Wajah murung itu menatap rumah-rumah mewah di depan sana sama tingginya dengan rumah mertua yang ia tempati. Kegusaran hati Alea terasa sesak karena suaminya seakan mengantarkan kematiannya secara perlahan di rumah besar itu.
Sebagai seorang diplomat ia sangat lihai bersilat lidah dengan para diplomat negara asing yang selalu menyudutkan negaranya untuk urusan politik. Tapi, di hadapan suaminya ia bahkan tidak bisa berontak untuk sekedar melarikan diri dari neraka yang siap melahap tubuhnya bersama dengan bayi kembarnya.
"Bagaimana kalau mertuaku mengetahui jika aku hamil bayi kembar? Sepertinya dia tidak begitu menyukai kehamilanku. Berarti ada niat buruk dibalik intimidasinya selama ini padaku," batin Alea mempertanyakan nasibnya sebagai menantu di rumah besar itu.
Rama yang baru masuk ke kamar itu melihat posisi istrinya yang sedang melamun menatap ke arah jendela kamar mereka, mendekati Alea.
"Sayang. Apakah kamu tidak suka berada di rumah ini, hmm?" tanya Rama sambil membaui leher jenjang istrinya yang sangat harum.
"Kamu pasti sudah tahu jawabannya Rama. Untuk apa kamu bertanya dengan hal yang sama?" sahut Alea merasa jengah dengan perhatian suaminya yang tidak konsisten pada janjinya.
"Tidak usah kuatir, sayang. Bukankah ada aku di sini yang selalu menemanimu, di sini? Kau bisa berangkat kerja bersamaku, begitu pula saat kamu pulang kerja dan aku akan menjemputmu. Dengan begitu aku akan terus melindungimu setiap saat dari nyinyiran mama," janji Rama.
"Apakah kamu yakin mama akan menjaga lisannya selama aku hamil cucunya? Bukankah selama ini, ada kamu juga, mama tetap saja tidak segan untuk menghinaku?" tanya Alea.
"Hinaan apa lagi yang akan dilayangkan mama padamu, sayang? Bukankah semuanya sudah terbantahkan dengan sendirinya, saat mereka mengetahui kamu bukanlah seorang wanita mandul?" balas Rama.
"Bukan keturunan yang mama inginkan dariku, Rama. Tapi, ketidaksukaan mama padaku yang tidak ingin aku hidup bersamamu," imbuh Alea seraya membalikkan tubuhnya menghadap suaminya.
"Aleaaa...! Kenapa pikiranmu sekeji itu pada mamaku, hah?! Kenapa kamu tidak bisa memberikan mamaku kesempatan untuk berubah dengan kehadiran calon cucunya, hah?!" Suara keras Rama menggema di kamar itu membuat hati Alea langsung menciut.
"Kamu membentakku Rama? saat aku mengatakan sikap munafik ibumu padaku?" tanya Alea dengan mata mendelik.
Air matanya tidak mampu lagi ia tahan karena penderitaannya selama lima tahun ini terus saja tertahan di rumah besar itu.
"Maaf.... maafkan aku sayang! Aku kelepasan hingga tidak sadar membentamu. Aku tidak bermaksud membentakmu. Hanya saja sebagai anaknya aku tidak bisa mengabaikannya begitu saja saat kamu menuduhnya dengan tuduhan keji," ucap Rama memeluk lagi istrinya namun Alea tidak lagi respek.
"Lepaskan aku Rama..! Kalau tidak ingat anak yang sedang aku kandung ini, rasanya aku ingin membunuhmu sekarang!" pekik Alea sambil menangis.
"Lebih baik kau membunuhku daripada menuduh mamaku..!" sarkas Rama yang terlihat pecundang di depan istrinya.
Ia meninggal kamar itu dan keluar ke pintu balkon ruang keluarga yang ada di lantai dua itu. Rama menyulut rokoknya kemudian menghisapnya dengan kuat. Semburan asap dari mulutnya seakan mengeluarkan kekesalannya pada sang istri yang terlihat lebih sensitif saat ini.
"Kenapa kehamilannya malah membuat pikirannya menjadi tidak waras seperti itu?" geram Rama lalu mengoyak rokok yang belum habis ia hisap.
Rama kembali ke kamarnya dan mendapati Alea yang sudah terlelap. Wanita itu tampak masih sesenggukan dengan rembesan air matanya yang turun dari sudut mata indahnya. Luka yang ia rasakan hingga terbawa ke alam bawah sadarnya. Pria yang selama ini menjadi penguatnya malah berbalik 180 derajat saat ia membeberkan kebusukan hati ibu mertuanya.
Kehamilan yang sejatinya menjadi bumbu manis dalam kehidupan rumahtangganya yang sepi dari teriakan anak-anak kini berganti kegetiran baginya. Mungkin hanya menunggu bom waktu yang siap meledak entah itu kapan datangnya.
......................
Usai sholat subuh, Alea sudah rapi dengan mengenakan baju atasan batik berwarna coklat di padu celana kulot hitam membalut tubuh indahnya.
Sikapnya yang terlihat sangat waspada akan segala sesuatu di rumah itu hingga ia enggan untuk makan dan minum di rumah itu. Ia juga menenteng sepatunya dan saat menuruni tangga sambil melihat keadaan tangga yang baik-baik saja.
Sikap paranoidnya itu bukan tanpa alasan karena dirinya sudah tahu kalau selama ini ibu mertuanya selalu memberikan obat herbal pengering peranakan yang tercampur di minuman jus buah yang suka dibuat oleh pelayan di rumah itu. Hanya saja bukti itu ia simpan rapi agar mertuanya tidak curiga kalau dia sudah mengetahuinya.
"Alea...! Kamu mau berangkat ke kantor sepagi ini?" tanya Rama yang sudah berada di belakang Alea saat wanita ini hendak membuka pintu utama. Alea tersentak mendengar suara suaminya.
"Ada meeting di kedutaan Jerman jam 8 pagi. Aku takut telat karena aku yang akan menjadi juru bicara di meeting itu," ucap Alea.
"Kalau begitu biar aku yang akan mengantarkan kamu, sayang. Tunggu sebentar!" ucap Rama namun Alea yang masih sakit hati itu hanya bisa mengangguk pelan.
Saat melihat suaminya kembali ke kamar mereka untuk berpakaian, Alea sudah masuk ke dalam mobilnya dan menyetir mobil itu sendiri.
"Maafkan aku Rama! Aku bahkan tidak lagi percaya kepadamu. Aku harus berjuang untuk melindungi bayi kembarku sendiri," batin Alea sambil menekan pedal gas mobilnya sedikit lebih cepat lajunya saat ini.
Rama yang turun terburu-buru sengaja berjalan cepat menuju ke halaman rumahnya ternyata sudah tidak melihat Alea.
"Sial....! Kenapa dia jadi pembangkang saat sedang hamil? Padahal selama ini ia selalu menjadi istri yang penurut dan menyenangkan bagiku," umpat Rama saat menemukan mobil istrinya sudah raib di tempat parkir.
"Ada apa Rama? Kelihatannya kamu dongkol seperti itu?" pancing tuan Roy yang sekongkol dengan istrinya memusuhi Alea.
"Tidak apa, papa..! Alea takut telat meeting, jadi tidak sabar menungguku untuk jalan bersamaku ke kantornya," ucap Rama kembali ke kamarnya untuk mengambil ponsel.
"Apa kamu yakin anak yang dikandung istrimu itu adalah anakmu?" sindir tuan Roy tiba-tiba menanyakan hal yang sensitif itu pada putranya.
Langkah Rama terhenti di ujung anak tangga lalu membalikkan tubuhnya menghadap ke arah papanya yang sedang berada dibawah tangga.
"Maksud papa apa?" tanya Rama berusaha tenang.
"Bisa jadi Alea hamil anak pria lain. Siapa tahu program bayi tabung itu milik benih pria lain," sarkas tuan Roy.
"Serendah itukah pikiran papa tentang hasil bayi tabung? Bagaimana kalau saya bilang, kalau Alea hamil tanpa melalui proses bayi tabung," bantah Rama.
"Kalau begitu, dia sedang selingkuh dengan pria lain dan kamu hanya dapat apesnya saja. Bukankah dia selama ini selalu ke luar negeri? Siapa tahu kalau....-"
"Cukup papa..! Aku yang lebih tahu siapa istriku. Jika dia selingkuh harusnya dia sudah hamil dari dulu. Dan aku tidak percaya wanita cerdas dan terhormat seperti Alea menjatuhkan reputasi kelurga ini dengan skandal konyol yang akan merusak citranya sebagai seorang diplomat," ucap Rama berlalu ke kamarnya dan membanting pintu itu begitu kencang.
"Siallll ....! Ada apa dengan orang di rumah ini? Selalu saja memusuhi istriku. Kemarin belum hamil dikatain wanita mandul dan sekarang sudah hamil dituduh selingkuh. Sebenarnya, mereka maunya apa?" teriak Rama ditengah kebahagiaan yang sedang menyapanya kini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 86 Episodes
Comments
Siti Nurjanah
itulah kelakuan kedua orang tua mu Rama. kenapa saat istrimu mengadu yg sebenarnya kamu malah marah dan TDK percaya?
2023-12-08
1
Siti Nurjanah
pergi dari rumah seperti neraka itu aja alea
2023-12-08
1
guntur 1609
gtupun kau gal sadar juga. mati ja kau
2023-10-21
2