"Aku ingin kau menggugurkannya," ucap Mona lagi.
Airin mencoba untuk melepaskan diri dari tangan Mona yang masih menarik jilbabnya.
"Kau gila!" Balas Airin.
"Kau lebih gila, kau ingin memberikan nyawa di rahimmu dan membuat aku kehilangan nyawa. Kau tahu kan Aku cinta mati dengan Angga, Rin!" teriak Mona.
"Kamu tega sekali menyakiti aku, padahal aku sangat percaya padamu. Aku tidak mengira rasa irimu padaku membuatmu melangkah sejauh ini!" gertak Mona.
Airin hanya tertunduk, dan terus menyeka air matanya yang turun. Mona berpaling muka sesaat, ada rasa jijik untuk melihat sahabatnya Airin yang ia sangka sangat lembut dan memiliki keyakinan agama yang kuat namun tenggelam dalam kehinaan.
Mona menarik tangan Airin, dan mencengkeramnya dengan erat, meluapkan semua kekesalannya pada Airin di tempat. Airin berusaha menyingkir dan memukul tangan Mona yang menahan langkahnya.
"Kau tega denganku Rin!" teriak Mona.
"Lepaskan! Aku juga bingung harus bagaimana lagi?" balas Airin, lalu menggigit tangan Mona, hingga akhirnya Mona melepaskannya.
Namun, tak sampai berhenti disitu, kali ini Mona menarik jilbab Airin hingga Airin tertarik dan tersungkur. Sampai jilbab itu terlepas menutup rambutnya.
"Ini hanya kedok, kau wanita jahat!" gertak Mona.
Airin menarik jilbabnya dari tangan Mona, lalu memakainya kembali.
"Jika kau jadi aku, Apa kau juga akan menggugurkannya?" ucap Airin bertanya tentang situasi apabila terbalik.
"Jika aku jadi kau, aku tidak akan mengkhianati sahabatku dengan nafsu jahat mu!" sanggah Mona. Airin terdiam dan tersudut.
"Lalu aku harus bagaimana? Angga harus tahu jika aku hamil!" sahut Airin.
"Lakukan saja! katakan padanya! Buat dia menikahi mu dan kau rusak masa depannya!" gertak Mona, lalu mengambil satu pecahan kaca yang cukup besar bercecer di tanah.
"Jika kau katakan! Aku akan bunuh diri di hadapanmu saat ini!" gertak Mona, lalu meletakkan pecahan kaca itu tepat di nadi tangannya.
"Mon, kamu gila!" ucap Airin mendekat, namun Mona malah semakin mundur dan pergelangan tangannya dia datar sedikit hingga terluka dan mengeluarkan darah. Airin lantas berlari dan langsung menarik tangan Mona, membuang pecahan kaca itu jauh.
"Mon, jangan begini!" ucap Airin lirih lalu memeluk Mona.
"Kamu ingin melihatku mati atau kau tinggalkan Angga?" ujar Mona, lalu mendorong tubuh Airin.
Airin diam, dan panik ketika darah dari pergelangan tangan Mona semakin banyak. Airin mendekat lagi, namun Mona sudah tak sadarkan diri dan tergeletak.
Dengan panik, Airin berusaha mencari pertolongan. Airin berlari keluar dari area perumahan yang sepi dan masih jarang penduduknya. Berlari memanggil siapapun orang untuk membantunya membawa Mona ke Rumah Sakit. Untung saja ada penjual yang mangkal di depan area Perumahan. mereka langsung menghubungi Rumah Sakit dan akhirnya membawa Mona ke Rumah Sakit dengan Ambulans.
Airin menggenggam tangan Mona sepanjang jalan di mobil Ambulans, sedang beberapa perawat tengah melakukan pertolongan pertama untuk menghentikan darah yang keluar dengan membalutnya menggunakan perban.
"Mon, jangan begini dong ...," ucap Airin lirih, dengan nada yang risau.
Tiba di Rumah Sakit, Mona langsung di bawa ke ruangan IGD untuk pemeriksaaan. Mona mendapatkan beberapa jahitan di pergelangan tangannya, lalu setelah itu di pindahkan ke ruang pasien untuk beristirahat sambil menunggu Mona sadar dari pingsannya.
Airin duduk di samping Mona terbaring, perasaannya di penuhi dengan dilema. Haruskah dia relakan menanggung karma ini sendirian, melihat Mona yang sangat mencintai Angga dan mampu bertindak gegabah hanya untuk mempertahankan hubungannya dengan Angga. Meskipun Mona tahu sendiri, jika Angga sudah tidak setia padanya..
Setelah 1 jam menunggu, akhirnya Mona pun sadar. Mona membuka mata dan menyadari ada Airin di depannya langsung berpaling muka.
"Aku akan pergi dari hidup kalian, aku harap kamu kelak bahagia dengan Angga," ucap Mona, lalu menyentuh tangan Mona perlahan. Mona menolak dan menangkisnya.
"Pergi dan jangan temui aku lagi! persahabatan kita sudah putus sampai sini!" Ucap Mona, tanpa menatap Airin.
Airin bangkit dari tempat duduknya, lalu keluar dari kamar pasien. Mona masih bergeming tidak ingin menatap Airin meskipun untuk terakhir kalinya.
Airin pulang dengan nafas semakin berat, memikirkan langkah selanjutnya. Orang tuanya pasti akan marah besar karena tidak membawa Angga ke hadapan keluarganya.
Airin tetap melangkah dengan kerisauan. Memesan taksi dari arah Rumah Sakit menuju rumahnya. Perjalanan cinta pertama yang begitu pelik untuk di rasakan. Terkadang menyadari jika memang posisinya salah, namun merasa tak adil jika menanggungnya sendirian.
Sampai di depan rumah, Airin meminta supir taksi menunggu selagi Airin masuk ke dalam untuk mengambil uang. Ibunya terlihat duduk di sofa namun berpaling muka dari tatapan Airin. Airin berjalan ke kamar, mengambil koper yang berada di atas lemarinya. Mengemas satu persatu pakaiannya untuk di bawanya pergi.
Airin memikirkan akan tinggal dengan neneknya di desa sampai melahirkan bayi yang ada di kandungannya. Berharap neneknya yang sangat sayang padanya akan memberikan sedikit rasa iba untuk memberi tempat singgah Airin sementara.
Airin keluar dari kamar, menoleh kanan kiri Tidaka nampak keberadaan Ayahnya. Airin menyeret koper keluar, sedang Ibunya masih bergeming tanpa kalimat. Sesaat terlihat sedikit ingin melangkah namun mundur kembali.
"Maaf,buk. Airin tidak bisa membawa Angga kesini." Ucap Airin kepada Ibunya. Ibunya hanya diam, lantas dengan linangan air mata masuk kedalam kamar tanpa kata. Airin bergegas kembali masuk ke dalam taksi dan pergi sebelum Ayahnya kembali.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments