Bab 18

Wanita paruh baya dengan jilbab segitiga khasnya berdiri di belakang Airin.

"Bu Citra," ujar Milea terkejut. Airin juga sama terkejutnya melihat mantan bosnya datang ke kamar kosnya selarut ini.

"Kalian sudah makan?" tanya Bu Citra, kemudian duduk di tengah antara Airin dan Milea. Airin mengangguk, Melia menggeleng.

"Dimana anakmu?" tanya Bu Citra bangkit dan membuka kamar Milea.

"Didalam Bu, mau lihat?" sahut Milea.

"Anak Airin bukan anakmu, memang kamu baru saja melahirkan," ucap Bu Citra mengernyit.

"Anak Airin anak saya juga, saya yang tiap hari bangun tengah malam jika menangis," sahut Milea tersenyum.

"Ah, kamu ini. Ini ada hadiah buat anakmu, Milea ini tadi waktu pulang ibu panggil-panggil malah lari," ucap Bu Citra, memberikan bungkusan kado kepada Airin.

"Ah jadi yang manggil saya tadi Ibu, saya kira hantu. Habis tadi waktu belokan gang itu kan sepi Bu, suara lirih Milea, Milea …, saya kan jadi takut." balas Milea, dengan memperagakan kondisi keadaan.

"Ish," decak Bu Citra.

"Ini juga makanan tadi beli di richeese, makan saja!" ucap Bu Citra, memberikan bungkusan plastik dari tangan kirinya. Airin meraihnya dan membawanya masuk, lalu keluar dengan 3 gelas air es di atas nampan.

Bu Citra berjalan ke arah pagar pembatas, melihat beberapa rumah di pemukiman dan langit yang cerah dihiasi bintang dan bulan sabit.

"Enak juga disini, em …, kamu jualan lontong sayur sekarang, Rin?" ujar Bu Citra menoleh ke arah Airin.

"Iya hanya tadi pagi saja, besok mau usaha yang lainnya saja Bu," sahut Airin.

"Iya juga, kalau disini pagi-pagi lebih suka ngemil daripada makanan berat. Kalau mulai jam 10 mungkin baru laku keras," imbuh Bu Citra. Airin diam dan memikirkan perkataan Bu Citra.

"Kerja saja di toko, ada anak baru tapi kurang jago jualan." ucap Bu Citra memberi solusi.

"Lalu anaknya?" sahut Milea.

"Katanya anakmu, gimana sih," balas Bu Citra. Milea menggaruk kepala dengan bingung .

"Titipin aja, kalau mau nih Ibu kasih saran. Kamu kan belum nikah, kasih aja anakmu kepada keluarga yang belum memiliki keturunan, kamu bisa mulai hidup baru dan anakmu juga keurus," ucap Bu Citra.

"Astagfirullah," keluh Airin menanggapi usul Bu Citra.

"Jangan ah, anak cakep ganteng kasihkan orang, jangan Rin," sahut Milea mendekati Airin.

"Tidak ah, saya tidak bisa kehilangan anak saya. Dia semangat saya saat ini, Bu," jawab Airin tegas.

"Coba kamu pikirkan lagi, kalau masih mau ada teman Ibu yang memang saat ini belum hamil, dia mencari anak yang tidak diasuh orang tuanya, dia kaya dan berpendidikan. Hidup anakmu bakal enak, Rin," imbuh Bu Citra.

"Berpendidikan kok pikirannya sempit, kenapa tidak adopsi anak di panti asuhan," Milea berbisik ke telinga Airin. Airin memukul pundak Milea agar bersikap tenang menanggapi perkataan Bu Citra.

"Ah, ya sudah Ibu kan cuma kasih saran, Ibu pulang dulu, sehat-sehat ya Rin," ucap Bu Citra mengelus pundak Airin. Lalu perlahan turun menuruni tangga dan pergi. Milea mengepalkan tangan di belakang tubuh Bu Citra. Airin menahan kemarahan Milea.

Airin masuk kedalam kamar dan duduk di lantai, membuka hadiah yang Bu Citra berikan padanya. Dua pasang pakaian bayi isi hadiah tersebut, Airin tersenyum senang, anaknya memiliki tambahan baju.

Milea masih kesal dan enggan masuk kedalam kamar, Airin keluar dan membujuk Milea lagi agar tidak emosi karena bagaimanapun juga Bu Citra adalah bos Milea dan mungkin Bu Citra memikirkan kebahagiaan anaknya Airin dari sudut pandang lainnya.

Hari berganti bulan, saat ini Ringga genap berusia 6 Bulan. Bayi yang sedang aktif dan lucu-lucunya. Setiap pagi Airin masih pontang-panting berjualan aneka makanan dan Milea membantunya menjaga Ringga. Kedua persahabatan yang indah dan selalu Airin syukuri, Airin tidak tahu bagaimana nantinya jika kehilangan Milea.

Sudah 2 hari ini Milea sering merenung di teras kamar kos sendirian saat tengah malam. Kabar jika Ibunya sakit, membuat Milea risau dan gelisah. Berulang kali berpikir untuk pulang, berulang kali pula menggagalkannya. Milea masih takut jika tetangganya masih teringat kemalangannya saat acara pernikahan. Apalagi mantan pacarnya sudah menikah dan tinggal tidak jauh dari rumah Milea. Pasti Milea akan sering bertemu dengan mantan pacarnya, karena sejujurnya Milea katakan belum bisa move on.

"Sudah pulang saja, aku saja juga sebenarnya ingin pulang dan melihat Ibuku." ucap Airin, sambil memeluk Milea.

"Jika aku sudah pulang, mereka akan melarangku pergi lagi, Rin. Aku tidak bisa kehilangan kamu yang seperti adikku sendiri," sahut Milea, lalu menangis di pundak Airin. Airin pun juga ikut menangis, karena dirinya juga akan sangat sedih jika kehilangan Milea yang sudah seperti kakak, sahabat dan rumahnya untuk pulang. Keduanya merasa sangat sakit jika memikirkan untuk berpisah.

Malam yang penuh bintang, menyimpan kesedihan yang bersembunyi di balik cerahnya langit malam.

Airin dan Milea duduk berdua, sesaat saling menoleh dan melihat mata yang sama-sama basah, lalu tersenyum menghibur diri.

Malam ini, mungkin akan menjadi malam yang membuat Airin dan Milea benar-benar tidak bisa tidur, sebuah karcis travel tergeletak di meja. Milea memutuskan untuk pulang besok pukul 10 pagi ke kampung halamannya.

Airin sampai tidak bisa berpikir untuk berjualan pagi ini, pikirannya kalut dipenuhi kebimbangan. Ingin menahan Milea pulang, tapi saat memikirkannya kembali Airin takut menahan langkah kebahagiaan Milea. Milea sedari pagi, sudah memasak nasi dan membersihkan kamar, tidak seperti biasanya yang selalu bangun siang jika tidak Ringga menangis juga tak kunjung bangun.

Keduanya duduk bersama untuk sarapan, kuah di piring bercampur air mata yang menetes. Namun, keduanya menahan kesedihan dan tidak berani mengatakan sesuatu.

Mobil travel sudah datang, Airin mengantar kepergian Milea, menuruni tangga sambil menggendong Ringga. Milea terus menggenggam tangan Ringga dan menatap Ringga dengan senyum yang dibalut dengan air mata.

"Jika aku tidak pulang, aku berikan semua barang di kamarku untukmu, Jaga anak kita ya, Rin," ucap Milea sebelum masuk mobil.

Airin mengangguk dan menahan sedihnya, memasang senyum tipis agar Milea tahu dia akan baik-baik saja mengurus dirinya dan Ringga.

"Jika sulit, pulanglah, orang tuamu pasti juga seperti Ibuku yang menanti aku pulang, jangan sendirian aku … aku tidak bisa, memikirkannya jika … jika kamu sendirian," ucap Milea, tangisan pun akhirnya pecah. Airin tidak bisa lagi menahan air matanya. Keduanya berpelukan.

Setelah hampir 10 menit drama kesedihan itu pun berakhir, Airin melambaikan tangan mengisyaratkan melepaskan Milea pergi. Milea bisa melihatnya dari spion dan masih sesenggukan menangis. Perlahan langkahnya kembali menaiki tangga ke kamar. Membuka kamar dan duduk diatas tempat tidur, menatap wajah putranya yang sedang tersenyum, Airin tersenyum kemudian menangis sambil memeluk Ringga.

"Aku ingin pulang …," ucap Airin lirih.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!