat Teresa tertawa lepas karena dirinya.
Sakha merasa jantungnya berdegup dengan kencang melihat gadis itu memakan martabak dengan tawa yang masih sesekali dia tampakkan.
Sepertinya perasaan pria itu kepada Teresa masih tersimpan dengan rapi di dalam hatinya sampai sekarang dan kini perasaan itu meluap ketika bertemu lagi dengan sosok nyata yang cukup lama tidak ditemuinya.
Sakha tersenyum dengan wajah yang sedikit merona. Berbeda dengan dulu. Kali ini aku sudah berani untuk melangkah lebih jauh dengannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments
Memelia Paixao
saingan jevon nih
2023-08-12
0
Araaa❣️🍭
next Thor 🤩
2023-08-04
1