Tubuh Airin gemetar dan gugup. Langkah Ayahnya semakin dekat dengan dirinya.
"Mana anak nakal itu!" teriak Ayahnya lagi.
Airin menatap Ayahnya ketika langkah Ayahnya berhenti tepat di depan kamarnya. Airin lalu bergegas bangkit dan langsung sujud menyentuh kaki Ayahnya.
"Ayah, maaf kan Airin," ucap Airin dengan linangan air mata yang menetes di kaki Ayahnya. Airin tidak berani mendongak dan terus tertunduk.
"Dasar anak bodoh, Ayah sekolah kan kamu mahal-mahal apa ini yang bisa kamu lakukan pada Ayah," ucap Ayahnya dengan nada kesal bercampur air mata. Airin baru berani mendongakkan kepala, ketika merasakan air mata Ayahnya jatuh di jilbabnya. Airin bangkit dan langsung memeluk Ayahnya dengan kuat. Air matanya terus menetes hingga tidak bisa berkata-kata apalagi, meskipun Ayahnya terus menggunakan memaki dirinya.
"Ya Allah, sungguh malangnya diriku ini, sampai anakku sendiri tidak ingin melihat wajahku," ucap Ayahnya.
"Tidak Ayah, Airin yang salah …," ucap Airin dengan sesenggukan.
"Sudah kalian menangisnya, duduk di ruang tamu sudah ibu buatkan teh," sahut Ibunya mencairkan suasana. Airin mengikuti langkah kaki Ayahnya dari belakang.
Secangkir teh hangat menenangkan hati Airin yang awalnya gelisah. Ayah dan Ibunya masih menatapnya sedari tadi, Airin hanya tertunduk menunggu pertanyaan dari kedua orang tuanya.
"Dimana anakmu, dek?" tanya Ibunya mendekat.
"Di Rumah Sakit, Bu," jawab Airin lirih.
"Ya Allah, sakit apa?" ucap ibunya terlihat panik.
"Demam Berdarah, Bu," kak Ikmal masuk dan menyahutinya.
"Innalillahi, lalu siapa yang menjaganya?"
"Sudah, jangan bahas itu lagi. Ayah hanya ingin bertanya, dimana pria itu?" ujar Ayahnya, memutuskan obrolan yang membahas tentang Ringga. Airin diam dan bingung harus menjawab pertanyaan Ayahnya yang jelas menjadi point penting dalam pertemuan ini.
"Airin tidak bisa bersama dengan dia, Airin harap Ayah menerima keputusan Airin yang akan membesarkan Ringga sendirian," jawab Airin.
"Oh, anakmu namanya Ringga, dek." Imbuh Ibunya menyela, Airin tersenyum dan menganggukkan kepala.
"Kamu siap menjadi Ibu tunggal, mendapatkan cemoohan orang sekitar, menafkahi anakmu sendiri, kamu tidak memikirkan mental anakmu jika besar dan orang lain bertanya siapa Ayahnya?" ucap Ayahnya dengan nada tinggi dan sedikit kesal. Airin hanya diam dan tertunduk, tidak berani menatap Ayahnya.
"Bagaimanapun juga semuanya sudah terjadi, Ayah tidak bisa menahannya kembali untuk kamu kembali mengulang masa lalu. Menjadi dua orang tua yang utuh saja terkadang sulit, lihat bagaimana Ayah dan Ibu sulit membuatmu membuka mulut untuk mengatakan, siapa Ayah dari anakmu? Kamu hanya bisa kabur tanpa penyelesaian. Lantas apa dengan tindakanmu ini kamu bahagia?" gertak Ayahnya. Semua diam tidak ada yang berani menyahut perkataan Ayahnya.
"Bawa anakmu kesini, kita besarkan dia. Sudah terlanjur kamu melahirkan mau bagaimana lagi, biarkan ini menjadi rahasia keluarga kita. Berikan anakmu pada kakakmu untuk dirawat, kakakmu sudah menikah punya anak bukan sebuah aib. Lanjutkan saja hidupmu," ucap Ayahnya memberi saran, Airin menggelengkan kepala menolak keras keinginan Ayahnya.
"Kau ingin anakmu disebut anak haram nantinya, pikirkan itu. Jika kakakmu yang merawatnya kamu masih bisa melihat dan menjenguknya," imbuh Ayahnya.
"Tapi Ringga adalah semangat hidup Airin, Airin tidak bisa meninggalkan Ringga," sahut Airin.
"Lalu kami, orang tuamu yang membesarkanmu bukan semangat hidupmu!" gertak Ayahnya, berdecak kesal.
"Sudah dek, turuti ucapan Ayahmu. Ini semua kan demi kebaikan bersama," sahut Ibunya, sambil mengusap kepala Airin.
Airin diam dan masih memikirkan saran Ayahnya.
"Jika tidak, bawa pria itu kesini!" gertak Ayahnya, lalu pergi masuk ke kamar.
Airin menghela nafas panjangnya mencari ketenangan dan pemikiran yang jernih untuk menanggapi situasi ini.
Pada akhirnya, keputusan pahit itu pun di pilih Airin. Airin menyetujui keinginan Ayahnya, karena juga tidak ingin kehilangan Ibunya lagi. Karena kakaknya tinggal tidak jauh dari rumah, membuat Airin bisa sering mampir menengok anaknya kapanpun dia inginkan.
Kakak iparnya yang penyayang, membuat Airin merasa sedikit tenang ketika memutuskan untuk bekerja lagi dan meninggalkan anaknya sementara. Airin ingin seperti Manda, temannya saat bekerja di toko. Berjuang mencari uang dengan hasil jerih payahnya sendiri lalu kelak membawa anaknya pergi dan memulai hidup dengan bahagia.
Airin berdiri di depan cermin, menatap dirinya dalam-dalam. Mencari apa yang sebenarnya dia inginkan selama ini. Rasanya menyembunyikan Ringga dari Angga pun membuat hidupnya tidak tenang selama ini.
"Ayo Rin! Nanti kita terlambat," Teriak Kakaknya, yang sudah menunggu di dalam mobil. Saat ini Airin bekerja di toko dekat dengan tempat kerja kakaknya jadi setiap pagi bisa berangkat bersama dan terkadang pulang bersama.
Airin berjalan ke arah dapur, untuk mengambil roti dan meminum seteguk air terlebih dahulu.
Entah ini hidup yang baru atau meneruskan hidup lamanya, Airin tidak tahu. Airin hanya ingin mengikuti takdir itu membawanya sampai di titik mana.
Kehidupan berlalu begitu cepat. Hampir 3 tahun akhirnya Airin menjalani kehidupannya yang pelik, bisa dikatakan seorang Ibu atau tidak, anaknya lebih dekat dengan kakak iparnya karena lebih sering menghabiskan waktu disana daripada bersama Airin yang sibuk bekerja.
"Pulang nanti kita berbelanja bersama untuk ulang tahun Ayah dan Ibu, aku tunggu di depan toko. Aku pulang lebih awal soalnya," ucap kakaknya. Airin mengangguk.
"Nanti aku ajak Dista dan Ringga, sudah lama kita tidak keluar bersama," imbuh kakaknya. Dista adalah nama kakak ipar Airin.
***
Malam ini, mungkin bintang akan kembali bersinar setelah beberapa hari hujan datang saat sore hari hingga petang.
"Mamah," teriak Ringga, putranya dari seberang jalan melambaikan tangan.
"Ringga …" balas Airin berteriak. Namun, ada seseorang yang menoleh. Ketika langkah Airin tepat berada di depan pria yang sudah sekian lama tidak dijumpainya.
"Mamah …" teriak Ringga semakin kencang.
Mata pria yang membuatnya menjalani kesalahan cinta satu malam, kini tepat di depannya.
"Angga," ucap lirih Airin, menyapa pria yang dari tadi melihat Airin dan Ringga terus-menerus.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments
Srie Ciwis Ladahitam
jalan ceritanya bagus...bkin aqu mewek...semangat y thor/Heart/
2024-07-07
0
Noveria_MawarViani
Terimakasih untuk dukungannya. Saya harap kalian juga meninggalkan komentar dan bintang untuk mendukung karya saya agar lebih baik.
2023-07-22
0