Chapter 15 | Kios Duren

Panas matahari sudah tak menyengat, angin semilir membawa hawa dingin yang menyejukkan. Perjalanan dua insan yang mencari duren sore itu terasa menyenangkan. Tak tersirat sedikitpun raut muka lelah dari keduanya, padahal siang tadi Dewa bertanding basket 4 babak dan pada pagi harinya Dewa telah berlari menempuh jarak 2,4 kilometer-sendiri.

Alea duduk di belakang Dewa sambil menggenggam hoodienya erat-erat. Matanya berkeliling menikmati suasana jalanan yang ramai kendaraan bermotor. Ini adalah kali pertamanya dibonceng seorang pria selain ayah dan Kak Farrel, bahkan Alea belum pernah di bonceng Kevin, atau lebih tepatnya Alea selalu menolak di bonceng oleh Kevin. Kalaupun Alea harus pergi dengan Kevin entah karena urusan sekolah atau terpaksa mengikuti keinginan Kevin yang keras kepala, mereka tak pernah menaiki sepeda motor, namun menggunakan mobil atau kendaraan umum. Alea jelas tipe perempuan pendiam, tertutup dan sulit bergaul dengan orang baru, namun entah mengapa saat dengan Dewa dia menjadi banyak bicara, tersenyum dan berekspresi.

Motor matic berwarna putih milik Dewa masih melaju menyusuri jalanan kota yang sibuk. Waktu itu sudah memasuki sore hari, kendaraan semakin padat memenuhi jalan bahkan di beberapa titik mengalami kemacetan. Dewa melirik jam tangannya saat motornya berhenti di lampu merah, pukul 15.20 tak cukup waktunya jika mereka harus ke pasar gumamnya dalam hati.

"Le", panggil Dewa sambil memutar kepalanya ke belakang.

Alea memajukan tubuhnya sedikit agar mendengar ucapan Dewa lebih jelas.

"Kayaknya kejauhan kalau kita harus ke pasar", seru Dewa, suaranya berlomba dengan bisingnya suara kendaraan motor yang sama-sama berhenti di lampu merah. "Lo tau pedagang duren yang lebih deket dari sini gak? ".

Alea memutar matanya sejenak, mengingat-ngingat daftar penjual duren yang sering dia datangi dengan ayahnya. Membeli duren merupakan agenda wajib yang Alea dan ayahnya lakukan setiap bulan. Disela-sela kesibukan ayahnya mengurus pasien di rumah sakit, di sempatkannya waktu berburu duren dengan putri tercintanya. Mencari duren adalah salah satu kegiatan yang selalu di tunggu-tunggu Alea setiap bulannya. Pasangan bapak anak satu ini selalu antusias saat menjajagi penjual-penjual duren di kota itu. Bahkan hampir seluruh penjual duren di kota itu sudah pernah didatangi Alea dan ayahnya.

Di dalam benak Alea saat ini tergambar peta kota yang berisi letak-letak penjual duren. Bayangnya menelusuri lika-liku jalan di dekatnya lalu menerawang kemungkinan keberadaan penjual duren terdekat.

Alea mendorong tubuhnya lebih dekat lagi ke arah Dewa sambil memiringkan kepalanya. "Dari sini belok kiri, di ujung jalan sebelum jembatan ada salah satu langganan duren ayah", seru Alea.

Lampu hijau lalu lintas menyala, Dewa lantas membelokkan motornya ke kiri pelan menghindari pengendara lain. Disusurinya jalan dengan hati-hati mengingat kondisi lalu lintas yang semakin padat.

Waktu sore hari selalu menjadi waktu terpadat lalu lintas, dimana banyak para pekerja pulang dari hiruk pikuk pekerjaannya dan ingin segera sampai dirumah untuk sekedar melepaskan rasa lelahnya.

"Lea, masih jauh tempatnya? ", ucap Dewa menurunkan kecepatan laju motornya.

"Engga, setelah tikungan ini sebelah kanan ada kios-kios. Nah di salah satu kios itu", tuntun Alea.

Dewa terus melajukan motornya dengan hati-hati tak seperti biasanya. Seperti anak lelaki muda lainnya, yang masih mengalir di darahnya semangat menggebu-gebu, Dewa selalu mengendarai motor dengan kecepatan tinggi. Melesat diatas aspal, meliuk-liuk menyalip mobil, bis, bahkan truk. Dilain waktu saat melewati jalan raya yang sejajar dengan rel kereta api, tak ubah bagaikan pembalap motor F1, Dewa dengan bangga membalap kereta api yang tak sengaja menyainginya. Namun hari itu Dewa hanya melajukan motornya dengan kecepatan 40 km/jam-tak lebih. Sungguh sebuah pemandangan yang perlu diabadikan.

Motor Dewa meliuk ditikungan, tak lama kemudian terlihat berjejer-jejer kios. Duren-duren tertata rapi, beberapa di gantung dengan tali rafia dan sebagian lain di jejer diatas meja-meja kayu. Seketika aroma khas duren yang tajam menyeruak menusuk hidung Alea dan Dewa yang masih berada di sebrang jalan. Saat jalanan sedikit lenggang Dewa dengan cepat menyeberang ke depan kios-kios duren.

Dewa men-standarkan motornya didepan kios, Alea turun dari motor menghampiri penjual duren yang sudah dikenalnya. Dewa mengikuti Alea dari belakang. Penjual duren langsung mengenali Alea yang memang sering mengunjungi kios dengan ayahnya.

"Neng Alea ya, nyari duren neng, sok mangga di pilih", ucap penjual duren dengan logat sundanya.

" Iya Pak", Alea tersenyum kepada lelaki berperawakan sedang yang sudah berumur itu.

Lelaki bermata teduh itu menyodorkan beberapa buah duren yang besar-besar berwarna kuning keemasan. "Tumben neng gak bareng ayahnya?", tanya lelaki penjual duren dengan ramah. "Ini teman neng atau sodara?".

"Teman Pak", Alea membalas dengan senyuman hangat, tangannya sibuk memilih buah duren yang berkualitas bagus, sesekali diangkatnya duren pilihannya lalu di endusnya. Saking seringnya Alea membeli duren sampai Alea bisa memilih duren yang bagus dan manis dari tampilan dan aromanya.

"Sok atuh A sini pilih durennya, kebetulan ini besar-besar dijamin manis", ucap lelaki penjual duren.

Dewa berdiri disamping Alea sambil memperhatikannya. Diawasinya Alea yang sedang sibuk memilih duren, sesekali Dewa ikut memegang dan mengendus duren mengikuti Alea. Dewa yang sebelumnya tidak tertarik dengan duren menjadi penasaran. Lelaki penjual duren itu lantas duduk membiarkan Alea dan Dewa memilih buah duren.

Alea melirik Dewa yang sibuk melihat-lihat duren. "Lo doyan duren", tanya Alea.

"Lumayan", jawab Dewa sambil memegang satu duren yang lumayan besar. "Nggak suka banget sih, tapi masih bisa makan".

" Oh", Alea sudah memilih satu buah duren yang menurutnya bagus. "Ini mau beli berapa?".

Dewa berpikir sambil menggaruk rambutnya "Dua kayaknya cukup".

Alea lantas memilih satu lagi duren dan memisahkannya.

"Lo mau? ", tanya Dewa pada Alea yang akan menyerahkan duren pilihannya pada penjual duren.

Alea berpikir sebentar. " Enggak deh", jawab Alea dengan senyum manisnya.

"Katanya lo pencinta duren".

"Emmm, lain kali aja".

Dewa tersenyum. " Lain kali lo mau jalan lagi sama gue berarti".

Alea tersenyum sambil mengangguk. "Lo sendiri nggak beli buat lo".

"Lain kali aja, bareng sama lo", jawab Dewa dengan tatapan dalamnya dan senyum mengembang.

Alea tersipu sejenak, lalu menyerahkan duren pilihannya pada penjual duren.

"Uda neng, dua ini ya".

"Iya Pak".

"Wah si eneng mah mesti pinter milih duren, ini dari baunya aja uda wangi banget", ujar penjual duren yang sibuk mencari kedua duren pilihan Alea.

Dewa membayar duren lantas menentengnya. Di bawanya duren itu dengan hati-hati lalu di gantungkannya di bagian depan motor. Setelah pamit dengan penjual duren itu, Dewa dan Alea langsung meninggalkan kios. Di telusurinya lagi jalanan aspal yang semakin padat. Kali ini Dewa membawa motor dengan kecepatan lebih tinggi karena hari semakin sore. Dia hawatir terlalu sore sampai di rumah Johar.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!