Bab 18
Di Bela Tetangga Julid
"Kamu boleh pergi, asal tinggalkan tas yang kamu bawa itu!"
Mas Heru bersikekeh agar aku tidak membawa lagi barang-barang milikku selain dua koper yang berada di rumah Mbak Surti.
"Apa hak mu melarang ku Mas?! Ini barang-barangku, terserah aku mau membawanya atau tidak!"
"Barang-barang untukmu sudah di kemas Wina ke dalam koper. Selebihnya itu bukan milikmu lagi."
Apa?! Pantas saja kedua isi koper itu hanya baju-baju lama yang sudah jarang aku gunakan lagi. Ternyata si pencuri itu yang mengurusnya.
"Sampeyan itu kok jadi suami yo kayak perompak yang bisanya hanya merampok yang bukan haknya! Suami itu harusnya mengayomi bukan mendzolimi! Apalagi sampai manut sama dedemit, cih!"
Aku terkesiap mendengar ucapan Mbak Mila, bukan hanya mengkritik Mas Heru, tapi sempat-sempatnya ia juga menyindir Wina dengan mengatainya dedemit.
Walau ini sikap yang tidak baik, tapi jujur saja ucapan Mbak Mila itu membuat aku merasa sedikit terhibur. Ternyata tetangga yang ku pikir rese' selama ini, memiliki rasa solidaritas sesama wanita.
"Hei badut ancol! Jangan ikut campur urusan rumah tangga orang ya! Kamu pikir kamu cantik hah?! Ngaca! Bentuk tubuhmu itu sudah sama seperti tandon air!"
Wajah Mbak Mila berubah menjadi merah padam setelah mendengar hinaan Wina atas dirinya. Ia pun berkacak pinggang dan melotot menatap Wina.
"Hei p*el*akor! Situ bangga sudah berhasil merebut suami orang! Biar kata Saya ini tandon tapi Saya tidak tergila-gila mengejar suami orang! Justru saya yang di kejar suami saya untuk di peristri. Saya yang seperti ini lebih berharga di banding kamu yang hanya menjadi yang kedua!"
Kini gantian wajah Wina yang menjadi merah padam. Ku yakin ucapan Mbak Mila begitu mengenai mental dan hatinya. Rasakan! Tidak perlu aku membalas perbuatan kalian, tapi kelakuan kalian sendiri yang mengundang orang lain untuk menghukum kalian.
"Maaas.... hiks...."
Mata Wina berembun, wajahnya memelas menatap Mas Heru seakan-akan ia telah di sakiti.
Aku mencelos. Benar apa kata Mbak Mila, kalau Mas Heru begitu tunduk pada istri mudanya.
"Jika kamu mau mempermasalahkan apa yang aku bawa ini, sebaiknya di pengadilan saja Mas." Ucapku lalu melangkah pergi di ikuti Rara dan Mbak Mila.
Beberapa warga pun mulai membubarkan diri satu persatu. Pandang mereka kini menatap Mas Heru dan istri mudanya layaknya bakteri yang harus di jauhi.
"Mbak mohon maaf, Saya mau langsung pulang saja ke kosan Saya." Ujarku kepada Mbak Surti yang terlihat mendorong dua koperku mendekati diriku.
"Iya, tidak apa-apa Dek Indah. Kamu yang sabar ya, semoga Allah mempermudah segala urusanmu."
"Aamiin, makasih doanya Mbak." Tuturku.
"Lah mau tinggal dimana Indah?" Tanya Mbak Mila
"Saya sudah ketemu kosan untuk tinggal sementara Mbak."
"Oh, bagus kalau begitu. Jangan mau serumah sama mereka. Nanti kamu bisa mati muda melihat kelakuan mereka. Aku bener-bener tidak menyangka suamimu itu bisa begitu. Tidak salah berarti waktu itu mataku melihat dia menggandeng perempuan lain."
Aku merasa tidak enak membohongi Mbak Mila waktu itu. Walau julid, ia masih membela diriku yang bully oleh suami sendiri.
"Iya Mbak, maafkan Saya yang waktu itu meragukan Mbak Mila. Kalau begitu Saya mau permisi dulu, sudah mau maghrib."
"Ini bagaimana caranya, bawaan mu banyak sejak loh. Sebaiknya di deliverykan saja." Ujar Mbak Mila.
Saran Mbak Mila ada benarnya. Aku pun memesan car delivery melalui sebuah aplikasi. Selang 9 menit, taxi online sudah tiba di hadapan kami karena kebetulan ia tidak jauh berada dari ini.
Dua koper masuk ke dalam mobil itu, sedangkan tas besar aku yang membawanya. Kami pun melaju serempak menuju rumah kosan ku, setelah pamit dan berterima kasih kepada Mbak Surti dan Mbak Mila tentunya.
***
Sampai di kosan pukul 18.30. Ibu kosan segera menghampiriku dan memberikan kunci kamar kepadaku.
Aku pun memasuki kamar, dan mulai merapikan barang-barang yang aku beli serta isi koper-koperku.
Untunglah ada Rara hingga pekerjaan merapikan itu terselesaikan lebih cepat.
"Bagaimana dengan handphone mu Ra?"
Aku baru teringat dengan handphone Rara yang sempat terhempas oleh Mas Heru.
"Jangan kamu pikirkan. Itu hanya hape cadangan yang kalau hape satunya kehabisan baterai. Oh ya, aku numpang ngecas ya. Hape ku yang ini habis baterai sejak sore tadi."
"Silahkan Ra, tidak perlu sungkan begitu sama aku. Santai saja, buat senyaman mu disini. Justru aku yang tidak enak. Karena masalah pribadiku, kamu sampai belum pulang jam segini."
"Ibu dan Ayahku tidak akan mengomeli. Aku ini sudah besar Indah. Biar ku cas dulu hapeku agar bisa mengabari orang tuaku."
"Aku akan pesan makanan delivery, kamu mau makan apa Ra?"
"Wah, tahu kamu In aku sedang lapar. Apa saja boleh, aku tidak akan menolak hehehe..."
"Baiklah."
Aku pun memesan makanan yang sama dengan Rara. Untuk malam ini, aku akan menggunakan delivery. Mulai besok aku baru akan membeli lauk jadi saja dan bisa aku hangatkan dengan magicom yang aku beli.
Untunglah ada Rara saat ini. Jika tidak ada dia, aku pasti sudah menghabiskan malam ini dengan menangis sepanjang waktu.
Tidak terbayangkan olehku aku bisa di usir dari rumahku sendiri. Bagaimana jika sampai ke dua orang tua ku tahu, jika anaknya di telantarkan oleh Mas Heru.
Biarlah beban ini cukup aku tanggung sendiri. Aku yakin Tuhan akan memberikan yang terbaik untukku.
Setengah jam kemudian, pesanan makan malam ku datang. Aku pun segera membayar ojol, lalu menikmati makan malam ku bersama Rara.
"kalau kamu butuh uang aku bisa pinjami kamu In." Ujar Rara di saat kami sedang makan.
"Tabungan ku cukup kok Ra, lagi pula aku masih bekerja, jadi masih ada penghasilan untukku bertahan hidup. Terima kasih untuk niat baik mu itu. Tapi untuk saat ini aku masih bisa sendiri Ra."
"Lalu bagaimana dengan proses ceraimu?"
"Aku sudah pergi ke kantor advokat dan membicarakan mengenai permasalahan rumah tanggaku. Doakan saja segala sesuatunya berjalan dengan lancar Ra."
"Aamiin, aku doakan kamu cepat menemukan kebahagianmu Indah. Oh, hape ku sudah nyala. Sebentar aku kabari orang tua ku dulu biar mereka tidak cemas."
Rara pun menelepon Ibunya, mengabarkan dirinya sedang ada di tempatku. Lalu setelah menelpon, ia memainkan gawainya.
"Indah coba kamu lihat ini!"
Rara tampak serius menyodorkan handphone padaku untuk memperlihatkan sesuatu. Aku pun menjadi penasaran dan ingin melihat apa yang begitu penting yang ingin di tunjukan padaku.
Oh, ternyata....
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 120 Episodes
Comments
🍌 ᷢ ͩBening🍆
ada apa itu.. apa pertengkaran td sore udah viral...🤔
2023-07-29
2
CR⃟7Naikenz *🎯Hs
Kalau orang baik. Pasti banyak yg nolong walau pun tetangga yg biasaya julit. Teryata membantu
Jangan kuatir dah orang yg suka menzolimmin orang akan terkena karma atas perbuatannya
2023-07-23
2
شيف
ohhh ternyata 🤣
2023-07-22
1