Bab 5
Ke Rumah Orang Tua
Berkat bantuan Tuan Fandi, aku bisa meninggalkan Surabaya dan kembali ke Kalimantan di kota Pontianak. Kembali pulang dengan membawa sejuta luka yang menancap di hati. Menginjakkan kaki dirumah yang banyak meninggalkan kenangan kebersamaan antara aku dan Mas Heru.
Sungguh aku tak berdaya menghadapi ini semua seorang diri. Bagaimana caranya aku mengatakan kepada kedua orang tua ku tentang peliknya rumah tangga yang sedang aku hadapi. Haruskah aku diam saja dan menunggu hingga Mas Heru datang ke kota ini?
Tidak! Sebelum dia datang memohon dengan kalimat-kalimat manisnya kepada ke dua orang tuaku, aku harus lebih dulu memberitahukan kepada orang tua ku tentang kelakuan Mas Heru di belakang ku.
Walau berat untuk menceritakan masalah rumah tangga ku, aku tetap melangkah menuju rumah kedua orang tuaku. Berharap mereka mengerti dan mendukung apa yang sudah menjadi keputusan ku.
Ayah dan ibuku tinggal sangat jauh dari ibu kota provinsi. Mereka tinggal di kampung yang masih kental dengan kebudayaan mayoritas suku Melayu disini. Bahasa yang di gunakan pun masih bahasa setempat. Keluarga ku memiliki tanah dan kebun yang banyak warisan peninggalan orang tua sebelumnya.
Bekerja sama dengan penduduk sekitar mengolah kebun dan memanen hasilnya bersama. Hingga warga sukup segan dengan Ayahku yang sering membantu mengangkat perekonomian mereka.
Sebuah rumah panggung yang terbuat dari kayu seluruhnya adalah rumah kedua orang tuaku.
"Assalamualaikum..." Ucap ku sambil terus melangkahkan kaki mencari keberadaan ibuku.
Ternyata ibu sedang di dapur menggoreng kerupuk. Kompor segera ibu matikan. Kemudian kerupuk di masukan ke sebuah wadah berbahan plastik.
"Waalaikumsalam, eh... Kau tak jadi berangkat In?"
Aku menyalami tangan ibu dan mencium punggung tangan itu dengan takzim. Ibuku merasa heran melihatku karena baru 3 hari yang lalu aku mendatangi rumah kedua orang tuaku untuk pamit menemui Mas Heru selama seminggu disana.
"Udah balek Indah Mak, tadi pagi Indah sampainye."
"Seronok ke di sanak? Ngape pulak kau balek cepat?"
"Inilah yang nak Indah cakap dengan Mak. Ngape Indah bise balek cepat. Ayah mane Mak? Indah pon nak Ayah dengar apa yang nak Indah sampaikan."
"Ayah engkau masih di ladang. Ade ape In? Penting sangat nampaknye?!" Tanya ibuku sambil duduk di kursi meja makan.
Terlihat jelas raut wajah Ibuku diselimuti kekhawatiran. Aku pun mengikuti Ibu duduk di dekatnya.
"Tak tahu lah Mak. Indah tak kuat lagi rasenye... Hiks..."
"Heei, ade ape ni? Ngape anak Mak menanges begini? Pelik sangat ke?"
Ibu mengusap-usap punggungku. Sebagai orang tua Ibu pasti sedih melihatku menangis. Tapi aku juga tidak bisa menahan air mata ini yang sejak tadi ingin tumpah.
"Assalamualaikum..." Suara Ayah mengalihkan perhatianku dan Ibu.
"Waalaikumsalam," Jawab ku dan Ibu nyaris bersamaan.
Perlahan aku mengusap air mata, lalu mendekati Ayah dan mencium punggung tangannya dengan takzim.
"Wah anak Ayah, kapan datang. Eh, kau nanges In? Kenape?" Tanya Ayah yang memperhatikan wajahku. Seperti halnya Ibu, di wajah Ayah pun tampak gurat kekhawatiran menyelimuti wajahnya.
"Dah dari tadi die nunggu awak datang. Die kate ade yang nak die bagi tahu ke kite." Kata Ibuku.
"Ade ape Indah, mari sini bagi tahu Ayah."
Ayah kemudian ikut duduk bersama aku dan Ibu. Belum berucap, air mata ini sudah mengalir kembali tanpa bisa aku tahan.
"Hari dolok, Indah pergi menemui Mas Heru, Ayah." Ucap ku sendu dan tertunduk.
"Ayah, tahu. Lalu?"
"Rupenye die disana dah kawin agik Ayah, hiks..."
"Ape?!" Ucap Ayah dan Ibu secara serempak.
Seperti yang aku perkirakan. Kedua orang tua ku terkejut mendengar berita itu. Ayah terlihat sangat marah dan Ibu juga tampak sangat kecewa. Ibu terduduk lemah tersadar sedangkan Ayah tampak menghela napas berat.
"Dah lame Ayah nak cakap pasal ini. Ini lah yang Ayah takotkan waktu dengar Heru nak kerje di luar kote." Tutur Ayah.
"Mak tak nyangke, padahal Heru nampak macam budak baek." Ucap Ibu kecewa dan sepintas ku lihat Ibu mengusap matanya.
"Itulah, jangan tengok cakap manis lalu kire die budak baek. Rambot same hitam, tapi hati manusie tak ade yang tahu." Kata Ayah.
"Sejak kapan Heru berselingkuh dari engkau?" Tanya Ibuku.
"Entahlah Mak, Indah pun tak tahu..."
"Lalu kau nak macam mane In?" Tanya Ibuku menatap sendu diriku.
"Indah nak pisah Mak, Indah tak sudi bagi suami. Mas Heru menikah tanpe ijin dolok dengan Indah. Die nak Indah tinggal satu atap dengan bini mudenye. Mas Heru cakap nak berlaku adil, tapi Indah lihat Mas Heru lebih mengutamekan bini sirihnye dari pade Indah. Indah tak mau Mak, saat ini pon dah sakit hati Indah apalagi sampai selamanya Indah harus seatap betige. Hiks..."
"Nyaman benar die kate begitu! Die kacang lupa dengan kulitnye!" Ibuku tampak geram, bahkan deru napasnya mulai tak beraturan karena menahan emosi. "Sabar ye nak, kasihan anak emak..."
Kembali Ibu mengusap lembut punggungku.
"Sudah lah, ini pon susah terjadi." Kata Ayah.
Ayah diam sejenak, tampak beliau sedang berpikir. Lalu tak berapa lama, Ayah terdengar menghela napas berat kembali.
"Jadi, kau sudah pasti dengan keputosanmu ini In? Ape kau tak ingin nak cobe dolok seperti yang Heru inginkan? Tampaknye die tak niat nak menceraikan engkau." Tanya Ayah.
"Waktu Indah bertemu Mas Heru, die tampak sangat sayang dengan bini mudenye. Ape kate wanita itu nak, Mas Heru selalu turotkan. Mas Heru tampak takot dengannye. Dan yang paling buat Indah sakit, Indah tak sanggop lihat kemesraan mereke Ayah. Hati Indah sangat skait. Hiks.... Lebeh baek Indah melepas dari pade harus menahan sakit yang berkepanjangan. Indah kesini biar Ayah dan Mak tahu dolok sebelom nanti Mas Heru datang ke sini."
Sekali lagi Ayah terlihat menghela napas panjang.
"Ayah tak nak makse kehendak, kau pon yang merasenye. Kalau kau rase itu lebeh baek, Ayah hanye bise doekan ape pon keputosan yang kau ambek, semoge kau tetap bahagie nak." Tutur Ayah.
"Hiks.. Makaseh Ayah..."
"Dah tu. Jangan nangis agek. Tak gune nangeskan laki macam tu." Ujar Ibuku yang masih tampak geram meski dengan nada yang pelan.
"Iye Mak." Aku menurut apa kata Ibuku.
Memang benar Mas Heru tidak pantas untuk di tangisi. Lelaki yang pada akhirnya memberi luka di hati ini sudah selayaknya aku untuk membuang jauh perasaan ini.
Bekal dukungan dan doa dari orang tua membuat hati ini terasa sedikit tenang dan lega. Jika Mas Heru datang kelak, aku yakin dia tidak akan berani lagi memaksaku untuk tetap menjadi istrinya.
Mengingat masa cuti masih 2 hari lagi, hari itu kuputuskan untuk menginap dirumah orang tuaku. Dan akan kembali besok siangnya.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 120 Episodes
Comments
Ifa Tul Jannah
maaf Yee awak sya trgelak rsanx lain pulak dngn bhsa mlyu ape2 pun sya suka BCA novel Wak ni Slam from mlysia ☺️☺️
2024-08-30
0
Julia Juliawati
mmaf Thor knpa pake bahasa daerah kita yg g ngerti jd aq bacanya di loncat2
2024-06-16
2
Kucing Ireng
entah dimana jiwaku saat membaca percakapan mereka,Mlh membayangkan Upin ipin.kirain udah bisa bahasa mereka tp sekarang jadi sadar , ternyata karena ada teks nya dilayar baru bisa faham😂😂😂
2023-11-01
4