Bab 15

Airin gugup untuk mengangkatnya, siapa mengira jika sudah hampir 3 bulan pergi dari kehidupan Angga, tidak ada angin ataupun hujan Angga menelepon dirinya.

"Siapa?" tanya Milea, dengan mata melirik ke arah ponsel Airin yang masih berdering.

"Tidak," jawab Airin, lalu mematikan ponselnya dan menghiraukan panggilan itu.

Ada rasa menyesal, ada rasa rindu semua menjadi satu. Sudah hampir 1 bulan, doa yang sama dia panjatkan, yaitu doa ingin bertemu Angga meskipun dalam mimpi. Namun, saat doa itu terkabul dengan cara lain, Airin malah takut.

'Mungkin saat ini dia sudah menyelesaikan ujian sekolah, semoga kamu berhasil,' batin Airin, menyelipkan doa lagi untuk Angga.

Hari berlarut dan saat ini tepat bulan Juli,

Airin menatap kalender di depannya, nafasnya mulai berat karena waktu melahirkan semakin dekat. Sudah 2 bulan Airin pindah satu kamar dengan Milea, karena sudah merasa tidak nyaman tidur di karpet. Dan karena kebaikan Milea, Milea mau berbagi kamar dengan Airin. Bahkan 1 bulan juga Airin sudah tidak bekerja di toko, karena Bu citra melarang Airin, takut jika terjadi hal buruk di kehamilan tua Airin. Bu Citra memberikan uang saku, untuk Airin bertahan sampai melahirkan. Sungguh kebaikan mana lagi yang bisa Airin dustakan.

"Sudah jangan menyapu, biar aku saja," ucap Milea, mengambil sapu dari tangan Airin.

Airin lalu kembali duduk di sofa teras, menikmati matahari pagi yang menghangatkan tubuhnya.

"Kamu sudah bicara dengan Ibumu?" tanya Milea, Airin menoleh.

"Bagaimana jika kamu saja yang menemaniku saat aku melahirkan," sahut Airin, dengan perasaan yang risau.

"Tidak bisa, dokter bilang harus ada salah satu keluarga dekat yang berjaga. Bagaimana jika nanti ada sesuatu hal yang mendadak? coba kamu telepon Ibumu," ucap Milea, lalu memberikan ponsel ke tangan Airin. Airin menghela nafas panjang. Airin menekan nomor telepon Ibunya dan dalam hitungan beberapa detik suara deringan itu berubah menjadi suara Ibunya.

"Assalamualaikum Ibu," ucap Airin memulai perbincangan.

"Waalaikumsalam, dek, bagaimana kabarmu?" sahut Ibunya.

"Ibu, lusa Airin akan melahirkan jika tidak ada halangan, bisakah ibu datang ke Bandung menemani Airin dirumah sakit?" ujar Airin dengan lirih.

Sejenak tidak ada sahutan dari Ibunya. Hingga Airin terus memanggil nama Ibunya, namun tidak juga mendapatkan sahutan. Panggilan itu juga belum ditutup, namun terasa hening. Hampir 10 menit menunggu, suara Ibunya mulai terdengar.

"Berikan alamatmu, dek. Ibu akan kesana," ucap Ibunya Airin, dengan suara lirih dan terdengar sesegukan.

"Apa ibu menangis?" tanya Airin lagi.

"Tidak ada seorang Ibu yang tidak menangis melihat masa depan anaknya berantakan," sahut Ibunya. Tangisan Ibunya semakin kencang terdengar, hingga Airin ikut terbawa suasana dan menangis juga. Tidaka ada percakapan lagi, hanya saling mendengarkan suara tangisan satu sama lain.

Panggilan itu berakhir, ketika Ibunya mematikan telepon. Namun, tangisan itu masih tidak berhenti.

Hari penantian itu tiba, Airin sudah berangkat pagi-pagi ke Rumah Sakit ditemani oleh Milea, Airin masuk dalam ruang pemeriksaan dengan hati risau, karena belum tampak kehadiran Ibunya sama sekali. Padahal Airin berpikir Ibunya akan datang kemarin, namun saat Airin sudah masuk ke ruang bersalin Ibunya juga belum datang. Airin memikirkan satu kemungkinan, dimana Ayahnya mungkin saat ini melarang Ibunya menemui Airin.

Ada kesedihan bercampur rasa sakit yang dalam saat Airin berjuang melahirkan bayi itu sendirian, dukungan yang ditunggu dari Ibunya bahkan tidak ada kabarnya. Sekuat tenaga Airin mengikuti arahan dokter mengeluarkan bayi itu.

Oek … oek … oek …

tangisan suara bayi pecah, menggema di dalam ruangan. Air mata yang tersisa mulai kering, ketika Airin bernafas lega bayi berjenis kelamin laki-laki itu lahir ini dengan selamat pukul 1 siang. Setelah bayi itu melewati perawatan, bayi mungil itu sekarang berpindah dalam pangkuan Airin. Senyum Airin mengembang, air mata tiba-tiba tenggelam ketika menatap wajah anaknya. Airin mengadzani putra kecilnya lirih ke telinga. Menyebut segala doa kebaikan ketika menatap lagi wajah putranya yang kecil dengan hidung kecil dan mulut kecil. Entah mirip siapa? Ririn belum bisa menebaknya.

Milea masuk kedalam ruangan dan tersenyum sambil menggenggam tangan Airin erat.

"Kamu berhasil," ucap Milea, lalu menangis tersedu-sedu di tangan Airin. Airin ikut haru dengan perasaan yang Milea bawa.

"Dia sangat tampan, tidak sepertimu, aku gemetar saat mendengar suara tangisannya tadi seakan aku Ayahnya," imbuh Milea, tersenyum dalam tangisannya. Airin tersenyum dan memeluk Milea perlahan dengan tangan kanannya. Airin lalu menoleh ke arah pintu dan tidak juga ada sosok Ibunya datang.

"Ibuku tidak datang?" tanya Airin.

Milea menggelengkan kepalanya, kemudian mengusap air mata di pipi Airin.

"Tidak masalah, yang penting kamu dan bayimu selamat," balas Milea. Airin mengangguk.

3 hari berada di Rumah Sakit dan sore ini dokter sudah mengizinkan Airin dan bayinya pulang, Airin berkemas dengan penuh rasa bahagia, begitupun Milea yang ikut bahagia hingga dari tadi tidak merasa lelah menggendong anak Airin.

"Kamu beri nama siapa?" tanya Milea pada Airin. Airin menoleh dan diam sejenak.

"Ringga," jawab Airin lirih.

"Apa itu artinya?" tanya Milea lagi.

"Airin dan Angga, Angga nama Ayahnya," sahut Airin sedikit tersenyum lalu kembali mengepak beberapa bajunya masuk kedalam tas.

Setelah selesai mengurus biaya dan dokumen Rumah Sakit, Airin dan Milea kembali pulang ke kos bersama bayi mungil yang bernama Ringga itu.

Sesampainya di kamar kos, Airin terkejut ketika mendapatkan surprise dari teman-teman kosnya dan juga Manda yang ikut hadir. Teman-teman berdiri didepan pintu kamar kos, dengan membawa beberapa makanan dan hadiah untuk bayi yang baru dilahirkan Airin. Airin sangat bahagia hingga terharu. Saat satu persatu anak kost ingin menyentuh bayi Airin, Milea dengan keras melarangnya. Milea sangat protektif untuk tidak membuat bayi itu bersentuhan dengan anak-anak lainnya.

"Jangan sentuh, kalian ini kotor. Dia kan masih bayi harus bersih, sudah sana di luar saja ngobrol dengan Airin, aku akan menidurkan bayi ini," ucap Milea, lalu menutup pintu kamar dan melarang orang lain masuk. Semua terkekeh melihat sikap Milea.

"Heh Milea, kau pikir kamu ibunya, huh dasar! " gerutu Manda. Manda menatap wajah Airin dan langsung memeluk Airin dengan erat.

"Kamu sudah melahirkan anak kita dengan baik, sehat selalu Ibu Airin," ucap Manda dengan canda. Airin pun tersenyum. 5 orang teman terdekat Airin hadir dengan membawa hadiah, lalu Risal dan Riski yang sudah berbaikan dengan Airin dan Milea pun ikut juga mengobrol di depan kamar Milea dan Airin. Beberapa hadiah kecil, memenuhi pangkuan Airin.

"Oh, Airin ada di atas," suara seseorang menyebut namanya dari lantai bawah.

Perlahan suara langkah menaiki tangga, Airin menatapnya.

"Abang …," ucap Airin, terkejut melihat kehadiran kakak laki-lakinya yang datang.

Terpopuler

Comments

Febriyantari Dwi

Febriyantari Dwi

Alhamdulillah, sudah lahir dengan selamat dan sehat
Juga, kakaknya Airin datang....pertanda baik

2023-07-26

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!