Chapter 9 | Stadion Kota

Cahaya matahari menerobos sela-sela jendela kaca kamar Alea, sepertinya gorden coklat muda yang membentang di sepanjang jendela tidak kuasa menghalanginya. Hari ini sudah memasuki masa liburan semester, Alea masih meringkuk malas di kasurnya. Ibunya sepertinya sengaja tidak mengganggunya dan membiarkannya malas-malasan.

Sebenarnya Alea tidak sekedar tiduran saja, tangannya memegang erat buku berjudul Sherlock Holmes yang sedang digemarinya akhir-akhir ini. Bola matanya hilir mudik mengikuti kata-kata yang tercetak rapih di buku itu. Sedang bayangnya terbang jauh ke negeri entah brantah nan jauh di sudut kota London.

Braaakkk... pintu kamar Alea terbuka kasar.

"Astaga" Alea tersentak hampir meloncat dari ranjangnya.

Gadis muda bercelana jeans dan jaket denim menerobos masuk ke kamar Alea tanpa permisi. "Le buruan bangun", gadis berambut panjang sepinggang itu lantas menarik lengan Alea yang masih shock.

"Bisa pelan gak sih Frey, jantung gue hampir copot tau", Alea terduduk sambil menenangkan jantungnya yang berdetak tak karuan.

" Hehehe, sorry sorry ", Freya meringis tak merasa bersalah sambil tangannya sibuk menarik gorden yang menutup jendela kaca kamar Alea. Silau cahaya matahari seketika menyerbu kamar Alea melalui jendela kaca tinggi yang berfungsi sekaligus sebagai pintu penghubung ke balkon.

Setelah beberapa saat, Alea berhasil menenangkan dirinya kembali sambil memicingkan matanya yang silau diterpa cahaya matahari.

"Buruan ganti baju", Freya duduk dikursi belajar Alea sambil memainkan rambut panjangnya.

"Mau ngapain sih? " Alea masih terduduk malas di ranjangnya.

"Hari ini Dewa ada pertandingan basket di stadion kota", Freya menjawab semangat.

"Trus kenapa? " seloroh Alea tak perduli.

"Ya kita nonton lah" jawab Freya gemas.

"Males ah", Alea kembali merebahkan tubuhnya di atas kasur.

"Lo tu bener-bener", Freya menarik tubuh Alea dan mendudukannya. "Untuk menaklukan Dewa yang dingin kayak kulkas tu kita butuh effort yang besar". Freya sewot.

"Kalau kita nonton pun gak mungkin Dewa bakal tau, apalagi penontonnya pasti banyak", Alea berkilah.

"Ini tu cuman pertandingan persahabatan, semacam kayak latihan gabungan aja, jadi penontonnya sedikit", Freya menjelaskan dengan menggebu-gebu.

"Uda pokoknya cepet ganti baju yang bagus" Freya menarik Alea dan menuntunnya ke depan lemari baju.

Alea membuka lemari baju dengan malas, tangannya membolak balik baju yang tergantung di dalamnya sambil sesekali menoleh ke arah Freya -merengut.

"Buruan" Freya tak sabar melihat sahabatnya yang ogah-ogahan.

Alea menarik satu set blezer coklat susu dan kaos putih lalu tak menunggu lama dia sudah mengenakannya.

"Nah gini kan cantik" ucap Freya meledek.

Alea memasangkan topi rajut di kepalanya lalu menyambar tas punggung dan menggantungkannya di pundak kanannya.

"Ayo", Alea melangkah meninggalkan kamarnya di susul Freya di belakangnya.

Tangan Freya spontan menutup kembali kamar Alea setelah melewati pintu. Freya sedikit berlari menyusul langkah Alea dan berjalan beriringan menuruni tangga.

"Lo ngapain bawa tas segede gaban gini", Freya penasaran.

"Buat pegangan" jawab Alea asal.

Freya tertawa terbahak mendengar jawaban Alea. Mereka berdua kemudian berjalan ke dapur untuk meminta izin pada Ibu Alea.

Setelah mendapat izin ke luar dari Ibu Alea, mereka lantas segera bergegas menuju stadion kota menggunakan angkutan umum. Kurang lebih setengah jam mereka sudah berada di gerbang paling luar stadion. Mereka harus berjalan agak jauh untuk sampai di gedung yang mereka tuju.

"Eh Kak Farrel kayaknya gak kelihatan di rumah" celetuk Freya.

"Dia emang jarang di rumah" jawab Alea singkat.

"Woooo" Freya manggut- manggut.

"Kenapa lo nanyain abang gue" selidik Alea.

"Gak pa pa, kangen aja, uda lama nggak dapat uang jajan" Freya meringis.

"Dia itu kalau nggak di kampus ya di perpus, kadang juga di lab, atau nggak ya di kamar mayat" jawab Alea.

Freya menggeleng-gelengkan kepalanya mendengar jawaban Alea.

Seperti halnya Freya yang dekat dengan Alea, Freya juga dekat dengan semua anggota keluarga Alea. Saking lamanya persahabatan Alea dan Freya yakni sejak dibangku TK, Farrel kakak satu-satunya Alea juga sudah menganggap Freya seperti adiknya sendiri.

Freya dan Alea berjalan menuju lapangan basket indoor yang berada di sisi kiri area stadion kota. Saat musim liburan seperti ini memang lapangan basket itu biasa digunakan untuk latihan atau pertandingan persahabatan murid-murid sekolah. Freya menarik gagang pintu stadion pelan, kepalanya melongok ke dalam ruangan melihat situasi didalam. Terlihat sekitar 15 murid di dalam stadion, 10 diantaranya sedang pemanasan ditengah lapangan dan bersiap untuk memulai pertandingan sisanya duduk di tribun.

Freya masuk ke dalam stadion dengan langkah pelan agar tak menarik perhatian, sedang tangan kirinya menggandeng Alea erat. Mereka berdua berjalan mengendap-ngendap menuruni tangga menuju tribun bawah dan memilih kursi di ujung tribun. Karena susana stadion yang sepi sehingga pergerakan mereka cukup kentara dan menarik perhatian beberapa orang di stadion.

Suasana cukup canggung karena keberadaan mereka berdua bak tamu yang tak diundang. Beberapa orang melihat mereka dengan tatapan heran, karena sebenarnya pertandingan kali ini bersifat private dan sengaja tidak di publish. Sehingga beberapa orang bertanya-tanya dengan keberadaan mereka berdua, apalagi pertandingan kali ini adalah pertandingan persahabatan dengan SMA lain yang pasti beberapa orang tidak akan mengenal mereka berdua.

Untungnya Dani segera menyadari kedatangan mereka dan menyapa mereka berdua dari tengah lapangan. "Fey, Le", Dani melambaikan tangannya ke arah mereka berdua sambil masih sibuk melakukan peregangan kaki. Freya dan Alea membalas lambaiannya dengan canggung karena semua orang dalam studio sekarang memperhatikan mereka berdua. Terlihat Dewa hanya melirik mereka sebentar dan tampak tidak terlalu perduli dengan keberadaan mereka berdua.

Usut punya usut beberapa hari yang lalu Freya sengaja meminta bantuan Dani agar dapat menonton pertandingan private klub basket dan Dani juga lah yang sudah memberikan bocoran jadwal pertandingan antar klub basket itu. Dani sendiri adalah teman sekelas Freya di semester satu kemarin dan mereka cukup akrab. Sebenarnya memang Freya mudah akrab dengan siapa pun, terutama murid laki-laki dan kenyataanya Freya memiliki teman laki-laki lebih banyak dibandingkan teman perempuannya. Selain karena Freya bersifat tomboy, hal ini juga karena dia asik, easy going dan juga tidak mudah baper tentunya.

"Lo gila ya, bukannya pertandingan ini private?", Alea berbisik ke Freya dengan sedikit frustasi.

"Gue kan uda bilang, deketin Dewa itu butuh effort dan kenekatan yang besar", Freya balik berbisik pada Alea dengan senyum tipisnya. Sedang Alea hanya mampu menarik nafas panjang yang berat.

Beberapa menit kemudian satu laki-laki muda yang sepertinya bukan dari sekolah mereka memasuki lapangan dan membawa bola basket ditangan kanannya. Seketika semua pemain bergerak ke posisi masing-masing. Laki-laki muda itu berdiri di tengah lapangan dan siap meniup peluitnya. Di sisi kanannya berdiri Dewa dan sisi kirinya berdiri laki-laki jangkung dari sekolah lain.

Suara peluit nyaring di stadion, tanda pertandingan dimulai. Dewa dan laki-laki jangkung melompat tinggi mencoba meraih bola basket yang melambung di udara. Dengan cepat Dewa meraih bola dan menyerang lawan secara brutal sejak awal pertandingan. Suara decit sepatu menggema di stadion bergantian dengan suara drible bola basket yang memantul di lantai. Tak ada suara riuh sorak penonton yang ramai, hanya beberapa seruan dan tepuk tangan yang samar.

Pertandingan berjalan dengan sengit, seperti biasa Dewa bermain apik dan tak membiarkan lawan mengejar poin timnya. Entah dalam pertandingan skala besar atau pertandingan skala kecil seperti hari ini, Dewa memang selalu bersikap serius dan tak main-main dalam bermain basket.

Dipojok tribun Alea dan Freya menonton pertandingan dengan khidmat, meski beberapa kali Freya berteriak histeris mengikuti ketegangan permainan basket yang sangat apik dari kedua tim. Alea sendiri terhipnotis dengan permainan hebat Dewa dalam mengkoordinasikan timnya. Matanya berbinar mengikuti langkah dan pergerakan Dewa, sesekali dia tak sadar bertepuk tangan saat tim Dewa berhasil mencetak poin.

Alea baru menyadari bahwa permainan bola basket sangat menarik dan mendebarkan. Alea juga baru menyadari bahwa Dewa sangat mengagumkan saat berada di lapangan basket. Alea terpana dengan senyum hangat Dewa saat timnya berhasil mencetak poin, baru kali ini Alea melihat senyum Dewa yang terkenal dengan sikap dinginnya itu, meskipun sebenarnya dia memang tak pernah melihat Dewa selama ini.

...****************...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!