Bab 2
Memilih Pergi
"Ada apa ini? Mohon untuk tenang semuanya. Kita bicarakan baik-baik."
"Pak Rt..." Ucap Mas Heru gantung.
Rupanya lelaki yang hampir memasuki usia paruh baya itu adalah RT setempat.
Mau tidak mau aku terpaksa melepaskan cekeramanku terhadap rambut si gundik.
Napasku masih tersengal-sengal sesak menahan emosi yang masih menyelimuti diri.
Aku di tahan untuk tidak melanjutkan aksiku oleh Pak RT dan beberapa warga setempat. Suami ku dan gundiknya pun diminta berpakaian dulu untuk membicarakan masalah ini.
"Jadi ini Pak, Bu... ini ada apa sebenarnya?" Tanya Pak Rt setelah memastikan kondisi tenang dan aman terkendali.
"Dia datang entah dari mana langsung menyerang kami Pak." Sarkas wanita itu menunjukku dengan tatapan nyalang.
"Apa Ibu tahu, mendatangi rumah orang lain dan melakukan tindak kekerasan bisa terancam pidana?" Tanya Pak Rt kepadaku.
"Ini bukan rumah orang lain Pak, tapi ini rumah suami saya!" Ucapku tegas.
"Apa, suaminya? Bukannya Bu Wina itu isterinya Pak Heru ya?"
Bisik salah seorang ibu-ibu yang menyaksikan terdengar di telingaku.
"Udah jeng, simak aja dulu. Kayak nya bakalan seru ini. Kita lihat siapa yang pelakor disini."
Seorang lagi ibu-ibu berkomentar yang sepertinya menyukai urusan orang lain.
Bisik-bisik tetangga mulai terdengar dari satu ke lainnya. Hingga akhirnya orang yang di panggil Pak RT itu berbicara kembali.
"Jadi Ibu ini isterinya Pak Heru juga?"
"Juga? Saya isterinya di mata hukum dan agama. Entah kalau dia!"
Aku menunjuk wanita itu dengan daguku lalu mengalihkan pandangan ku tak sudi melihat mereka duduk dekat bersama, saling menggenggam jemari seolah mereka adalah korban.
"Pak Heru, bisa tolong jelaskan? Jika di dalam rumah ini telah terjadi perzinahan maka saya akan bertindak tegas menyikapi masalah ini." Ujar Pak Rt.
"Benar, Ibu Indah ini adalah isteri sah saya. Dan Wina adalah isteri siri saya." Tutur Mas Heru.
"Wuuu...ini dia pelakornya!"
"Iya, gayanya sombong bukan main. Rupanya-rupanya cuma pelakor."
"Wuuuu....!!"
"Tenang ibu-ibu, mohon tenang...!" Ujar Pak Rt mencoba meredam situasi agar tenang kembali.
"Mas, aku tidak mau kita pisah. Aku sangat mencintaimu Mas..." Rengek wanita yang bernama Wina itu.
"Wuuu...! Tidak tahu malu!"
"Saya kira wanita berkelas, tidak tahunya wanita remahan rengginang!"
Kembali suara ibu-ibu itu menyoraki gundik Mas Heru. Dalam hati ini ada rasa terhibur oleh ibu-ibu itu. Mereka seakan mengerti apa yang aku rasakan walau mereka tidak merasakannya secara langsung.
Memang tidak tahu malu, wanita yang bernama Wina itu menangis di pelukan suamiku. Mas Heru pun sama, dengan tidak tahu malunya ia mencium pucuk kepala Wina menandakan dirinya begitu menyayangi wanita itu.
Jijik rasanya melihat keromantisan yang mereka pertunjukan di keramaian begini. Dan tentu sakit rasanya hati ini hingga tidak bisa dilukiskan dengan kata-kata. Bahkan tubuh ini sejak tadi sudah gemetar hebat. Emosi dan sakit hati entah mana yang lebih mendominasi.
Tidak pernah terpikirkan oleh ku aku akan di perlukan seperti ini oleh Mas Heru. Aku tidak mau di madu. Apalagi tidur dengan berbagi suami.
Tidak ingin menyaksikan pemandangan yang terus menyiksa hati, aku putuskan ingin segera meninggalkan tempat ini.
"Aku tunggu surat cerai dari mu Mas, segera!" Ucap ku lalu bangun dari dudukku dan melangkah pergi meninggalkan keramaian itu dengan luka hati yang menganga.
"Indah! Tunggu Indah!"
"Mas, jangan tinggalkan aku Mas! Kamu sudah janji ingin menikahi aku secara sah di mata hukum..."
Tak ku hiraukan lagi Mas Heru yang terus memanggil namaku. Ia berusaha mengejarku namun isteri siri nya menahan lengannya untuk tetap bersamanya. Sakit sekali melihat mereka seperti itu. Apalagi mendengar Mas Heru menjanjikan pernikahan mereka sah di mata hukum. Itu berarti Mas Heru sudah memiliki niat untuk bercerai denganku. Lalu untuk apa kamu masih berusaha mengejarku Mas?
Aku tidak menyangka Mas Heru akan tega menduakan diriku. Padahal selama ini aku juga berusaha untuk setia dan hanya memikirkan Mas Heru seorang. Namun hari ini begitu besar luka yang Mas Heru torehkan. Aku ingin teriak, aku ingin marah, dan rasanya ingin melemparnya apa saja untuk membalaskan rasa sakit ini.
Aku kecewa, tidak menyangka hati ini akan di lukai olehnya. Begitu perih mata ini memandang kemesraan mereka berdua.
Air mata lolos begitu saja dan mulai membasahi pipi. Tak ku hiraukan supir taksi yang menatapku penuh tanda tanya dibalik kaca spionnya saat mengantarku pergi.
"Maaf, tujuannya kemana ya Bu?" Tanya supir taksi.
"Ke Hotel saja Pak, yang tidak jauh dari bandara kalau ada."
"Baik Bu."
Mobil taksi yang aku tumpangi pun perlahan sedikit melaju ke tujuan yang aku harapkan. Aku tidak peduli lagi Pak supir memandangku dengan tatapan iba. Air mata ini tidak ku tahan lagi begitu ingin tumpah.
Wanita mana yang mau berbagi suami dan tahan melihat kemesraan mereka. Hati ini sakit mengetahui orang yang begitu di cintai tega mengkhianatiku. Kemana kata cinta dan sayang yang selalu ia ucapkan setiap kali menyapaku dari jarak jauh.
Mata ini kembali mengembun mana kala teringat janji manis yang selalu terucap tiap kali kami melepas rindu melalui telepon genggam. Mengingat kenangan-kenangan manis yang pernah kami lewati bersama ketika raga tidak berjarak.
Harusnya waktu itu aku percaya dengan nasehat sahabatku. Mungkin saja dia sudah curiga, namun tidak tega mematahkan hatiku. Hanya aku yang terlalu percaya akan buaian Mas Heru. Hanya aku yang terlalu bodoh begitu yakin Mas Heru tidak akan bermain di luar sana. Hanya aku yang di butakan oleh yang namanya cinta.
Aku jadi teringat obrolan kala itu dengan sahabatku yang bernama Rara.
Flash Back On
"Kamu sering komunikasi dengan suamimu kan?" Tanya Rara.
"Iya lah... "
"Hebat kalian, mampu bertahan dengan jarak jauh seperti ini. Kalau aku, pasti ku susul atau ikut pindah juga kesana."
"Mau bagaimana lagi, sudah cinta."
"Apa kamu tidak pernah curiga dia disana gimana?"
"Kenapa harus curiga? Toh, kami tidak pernah putus komunikasi, dari cara dan sikapnya dia tidak berubah dan menurut ku tetap setia."
"Gak menjamin! Apalagi kamu dan dia hanya menyapa dari jauh. Kamu kan gak mantau kegiatannya langsung. Coba sesekali datanglah kesana, lihat bagaimana kehidupannya ketika jauh darimu. Bersyukur jika ia memang lelaki yang setia. Aku hanya tidak ingin kamu sakit hati di kemudian hari dengan penuh penyesalan."
Flash Back Off
Sahabatku mulai mengacaukan pikiran dan hatiku yang ku pertahankan selama ini hari itu. Memang benar apa katanya dan itu pasti pernah, malah sering terlintas di hati dan pikiranku.
LDR, Long Distance Relationship. Hubungan jarak jauh, di mana dengan kemajuan teknologi dan informasi sekarang membuat kita mudah terhubung satu sama lain.
Ini berat, hatiku tak sanggup rasanya. Tapi mau bagaimana lagi, aku sendiri memiliki pekerjaan yang tidak mungkin aku tinggalkan. Dari awal menikah kami tidak mempermasalahkan mengenai pekerjaan masing-masing. LDR menjadi pilihan saat salah satu di antara kami tidak ada yang ingin melepaskan pekerjaan. Kami pun berkomitmen untuk saling menjaga hati dan tetap berkomunikasi sesering mungkin. Suamiku akan pulang 3 bulan sekali, kadang bila pekerjaannya tidak banyak, ia akan pulang 1 atau dua bulan sekali selama seminggu.
Kami belum di karunia anak meski usia pernikahan sudah jalan 2 tahun. Mungkin karena intensitas pertemuan yang kurang atau memang belum waktunya di beri kepercayaan oleh Yang Maha Kuasa. Aku pun tetap bersabar dan terus berdoa di setiap sujudku.
Namun hari ini aku tahu maksud Tuhan belum memberiku anak. Mataku di buka dengan di beri cobaan yang menguras air mata dan perasaan dengan mendapati suami ku yang berselingkuh di rumah dinasnya.
Andaikan kami sudah memiliki anak, tentu akan susah bagiku untuk mengambil keputusan, mengingat dampak dari sebuah perceraian bisa berakibat buruk bagi psikologis seorang anak.
Segala sesuatu ada hikmahnya. Setiap hari pasti ada kebaikan yang di dapat meski itu hari yang buruk untuk di lalui.
Entah bagaimana tanggapan keluarga kami dengan adanya masalah rumah tangga ini. Tapi jika di minta untuk tetap bersama, maka pilihanku adalah tidak. Sesuatu yang telah pecah mau di kembalikan bagaimana pun seperti semula, hasilnya tidak akan pernah sama seperti sebelumnya.
Mau Mas Heru memilih dia atau aku, aku tetap memilih untuk meninggalkan Mas Heru. Bagiku sebuah kepercayaan yang sudah hancur tidak akan bisa di perbaiki lagi. Mungkin aku bisa memaafkan, tapi aku tidak akan pernah bisa menerimanya kembali.
Hari ini aku mengalami sesuatu hal yang buruk, namun aku percaya akan ada hal baik yang menantiku kelak jika aku lebih bersabar lagi.
Bersambung...
Note : jangan lupa untuk selalu like dan komen setiap bab ya, karena jejak kalian sangat berharga bagi Author. Terima kasih 🙏😊
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 120 Episodes
Comments
ferdi ferdi
siiiiip keren indah
2025-01-02
0
guntur 1609
bagus. klau penghisnat buangnya ke SAMPAH
2024-01-07
2
Sulfia Nuriawati
selingkuh itu penyakit yg ssh obatnya, sering kambuh,baiknya cm sementara tergantung niatnya aja kalo mw sembuh y usaha tp byknya lbh milih utk trus kambuh
2023-10-22
1