Vivi membuka matanya ketika matahari sudah sangat terik, diapun segera membersihkan dirinya di kamar mandi, setelah itu dia bergegas menuju dapur untuk menyiapkan makan siang untuk suaminya yang masih terlelap dikamarnya.
Hanya masakan sederhana yang biasa Vivi masak dirumah, karena memang penghasilan Vivi mengharuskannya untuk berhemat.
Satu bulan pernikahan mereka sangat harmonis layaknya pernikahan pada umumnya, walaupun Dicky bukanlah sosok yang romantis akan tetapi dia punya cara tersendiri untuk membuat pernikahannya terkesan harmonis.
Dicky selalu menceritakan semua kejadian kejadian yang dia alami kepada Vivi, kejadian diluar ataupun kejadian di tempat kerjanya. Sampai semua nama teman teman Dickypun Vivi hafal karena saking tiap harinya bercerita tentang mereka semua.
Sikap Dicky mulai agak berubah saat dia harus kehilangan pekerjaannya karena kondisi perusahaan yang krodit dan mengharuskan cafe dimana tempat Dicky bekerja ditutup. Dicky menjadi pendiam, tidak seceria biasanya, dan dia cenderung gampang emosi, apalagi saat Vivi melakukan kesalahan, walaupun kesalahan itu sangat sepele.
Vivi yang tentu saja memaklumi hal itu karena dia merasa mungkin Dicky stress menghadapi kenyataan bahwa dia menjadi seorang pengangguran yang hanya duduk diam saja dirumah.
Sebenarnya Dicky seorang anak yang dimana dia dilahirkan dari kedua orang tua yang mapan, hanya saja Dicky mempunyai kepribadian tertutup kepada keluarganya. Dia tidak ingin keluarganya mengetahui hal pribadi tentang dirinya sekecil apapun itu, termasuk asal usul Vivi yang merupakan janda beranak satu saat menikahi Dicky.
Dicky terkesan sangat menutupinya rapat rapat dari keluarganya, mungkin dia takut dan malu untuk mengatakan hal itu kepada keluarganya mengingat nama baik orang tuanya yang terpandang di kalangan menengah keatas.
Berbeda dengan keluarga dari pihak Vivi, orangtua Vivi tidak mau Dicky merahasiakan tentang status Vivi kepada keluarganya, hanya saja Dicky yang bersikukuh tetap merahasiakannya, menjadi berbohong kepada orangtua Vivi kalau keluarganya sudah tau dan mau menerima Vivi apa adanya.
Ayah Dicky seorang pengusaha yang sukses dibidang properti, sedangkan ibunya adalah pemilik toko kue yang sudah terkenal di kotanya. Sebenarnya Dicky dengan mudah bisa mendapatkan pekerjaan atau memegang salah satu bisnis orang tuanya, tapi Dicky bersikeras untuk bisa berdiri dengan kakinya sendiri tanpa bantuan dari orang tuanya.
Beberapa menit berlalu Vivi dikagetkan dengan kedatangan Dicky yang tiba tiba menghamburkan pelukannya dari belakang.
"Ya ampun Mas..aku kan kaget..." ucap Vivi.
"Kamu masak apa?" saut Dicky menyeringai tanpa melepaskan pelukannya.
"Aku masak balado terong, dan goreng ikan kembung, ya sudah mandi dulu sana!" ucap Vivi membalikan badan dan mendorong Dicky menuju kamar mandi.
"Kamu tidak mau mandi bareng?" saut Dicky menyeringai yang memikirkan hal lainnya.
"Aku udah mandi mas," jawab Vivi berlalu meneruskan masakannya.
Setelah Dicky selesai mandi diapun langsung duduk di meja makan dan bersiap menyantap makanan yang sudah disiapkan isterinya tadi.
"Mas hari ini apa kamu bisa antar aku ke rumah ibu?" tanya Vivi sambil menyodorkan piring yang sudah berisi nasi disertai lauknya.
"Mau apa?" saut Dicky datar.
"Aku kan kemarin sudah kehilangan tasku, ponsel dan uangku semuanya diambil, ya aku sekarang mau ke rumah ibu untuk meminjam uang mas, untuk membeli ponsel baru, karena aku sangat membutuhkannya untuk mencari pekerjaan baru." timpa Vivi lirih.
"Ya sudah aku antar tapi aku langsung pergi ke rumah Frans ya, dan kamu tidak nginap disana kan?" tanya Dicky kemudian.
"Engga mas, aku hanya sebentar saja."
"Ya sudah kalau gitu tapi kamu bisa kan pulang sendiri? Karena aku masih ada urusan." timpa Dicky.
"Iya mas, nanti aku minta antar sama Arif aja." saut Vivi yang agak kecewa.
Sebenarnya Vivi sangat menginginkan Dicky menjemput lagi nanti ke rumah orangtuanya, tapi ya sudah dia tidak memperpanjang lagi, karena dengan Dicky mau mengantarkan nya pulangpun sudah membuat Vivi merasa bahagia, Vivi takut Dicky malah jadi emosi kalau dia meminta hal yang lebih dari itu.
Selesai makan merekapun bersiap untuk segera ke tempat Ibu Usi dan Ayah Tio, mereka adalah orang tuanya Vivi. Keluarga Vivi memang hidup dengan sederhana, ayahnya hanya seorang satpam di hotel berbintang 3, sedangkan ibunya mempunyai warung sembako sederhana yang dia kelola sendiri.
Ya cukuplah untuk menyekolahkan adik semata wayang Vivi yang bernama Arif untuk bersekolah di salah satu Sekolah menengah atas negeri, karena ibu Vivi adalah wanita yang pandai dalam mengelola keuangan, jadi mereka mempunyai tabungan yang cukup.
Sebenarnya waktu Vivi menyelesaikan sekolah menengah atas nya, orangtuanya juga menyarankan Vivi untuk meneruskan ke sekolah yang lebih tinggi, ke Universitas Negeri, tapi entahlah saat itu Vivi mengambil keputusan yang terlalu cepat untuk menikah di usia muda, tanpa memikirkan konsekuensinya.
*
Dicky dan Vivi mengendarai kendaraan maticnya menuju ke rumah orang tua nya di kampung halamannya di daerah Subang, sebenarnya Dicky diberi fasilitas motor dan mobil oleh kedua orang tuanya, hanya saja dia menolaknya, dan lebih memilih motor matic yang dia peroleh dari hasil bekerjanya selama ini.
Pepohonan yang rindang, hawa yang sejuk karena melewati gunung Tangkuban perahu, ditambah lagi kebun teh yang menghampar menambah suasana hati tenang saat melewatinya. Tidak seperti di kota dengan hiruk pikuk kendaraan yang membuat macet, dan jalanan yang sudah dipadati dengan kantor dan gedung gedung yang tinggi.
Tidak berapa lama merekapun sampai ke rumah orangtua Vivi.
"Assalamualaikum.." saut Vivi dari luar rumah.
"Waalaikumsalam..." terdengar suara Arif yang menjawab salam.
"Kak Vivi, masuk!" ucap Arif yang mengulurkan tangannya untuk mencium tangan kakak nya dan kemudian beralih pada kakak iparnya.
"Ayah kerja rif?" tanya Vivi sambil duduk di kursi ruang tamu, disusul Dicky disebelahnya.
"Iya kak, Ibu ada diwarung, Arif panggilkan ya, sebentar." gegas Arif berlalu pergi menuju warung yang tidak jauh dari rumahnya.
Tak berapa lama terdengar suara Ibu Usi mengucapkan salam, "assalamualaikum..."
"Waalaikumsalam..." saut Dicky dan Vivi kompak.
Segera merekapun menyambut kedatanggan Ibu Usi dengan berdiri dan mencium tangannya.
"Ibu sehat?" tanya Dicky tersenyum manis kepada ibu mertuanya.
"Alhamdulillah ibu sehat nak," jawab ibu tersenyum ramah.
"Bagaimana kabar kalian?" timpa Ibu yang langsung duduk di kusi bersebelahan dengan Vivi.
"Kami alhamdulillah baik bu." jawab Dicky dan Vivipun tersenyum dibuatnya.
"Sebentar ibu bikinin minum dulu ya." ucap ibu seraya melangkahkan kakinya menuju dapur.
"Tidak usah bu, saya mau langsung pamit bu, saya masih ada urusan. Dicky yang membuat ibu mengentikan langkahnya.
"Iya bu, mas Dicky mau langsung pergi, tapi Vivi mau disini dulu masih kangen sama ibu." timpa Vivi yang memeluk erat ibunda tercintanya.
"Lah sebentar saja nak Dicky, minum dulu baru setelah itu pergi lagi, perjalanan kaliankan lumayan jauh, pasti capek." jawab ibu
"Tidak usah bu, Dicky sudah minum tadi dijalan." saut Dicky yang buru buru mencium tangan sang mertua.
"Ya sudah kalau gitu kamu hati hati dijalan ya nak, pelan pelan saja nyetirnya." timpa Ibu Usi yang perhatian terhadap Dicky.
"Iya bu," jawab Dicky yang segera mengalihkan pandangannya ke Vivi
"Mas pergi dulu ya, kamu nanti hati hati pulangnya!" ucap Dicky kepada Vivi.
Vivi pun segera mencium tangan suaminya, dan Dicky segera berlalu dari rumah Ibu.
Vivipun sudah tidak sabar ingin segera berbincang bersama ibu nya yang memang sudah ada satu bulan Vivi tidak berkunjung ke rumah orang tuanya karena kesibukannya bekerja.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 71 Episodes
Comments
bianca
aku dapat ini direkomen dari temenku, ternyata memang bagus ceritanya..lanjut Thor,,semangat ya..
2023-08-01
0
Oriana
Baru baca beberapa chapter aja udah pengen rekomendasiin ke temen-temen semua!
2023-08-01
0
Gemma
Bersemangat
2023-08-01
0