Bab 16
Mengambil Koper
Lega rasanya setelah melakukan pembayaran kosan untuk 3 bulan ke depan. Karena aku akan pindah malam ini juga, kamar yang akan aku tempati pun segera di bersihkan oleh Ibu kosan begitu aku pamit pulang.
Bagaimana dengan dua koperku, pasti sulit jika hanya aku seorang diri membawa koper itu dengan menggunakan motorku. Sepertinya aku memerlukan bantuan Rara, sekaligus memberitahukan tempat tinggalku yang baru.
"Allahu Akbar... Allaaaahu... Akbar!!"
Seruan Adzan memanggil tanda masuk waktu ashar. Aku tidak dapat memenuhi perintah Allah karena sedang kedatangan tamu bulan mulai tadi pagi.
Selagi masih ada waktu, aku berpikir untuk membeli beberapa barang-barang yang aku perlukan untuk tinggal di kosan ku nanti. Magicom, kipas angin, terminal listrik, beberapa piring dan gelas, sendok dan juga beberapa wadah plastik serta perlengkapan mandi. Menurutku sebaiknya tidak memiliki banyak barang agar ruangan itu tidak menjadi sempit.
Aku pun memilih barang-barang yang aku butuhkan begitu tiba di sebuah supermarket yang cukup lengkap. Lalu mengirimkan barang-barang itu ke rumah kosanku menggunakan aplikasi pengantar barang. Sebelumnya aku pun sudah menelpon Ibu kos, meminta bantuannya untuk menerima barang-barangku disana.
Satu pekerjaan sudah teratasi, tinggal mengambil koperku di rumah Mbak Surti. Aku lalu mengambil gawaiku dari dalam tas, guna menelepon Rara untuk meminta bantuannya. Dan ini sudah jam pulang kerja, aku yakin Rara sudah bersiap untuk pulang.
"Tuuuuuut...! Tuuuuuut...!" Nada tersambung.
"Halo, Assalamualaikum In..." Salam Rara di seberang sana.
"Waalaikumsalam Ra. Ra kamu sudah pulang kerja?"
"Baru saja aku mau pulang. Ini sudah jalan menuju parkiran. Ada apa In?"
"Aku sudah menemukan kosan untuk tempat tinggalku Ra."
"Oh ya? Alhamdulillah, bagus kalau begitu. Dimana In?"
"Tidak terlalu jauh dari kantor. Lima belas menitan aja kalau pakai kendaraan."
"Sukurlah In. Aku turut senang mendengarnya."
"Tapi aku mau minta bantuanmu Ra?"
"Bantuan apa In? Bilang aja jangan sungkan."
Aku pun lalu menceritakan kepada Rara apa yang Mbak Surti bicarakan padaku lewat telpon saat masih di kantor tadi. Rara terdengar terkejut sampai ia beberapa kali beristighfar mengetahui perbuatan Mas Heru kepadaku.
"Astagfirullahaladzim, kehabisan kata-kata aku terhadap suami mu itu In. Tega sekali dia sama kamu. Baiklah, aku akan segera ke rumah Mbak Surti. Kita ketemu di sana saja ya?"
"Terima kasih loh Ra. Maaf ya, sebagai teman aku selalu ngerepotin." Kataku merasa tidak enak selalu merepotkan Rara.
"Iya ngerepotin banget. Kalau begitu entar traktir ya? Hehehe..." Ujar Rara.
Aku tahu sahabatku itu sedang bercanda.
"Oke siap! Hehehe..." Jawabku.
Tidak ingin sahabatku itu lama menunggu, aku pun segera melaju menuju rumah Mbak Surti.
***
Setengah jam kemudian aku sudah sampai di rumah Mbak Surti yang tepat berada di samping rumahku. Kulihat lampu di dalam ruang tamu rumahku menyala, namun pintu di tutup mungkin karena hari sudah terlalu sore. Belum lama aku sampai , Rara pun tiba menyusul di belakangku.
"Sudah lama In?"
"Baru aja. Ayo kita masuk!" Ajakku kepada Rara.
"Tok... Tok... Tok...! Assalamualaikum Mbak..."
Ku ketuk pintu lalu mengucapkan salam.
"Waalaikumsalam..."
Mbak Surti segera menjawab karena sepertinya ia memang sudah menunggu kedatanganku.
"Ayo masuk Dek Indah..."
Aku dan Rara pun masuk dan duduk di kursi tamu setelah di persilahkan duduk.
"Baru pulang kerja ya?"
"Iya Mbak. Bagaimana dengan koper Saya?"
"Ada Dek Indah. Sebentar Saya ambilkan. Oh ya, mau minum apa?"
"Tidak usah repot-repot Mbak, Saya cuma sebentar dan lagi pula ini sudah mau maghrib."
"Oh, sebentar ya Dek Saya ambilkan kopernya."
"Iya Mbak."
Mbak Surti pun beranjak menuju ruang tengah kamarnya. Sepertinya koper-koperku di letakkan di sana.
"Apa suami mu ada di dalam sana?" Tanya Rara yang melihat ke arah rumahku dari balik jendela rumah Mbak Surti ini."
"Hmm..., sepertinya begitu Ra."
"Aku jadi pengen lihat madumu itu seperti apa."
"Ck!" Aku hanya berdecak membalas pertanyaan Rara sambil mendelik melihat ke arahnya.
"Hehehe... iya... iya..." Rara terkekeh melihat reaksiku.
"Dek Indah, ini koper-kopernya."
Mbak Surti mengarahkan koper-koper itu padaku. Aku pun penasaran apa saja yang di masukan Mas Heru ke dalam koper-koper itu.
"Maaf Mbak Surti. Saya pengen buka koper-koper ini disini boleh? Biar jika ada sesuatu yang kurang Saya bisa ambil di rumah dan tidak perlu repot bolak-balik kesini."
"Oh, silahkan dek Indah."
Aku lalu membuka koperku yang pertama disaksikan oleh Rara dan Mbak Surti. Dalam koper itu hanya pakaian rumahan serta beberapa pakaian kerja yang sudah lama.
Keningkku sedikit berkerut melihat isi dari koper itu. Semoga saja dugaanku salah, aku pun membuka lagi koper satunya.
Darahku kembali mendidih, isi koper berikutnya juga kurang lebih sama. Hanya baju rumahan, pakaian dalam serta baju-baju lama yang sudah jarang aku gunakan. Lalu kemana baju-baju ku yang masih bagus? Bahkan yang masih berbungkus pun ada. Tas-tas ku, sepatu dan sandal ku? Aku yakin masih banyak barang-barangku di rumah itu.
"Ada apa In?" Tanya Rara yang memperhatikan wajahku.
"Hanya barang-barang yang hampir tidak terpakai yang di masukkan ke dalam koper ini." Kataku kesal.
Aku langsung beranjak dari dudukku, berjalan cepat mengitari rumah Mbak Surti menuju rumahku.
"Brakk.. Brakk.. Brakk!! Mas Heru buka pintunya!"
Tidak lagi pakai ketuk, aku langsung menggedor pintu rumah sekuat tenaga hingga terdengar rusuh.
Mbak Surti dan Rara melihatku dari balik pagar pembatas rumah kami. Bahkan orang sedang melintasi jalan pun menoleh ke arahku.
"Brakk... Barkk... Brakk!"
Sekali lagi aku menggedor pintu itu dengan kasar.
Pintu pun akhirnya terbuka, namun bukan Mas Heru yang keluar melainkan istri sirinya, Wina.
"Tidak punya sopan santun ya, main gedar gedor rumah orang seenaknya?!" Sarkas Wina sambil melipat tangan di dada dengan wajah kesal.
Darahku mendidih mendengar ucapannya. Apa aku tidak salah dengar ia menganggap itu bukan rumahku?! Bisa-bisanya dengan gampang dia mengakui itu rumahnya. Siapa sebenarnya disini yang mengaku-ngaku kepemilikan rumah itu?! Aku tidak habis pikir, begitu liciknya wanita yang selalu di puji-puji Mas Heru ini.
"Ini rumahku! Aku ingin masuk dan bertemu dengan Mas Heru. Mana dia?!" Tanyaku sedikit membentak.
"Hei dasar wanita bar-bar. Kamu tidak ngerti etika hah?! Pergi sana! Sembarangan masuk rumah orang!"
Oh Tuhan, di mana Mas Heru bertemu wanita tebal muka seperti ini? Dan itu... Itu kan baju ku!
Mataku membulat melihat baju yang di kenakan oleh Wina. Baju tidur berwarna merah marun dengan renda di sekeliling lingkaran lengan dan leher yang lebar itu mirip dengan baju yang aku beli ketika hendak menjumpai Mas Heru di Surabaya. Baju yang sengaja aku persiapkan untuk melewati malam panjangku dengan Mas Heru.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 120 Episodes
Comments
Sukliang
pelajaran, rmh dari orang tua jgn mau diganti nama suami ato istri
2023-07-30
2
🍌 ᷢ ͩBening🍆
buseettt gk tau malu... bisa gtu nyimpen n pakek barang2 org yg tak lain rivalnya... wkwkwk bener2 gk punya malu.. geli banget ama org kayak gni🤣🤣🤣🤣 klo harga dirimu tergadai krn urusan laki2 masih banyak temen lah ini bahkan harga diri tergadai dgn lembaran kain.. busettt miskin bu sampe pakek baju bekas.. suaminya gk bisa beliin atw gmn.. tp udah gtu kok y masih bisa begaya.. emang usah edyan🤣🤣
2023-07-29
2
CR⃟7Naikenz *🎯Hs
Pengen rasa ya memjambak rambut wanita gak tau malu itu pantes jodoh sama heru. Sifat ya teryata sama. Sama2 tak tahu malu mengakui hak orang yg bukan milik ya 🙄🙄
2023-07-21
1