Alea berjalan di koridor sekolah yang sepi sendiri, disaat murid-murid lain sedang sibuk bersorak menyemangati jagoan kelas mereka yang sedang bertanding dalam turnamen basket antar kelas.
Sudah menjadi tradisi, setelah Ujian Semester berakhir murid-murid SMA Praditya mengadakan turnamen 3 cabang olahraga yaitu Sepak Bola, Bola Voli dan Bola Basket. Turnamen olahraga ini diadakan untuk mengisi waktu luang setelah ujian berakhir sambil menunggu pengumuman nilai ujian.
Turnamen olahraga yang diadakan kurang lebih 1 minggu ini, di organisir oleh OSIS. Meskipun kegiatan ini bukan termasuk agenda resmi OSIS dan merupakan turnamen yang bersifat tidak resmi dan cenderung lebih santai namun antusiasme murid-murid memeriahkan turnamen ini sangat tinggi. Setiap kelas tidak wajib mengirimkan perwakilannya untuk ketiga cabang olahraga, namun bisa memilih salah satu saja dari ketiga cabang olahraga itu.
Berbeda dengan murid-murid lain yang sibuk memberikan support dan semangat untuk perwakilan kelasnya, Alea malah menghindari keramaian. Bahkan Alea sengaja berjalan ke arah perpustakaan melewati jalan memutar yang lebih jauh karena jalan terdekat ke perpustakaan dari arah kelasnya harus melewati stadion Bola Basket yang tentunya penuh sesak dengan murid-murid yang sedang menonton pertandingan Basket, baik di dalam stadion maupun di luar stadion.
Saat Alea sudah dekat dengan ruang perpustakaan, dari arah pintu perpustakaan keluar seseorang yang sangat dikenalnya, siswi tinggi berbadan tegap dengan rambut di kuncir satu. Gadis itu langsung menghampiri Alea dan menghentikan langkahnya.
"Mau ke perpustakaan kan?" Freya merangkulkan tangan kanannya ke pundak Alea.
Alea hanya mengangguk, menanggapi pertanyaan sahabat satu-satunya itu.
Freya memutar tubuh Alea ke arah berlawanan dengan arah perpustakaan. "Hari ini lo nggak perlu ke perpustakaan, ada hal penting yang perlu kita lakuin".
"Emang kita mau ngapain?" Alea hanya pasrah mengikuti Freya.
"Ikutin aja gue, nanti juga lo tau". Freya menarik tubuh Alea melewati koridor sepi yang tadi dia lewati sendiri.
Saat mereka berjalan berdua di koridor kosong itu, Freya melirik kertas terselip dibuku yang sedang digenggam tangan kanan Alea.
"Itu formulir penjurusan kelas?" Freya menunjuk kertas putih seukuran folio yang diselipkan dibuku fisika.
"Iya". Alea melirik sekejap pada kertas yang ditunjuk Freya.
"Lo uda isi formulirnya?"
"Tadinya sih mau gue isi diperpustakaan".
Freya manggut-manggut mendengar jawaban Alea. "Lo jadi masuk jurusan Science? "
Lagi-lagi Alea menjawab pertanyaan Freya hanya dengan anggukan. Sebenarnya Alea memang termasuk seseorang yang jarang bicara, bahkan saat dengan Freya, dia biasanya bicara hanya sekedarnya. Apalagi saat dengan orang yang tidak terlalu dekat dengannya atau orang yang tidak dikenalnya, dia hampir tidak mengeluarkan kata-kata. Namun, ada kalanya Alea banyak bicara yakni disaat-saat tertentu, terutama saat dia terpojok atau harus membela diri.
Mereka berdua berjalan santai di koridor kelas yang sepi. Beberapa saat mereka hanya berjalan tanpa mengobrol. Mereka menikmati ketenangan koridor yang biasanya di penuhi murid-murid yang lalu lalang, duduk, jongkok, tertawa, kejar-kejaran, mengobrol, dan ada juga yang bengong.
"Bagus kalau gitu". Freya tiba-tiba berseru.
"Apanya yang bagus?" Alea sedikit terkejut.
"Bagus, karena formulir lo belum di isi". Freya tersenyum cerah.
"Emang kenapa?" Alea sedikit bingung dengan sikap Freya.
"Lo percaya sama gue kan?". Tangan Freya masih merangkul pundak Alea dengan nyaman.
"Jelas engga lah, percaya lo nanti musyrik". Bibir Alea tersenyum tipis.
"Yeee... bukan percaya yang itu". Muka Freya sebal.
"Pokoknya lo jangan dulu isi formulir itu, ada yang perlu gua pastiin dulu".
"Apaan?" Alea sedikit penasaran.
"Ada hal penting, pokoknya lo tunggu aja". Freya memasang muka serius.
"Iya kalau gue gak lupa". Senyum manis Alea menghiasi bibirnya.
Setelah berjalan agak lama, mereka sampai didepan kelas Alea, tapi Freya masih menarik tubuh Alea terus berjalan ke arah stadion bola basket yang jaraknya tidak terlalu jauh dari kelas Alea. Jarak stadion bola basket itu sekitar lima kelas dari kelas Alea dan di samping kiri dan kanannya terdapat area santai yang di penuhi kursi-kursi duduk untuk para murid-murid. Karena jaraknya yang begitu dekat, bahkan riuh ramai sorakan dan tepuk tangan terdengan dari kelas Alea.
Curiga jika tujuan Freya adalah stadion bola basket, Alea tiba-tiba menghentikan langkahnya.
"Jangan bilang kita mau ke stadion basket". Tanya Lea spontan sambil menurunkan tangan Freya dari pundaknya.
"Ting tong teng, jawaban anda benar". Jawab Freya dengan candaannya.
"Gak ah, brisik". Lea membalikan badan cepat ke arah kelasnya.
Dengan cepat tangan Freya berhasil menarik lengan sahabatnya dan menghentikan langkahnya.
"Lo uda lupa sama misi Blind Choice".
"Emang apa hubungannya? ". Alea keheranan.
"Hari ini Dewa tanding, lo katanya pingin tau yang namanya Dewa". Tangan Freya menggandeng lengan kiri Alea.
Alea terdiam sambil membuang nafas berat, dia hampir lupa dengan misi yang harus diselesaikannya karena satu minggu sebelumnya disibukan dengan ujian semester 1.
"Besok aja lah, hari ini males". Alea mencoba mencari alasan.
Freya menarik tangan Alea, menuntunnya ke stadion basket dengan paksa. "Sekarang aja, keburu habis waktunya".
Hari ini stadion penuh sesak, pasalnya semua murid-murid tidak ingin melewatkan pertandingan basket antara kelas 10-C dengan kelas 11-A Science. Pertandingan ini sangat menarik karena masing-masing grup memiliki satu anggota yang sangat populer di sekolah.
Kelas 10-C merupakan kelas dari siswa bernama Dewa yang kegantengannya sudah diketahui seantero sekolah. Dewa sendiri juga merupakan pemain basket andalan di sekolah. Sedangkan kelas 11-A Science merupakan kelas dari Kevin, murid yang tampan, pintar dan juga baik hati. Dia juga merupakan Ketua OSIS baru yang akan mulai menjabat mulai semester depan.
Kolaborasi dari kedua siswa yang sangat populer di sekolah ini telah menjadi magnet yang sangat kuat, yang mampu menarik hampir semua murid SMA Praditya untuk berkumpul di stadion basket.
Freya menggandeng Alea memasuki stadion yang ramai dan penuh sesak. Matanya berkeliling mencari tempat duduk yang masih kosong. Freya melihat beberapa kursi kosong di sebelah pojok agak belakang. Mereka berjalan pelan-pelan menuju kursi kosong itu, meskipun tempat duduk itu lumayan jauh dari lapangan dan tentu kurang jelas untuk menonton para pemain. Namun, tidak ada pilihan lain karena hampir semua kursi dipenuhi oleh murid-murid, terutama kursi dibagian depan.
Dua sahabat itu duduk bersampingan menghadap lapangan yang berisi para pemain basket yang akan memulai pertandingannya. Grup 10-C memakai seragam merah sedangkan Grup 11-A Science memakai seragam putih.
"Kita datang di waktu yang tepat". Suara peluit wasit melengking di stadion, Freya berdiri dan ikut bersorak-sorai menyemangati para pemain yang mulai mendrible bola di lapangan. Suara gaduh bergemuruh mengikuti gerakan para pemain. Sementara Alea hanya duduk mengamati permainan dengan tenang.
Freya mundur selangkah lalu duduk di samping Alea, wajahnya masih menampakan semangat suporter yang membara. "Pertandingannya seru banget kan? ", celetuk Freya dengan sedikit mengeraskan suaranya, sedangkan matanya masih sibuk mengikuti pergerakan para pemain basket di lapangan dan sesekali bersorak heboh ketika para pemain mendapatkan skor nilai.
Alea menonton pertandingan dengan khidmat diantara ratusan siswa yang terus bersorak dengan menyanyikan yel-yel, menyerukan nama para pemain jagoannya atau sekedar heboh dan bertepuk tangan. Awalnya dia merasa tidak nyaman berada dalam keramaian dan kebisingan, namun saat dia mulai fokus menyaksikan para pemain yang bermain apik dilapangan, Alea hanyut terbawa pada permainan dan menikmatinya. Jantungnya pun ikut berdegub kencang saat melihat para pemain sibuk berebut bola dan berusaha menembakan bola ke ring meskipun dia sama sekali tidak menjagokan salah satu grup.
Permainan berjalan sangat apik dan sengit, grup kelas yang melakukan pertandingan kali ini memang terdiri dari beberapa pemain basket yang hebat. Beberapa diantaranya merupakan anggota inti klub basket SMA Praditya, bahkan Dewa sendiri adalah kapten dari klub basket itu dan Kevin merupakan salah satu anggota klubnya.
Meskipun Dewa masih kelas 10, namun karena kehebatannya dalam bermain basket dia sudah menjadi kapten klub basket sekolah. Pasalnya untuk menjadi kapten klub basket dia harus mengalahkan anggota klub inti dan kapten sebelumnya yang merupakan siswa kelas 12. Memang dalam klub basket tidak ada perbedaan perlakuan berdasarkan kelas, siapapun yang memiliki kemampuan basket yang handal maka dia dapat menjadi anggota klub tersebut.
Kuarter babak pertama berlalu dengan skor tipis yakni 11-10, dengan grup kelas 10-C lebih unggul. Para pemain beristirahat di kursi pemain, beberapa meminum minuman dingin yang sudah disiapkan oleh OSIS, ada juga yang menyeka keringatnya dengan handuk.
Freya dan penonton di stadion yang sejak tadi tak berhenti bersorak selama pertandingan sejenak ikut mereda. Suara yang sangat bising berganti dengan bisikan dan gumaman antar penonton yang saling bercanda, tertawa bahkan mengomentari permainan yang baru berlalu.
"Dewa keren banget kan? wah gila, didetik terkhir pas dia cetak Tri poin keren banget". Oceh Freya sambil tangannya mengipas-ngipas ke arah wajahnya karena kepanasan.
Alea hanya menatap sahabatnya tanpa bereaksi.
Melihat sahabatnya hanya diam tanpa menjawab ocehannya, Freya teringat bahwa tujuannya membawa Alea ke stadion adalah untuk memberi tahu siapa Dewa.
"Sorry gue lupa, hehehe". Senyum Freya renyah yang di balas dengan tatapan tajam Alea.
Freya berdiri mendongakkan wajahnya, matanya menyipit berkeliling mencari sosok Dewa diantara para pemain berseragam merah yang sedang beristirahat.
"Lo lihat, itu cowok yang cakep, tinggi, seragam merah, yang kepalanya pakai headband hitam terus rambutnya agak pirang". Ucap Freya sambil mangacungkan jari telunjuknya ke arah Dewa. "Itu yang namanya Dewa".
Alea ikut mendongakkan wajahnya, tatapannya fokus mengikuti arah telunjuk Freya. Matanya berhenti saat retinanya menangkap sesosok anak lelaki yang berkarisma, sedang berdiri disamping lapangan dan bersiap memulai kuartal kedua pertandingan basket.
Peluit ditiup, bola dibumbungkan ke atas, Dewa melompat dengan tinggi meraih bola mendahului Kevin. Permainan kuartal kedua telah di mulai dengan sengit, para pemain berlarian memperebutkan bola, penonton riuh mengikuti jalannya pertandingan. Meski Dewa mendapatkan bola pertama namun sayang sekali karena Kevin berhasil lebih dulu mendapatkan poin di babak ini.
Dibandingan dengan Freya yang heboh terbawa euforia pertandingan dua grup yang sama-sama hebat. Alea terdiam, matanya mengikuti pergerakan Dewa yang berlari kesana kemari dilapangan. Alea terus menatap dan memperhatikan Dewa, namun dia tidak fokus pada pertandingan yang sedang berlangsung.
Meskipun pandangannya seperti tertuju pada permainan basket, namun sebenarnya fikirannya sedang melayang entah dimana. Saat ini pikirannya di penuhi dengan kebimbangan dan kebingungan, bagaimana mungkin dia bisa menyelesaikan misinya. Untuk mendekati dan menjadi pacar Dewa yang merupakan cowok paling populer di sekolah bagi Alea adalah sebuah kemustahilan yang nyata.
Pertandingan berjalan sangat ketat, skor terakhir telah dimenangkan oleh kelas 10-C dengan perolehan 70-59. Dewa sama sekali tidak membiarkan Kevin melampaui poin nya. Namun hingga babak terakhir Alea benar-benar tidak menikmati jalannya pertandingan, dia hanya terfokus pada kenyataan bahwa kali ini dia benar-benar mendapatkan mission impossible.
...****************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 29 Episodes
Comments