Pemecatan Teresa

Fira keluar dari ruangan ganti, menatap heran Teresa yang memakai pakaian aneh. Ia tampak seperti buronan, dengan cardigan, topi dan masker serba hitam yang menutupi hampir seluruh wajahnya.

“Kamu kenapa?” Tanya Fira penasaran begitu Teresa masuk ke toko.

Teresa menghela nafas lelah. Membuka segala perintilan aneh yang melekat di tubuhnya. Hingga kembali menjadi Teresa biasanya. “Gara-gara video itu banyak orang-orang yang memandang aku sinis. Malah semakin terang-terangan ngatain aku," jelasnya mencuatkan bibir.

Fira merasa kasihan kepada temannya itu. Karena dia juga tahu sendiri. Tidak sedikit orang yang mengatai Teresa. Bahkan, sebagian teman kerjanya juga melakukan hal yang sama. Dia tidak habis pikir. Bagaimana bisa mereka seperti itu, sedangkan Teresa sangat baik ke mereka.

“Kenapa juga tak ada konfirmasi dari si Jevon, Jevon itu. Apa ini tidak mengganggunya?” gerutu Teresa kesal.

Berita tentang skandal video itu sudah berlalu seminggu yang lalu. Akan tetapi, berita itu tak kunjung mereda, malah semakin naik. Semengerikan itu pengaruh seorang Jevon Maxwell.

“Udah. Jangan terlalu di pikirkan. Toh nanti gosipnya akan menghilang dengan sendirinya,” ucap Fira mencoba menenangkan Teresa. Padahal dia sendiri juga tidak tahu pasti. Berita itu akan segera meredam atau tidak.

Mendengar ucapan temannya, Teresa tersenyum. “Makasih, ya, Fir.”

“Yaudah ayo balik kerja. Nanti malah di omelin sama Bu Sinta,” ajak Fira yang diangguki Teresa.

Mereka berdua pun kembali bersemangat untuk memulai kerjanya di toko itu. Teresa kembali ke jati dirinya, yang ceria dan rajin. Melupakan sejenak masalah yang tengah mengujinya. Karena mencari uang adalah prioritas keduanya setelah kesehatan ibunya.

***

Di dalam ruangan gedung bertingkat. Revan yang baru saja kembali dari rumah orang tuanya, membuka pintu ruangan itu dengan kasar.

Brak!

Sang pemilik ruangan yang tengah menikmati segelas kopinya mengangkat alisnya tinggi. Melihat sekretarisnya masuk dengan tidak sopan. Akan tetapi, dia hanya diam menunggu. Kiranya hal apa yang membuat Revan, sang sekretaris melakukan tindakan seperti ini.

“Gila lo, Jev!” seru Revan menuding muka bosnya.

“Apa?”

“Gue tau ini semua ulah, lo, kan? Soal video!” sahut Revan.

Jevon membenarkan posisi duduknya sedikit menegap. Ketika dia sudah mulai mengerti arah pembicaraan Revan. “Gue seperti mendapatkan kesenangan yang selama ini hilang, Van.” Jevon terkekeh menatap Revan yang berdiri di depannya.

“Dia gak ada salah apa-apa sama lo, Jev! Jangan membawa orang lain masuk ke hidup lo yang rumit itu,” protes Revan meradang.

“Tenang, Revan. Gue hanya bermain-main sebentar. Tidak membunuhnya.” Jevon menyahut dengan nada tenang kemudian tersenyum.

Revan mendelik, menggeleng kecil tidak habis pikir dengan jalan pikiran Jevon, yang sialnya sahabat kecilnya sendiri. “Kalo sampek hal itu terjadi. Gue sendiri yang nyeret lo ke rumah sakit jiwa!”

Jevon tertawa mendengarnya. “Lo terlalu serius, Bro. Itu akan ngebuat lo cepat tua,” ucap Jevon bercanda.

“Dan tingkah lo yang ngebuat gue menua dengan cepat,” balas Revan pedas.

“Mau bertaruh?” tanya Jevon yang kini sudah memasang wajah datarnya. Tidak lupa seringai kejamnya.

Revan mengerang frustrasi mengusap wajahnya kasar. “Ya Tuhan, Jevon!!! Apa lagi?!” pekik pria itu dengan wajah lelah.

Wajah Jevon kini berubah dingin dan datar. Dia memainkan jarinya memutar dia atas gelas kopi yang dia nikmati. “Tidak akan lama, seekor tikus akan terperangkap,” ucapnya ambigu. Kemudian dia kembali melihat Revan, “Bagaimana menurutmu?”

Revan menghela nafas panjang. “Jangan terlalu lama bermain-main. Kalau elo tidak ingin masuk ke perangkap lo sendiri! Dan gue berharap itu tidak terjadi,” pesannya kepada Jevon sebelum dia keluar dari ruangan sahabat sekaligus bosnya itu.

***

Melihat tayangan televisi bahkan hampir di seluruh sosial media berisi tentang skandal ciuman anaknya. Membuat Siska, mama dari Jevon Maxwell menggeram marah. Dia yang berada di ruang tengah di kediaman Maxwell itu bergegas untuk masuk ke dalam kamarnya untuk bersiap-siap.

Siska akan turun tangan sendiri mengenai berita yang tak kunjung di konfirmasi oleh anaknya itu. Dirinya menghubungi semua kenalannya untuk segera meredam berita yang tengah beredar dan juga menghapus seluruh video yang sudah tersebar.

Tidak sampai di situ, kini Siska sudah berada di salah satu restoran elit di daerah Jakarta Pusat. Untuk menemui salah satu koleganya.

“Selamat siang, Bu Siska,” sapa Sinta. Manager toko pakaian tempat Teresa bekerja.

Siska tersenyum ramah menyambut kedatangan koleganya. “Selamat siang, Sinta.” Kemudian dia mempersilahkan Sinta untuk duduk di hadapannya dan memesan makanan.

Setelah menikmati makan siang yang terasa mencekam. Sinta menghirup napas dalam, menenangkan diri. “Kiranya ada hal apa, ya? Sampai Bu Siska repot-repot untuk menemui saya secara langsung?” tanyanya.

Siska yang tengah menikmati teh hijaunya tersenyum. Menatap Sinta. “Anda sangat terburu-buru ternyata, ya?”

Mendapat balasan seperti itu membuat Sinta gelagapan. “Bu ... bukan seperti, Bu. Hanya saja—“

“Tidak apa-apa. Saya juga akan langsung berbicara poinnya saja,” sela Siska. Dia menatap Sinta serius. Hingga orang yang di tatap merasa gugup.

“Apakah toko tempat kamu bekerja kekurangan saham?” tanyanya.

Sinta menggeleng kecil. “Suntikan saham dari ibu sangat membantu untuk menaikkan kualitas toko. Kenapa ya, Bu?”

Lagi-lagi Siska tersenyum. “Apakah kiranya ada sedikit wewenang untuk saya atas toko itu?”

Sinta tersentak kecil. Sedikit takut akan nasib toko yang dia jaga. Dia sudah memikirkan kemungkinan-kemungkinan buruk yang akan menimpanya. Namun, kekehan kecil dari Siska membuat Sinta kembali tersadar.

“Saya tidak akan meminta toko untuk menjadi milik saya. Saya hanya ingin satu orang saja ... keluar dari toko itu,” jelas Siska.

Sinta menganga kecil. Kemudian mengatupkan bibirnya. “Si ... apa?”

“Teresa Pratista!”

Satu nama yang terucap dari mulut Siska membuat Sinta kembali ternganga, terkejut. Namun, dengan cepat dia mengembalikan ekspresi normalnya. Karena setidaknya dia mulai paham. Hal apa yang membuat nyonya besar Maxwell ini mau turun langsung seperti sekarang.

Sangat di sayangkan dia harus mengeluarkan pegawai yang kinerjanya baik. Demi menjamin toko yang ia jaga gulung tikar.

***

Sedang asyiknya melayani pengunjung yang untungnya tidak julid dan rewel. Teresa malah mendapat panggilan dari Sinta. Katanya penting membuat dia mau tidak mau segera menghampirinya. Meninggalkan pelanggannya kepada Fira.

“Permisi. Ada hal apa ya, Bu?” tanya Teresa ketika dia sudah berdiri di hadapan Sinta.

“Duduklah! Ada yang ingin saya sampaikan ke kamu,” ucap Sinta.

Teresa duduk dan mencoba berpikir hal apa kiranya yang membuat sang manager memanggilnya. Jika tidak ada kesalahan tidak mungkin dia di panggil. Akan tetapi, dia tidak merasa melakukannya. Terakhir perihal bikini yang di curi orang itu.

“Ekhem.” Sinta berdeham mengalihkan atensi Teresa. “Jadi begini, Tere. Kamu sudah pasti tahu bukan. Perihal berita yang menjadi topik nomor satu sekarang,” ucap Sinta.

Teresa tercenung mendengarnya. “I ... iya, Buk,” jawabnya tergagap.

Sinta menghela napas. “Karena berita itu berkaitan sama kamu. Membuat toko ini di nilai buruk oleh banyak orang. Bahkan penjualan semakin menurun.” Sinta sejenak menatap Teresa yang tampak cemas. “Sangat di sayangkan. Demi mempertahankan kualitas toko. Saya dengan terpaksa harus mengeluarkan kamu,” putusnya mutlak.

Teresa sontak terkerjut. Tidak ada sebulan hidupnya kembali di uji. “Maksud Bu Sinta apa?” tanyanya. Kemudian Teresa menggeleng kecil. “Sa-ya di pecat?” tanyanya lagi dengan lemah yang di angguki oleh Sinta.

“Maaf, Tere. Ini sudah keputusan dari pihak atasan. Saya tidak bisa berbuat apa-apa,” ungkap Sinta tak ingin dibantah.

Teresa mengangguk kecil seolah tidak apa-apa. Dia menghapus air matanya yang tadi sempat terjatuh. “Baiklah, Bu. Kalau begitu saya pamit undur diri,” pamitnya dan keluar dari ruangan yang membuatnya sesak itu.

Gadis itu keluar dari ruangan sang manajer dengan langkah gontai dan duduk kursi tunggu dengan wajah tertunduk lemas. Pikirannya berkecamuk akan hidup yang akan dia jalani kedepan. Pekerjaan satu-satunya yang dia punya untuk menopang hidup, kini sudah tak bisa lagi dia andalkan. Dirinya dipecat, hanya karena masalah yang dia sendiri juga tak ingin melakukannya.

Teresa merasa dunianya sudah sangat gelap dan buntu. Dia tidak tahu di mana dia harus mencari pekerjaan baru. Dengan bermodalkan ijazah SMA dan tidak memiliki bakat apa pun.

Rasanya dia ingin berteriak sekencangnya guna melampiaskan rasa yang memebelenggu di hatinya. Ingin rasanya dia bunuh diri. Namun, dia masih teringat akan ibunya yang harus rutin cuci darah, setidakya seminggu sekali dan ibunya tidak memiliki siapa pun selain dirinya. Belum lagi kamar kos yang harus dia bayar. Tabungan yang di milikinya juga tidak seberapa, bahkan sepertinya tidak akan cukup untuk makan selama satu bulan ke depan.

Teresa berkemas dan tak ada satu pun karyawan toko yang mengucpkan kalimat penenang atau setidaknya perpisahan. Semunya hanya menatap prihatin ke gadis itu dan tak sedikit pula yang masih berbisik buruk tentangnya. Teresa merasa hidup sangat kejam padanya. Bahkan, Fira yang selama kni dekat dengannya tidak berani mendekat. Akan tetapi, Teresa tahu, jika sahabatnya itu bukan tidak ingin mendekat, karena sudah sebuah aturan dari sang manajer untuk tetap bekerja di posisi masing-masing.

Teresa keluar dari toko dengan ransel di pundak kanannya menatap toko tempat dia bekerja 2 tahun terakhir ini sekali lagi. Kemudian dia menghela napas dan pergi dari toko itu. Tanpa sadar air matanya menetes. Tuhan kenapa harus aku?

***

“Ada apa?” suara di seberang menyahut.

“Bereskan orang-orang yang mengusik mainanku,” ucap Jevon memerintah. Kemudian menutup panggilannya sepihak.

Di memutar-mutar kursi yang di dudukinya. Lalu menghadap ke arah luar jendela kaca di ruangannya. Menatap gedung-gedung tinggi dan jalanan yang padat merayap dari atas gedung miliknya.

“Justru ini akan memudahkanku. Aku akan berterima kasih padamu, Mama!” gumamnya dengan senyuman mengerikan.

Terpopuler

Comments

Ig:@saffana219

Ig:@saffana219

sabar ya Tere😢

2023-08-29

0

vall

vall

waduh.

2023-08-26

0

Yaruna

Yaruna

Loh? Teresa dipecat😭

2023-08-08

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!