"ini sarapan nya mas" satu gelas teh hangat dan dua lembar roti panggang aku letak kan diatas meja untuk sarapan mas alex.
hampir setiap hari aku selalu membuatkan sarapan mas alex dengan menu yang sama. selain mudah dibuat, mas alex juga menolak jika harus mengisi perut nya dengan makanan berat di pagi hari.
"iya dek, terimakasih" mas alex pun melanjutkan kegiatan nya dengan memakai kemeja.
bergegas aku membantu untuk merapikan dasi yang dia pakai.
tiba tiba ponsel mas alex berdering. dia merogoh ponsel di saku celana nya dan menatap layar.
"Nasya?" alisnya bertaut menyebut nama adik nya.
"ada apa, mas?" tanyaku. aneh saja sepagi ini nasya pasti masih dirumah, kenapa harus mengirim pesan kalau ada hal penting.
"gak tau, nih kubuka dulu WA nya" lalu kami berdua pun fokus ke layar ponsel.
Bukan aku tak menghargai kakak ipar. bagiku sedikit aneh jika segala sesuatu keperluan nya harus di bantu oleh suami ku. Bukan lantaran aku merasa cemburu. tetapi memang tak seharusnya nya kakak ipar ku harus berlebihan. masih ada ibu ataupun nasya yang di mintai pertolongan selain suami ku.
"mbak vivi sakit dek," kata mas alex dengan menghela nafas besar.
mbak vivi sakit, semalam terlihat masih baik baik saja. ada perasaan mengganjal. Sedikit banyaknya aku sudah hafal sifat mertua, dan ipar iparku, atau jangan jangan ini......
"sakit apa mas?."
"Nasya tidak menjelaskan, hanya saja dia meminta mas mengantarkan kerumah sakit."
"ohhhh, terus mas tidak jadi ke kantor."
"eemmm" alex terlihat berfikir. ada gurat kekhawatiran di wajahnya. Bisa di maklum walau bagaimana pun mbak vivi adalah istri dari kakak nya sendiri apalagi kini hati nya pasti masih berduka.
"kalau mas mau antarkan mbak vivi gak papa kok, aku gak larang mas."
justru aku akan dapat masalah dari ibu mertua jika aku melarang.
"Mmm kamu mau ikut?" aku tahu jika mas alex berharap aku ikut. tetapi caranya bertanya seolah agar tidak membuat ku tersinggung.
"gimana ya?" tentu aku sedikit keberatan.
"ya sudah lebih baik sekarang kita lihat keadaan mbak vivi saja dulu ke kamar nya."
"ya sudah ayokk" jabawan ku disambut senyum bahagia oleh mas alex.
"assalamualaikum, mbak!" mas alex mendorong pintu setelah mengucapkan salam.
"Walaikum salam, eh lex masuk."
kulihat mbak vivi yang terbaring diatas ranjang. bukan sedang apa yang dilakukan nya yang aku perhatikan, tetapi.... astagfirllah halazim pakaian nya yang hanya menggunakan lengan pendek bahkan celana nya. ngaku nya sakit tapi kok begini.
tak kalah terkejut nya mbak vivi yang melihat keberadaan ku, seketika dia pun menarik selimut untuk membungkus tubuh nya.
"eh ada kamu rin" ucapnya seolah tidak suka jika aku berada disini.
"ya mbak, tadi mau mengantarkan mas alex kedepan. eh katanya mbak vivi sakit, jadi kesini dulu. mbak sakit apa?"
"gak tau ini rin, mungkin karena kecapekan an aja" jawab mbak vivi dengan lesu.
"sudah minum obat?"
"sudah, barusan minum obat. eh lex, apa kamu mau pergi ke kantor."
"rencana begitu mbak" jawab mas alex santai.
Kulihat siska duduk didepan televisi dengan selonjoran diatas karpet.
berbagai banyak nya mainan mengelilingi bocah empat tahun itu.
"lex kamu bisa gak hari ini ambil libur dulu, mbak cuma ingin mengajak mu sekedar jalan jalan. mbak kasian dengan siska selalu teringat dengan mas riki."
Firasat ku benar. ternyata alasan mbak vivi sakit ada mau nya, dengan dalil anak nya rindu dengan bapak nya. kulihat anak itu pun padahal hanya diam tanpa merengek sedikit pun. aneh nya kenapa nasya juga bisa bisa nya mengatakan itu kepada suami ku.
ohh aku tidak akan tinggal diam.
"kan ada nasya dan ibu mbak."
"siska mana mau sama ibu dan nasya lex, dia itu kangen dengan bapak nya. apa kamu tidak kasian dengan keponakan mu."
aku hanya diam menyimak. Karena tak ingin ikut campur pembicaraan mereka toh juga belum menyinggung ku.
Mas alex pun langsung melihat ke arahku "emm ya sudah. tapi aku juga akan mengajak arini. nanti biar kita berempat pergi nya."
seketika senyum mengembang di bibir ku, aku suka dengan ketegasan suami ku seperti saat ini. lain hal jika sudah berbicara dengan ibu, dia hanya bisa diam tanpa membantah.
"oke" jawab nya dingin.
aku yang sudah siap duduk menunggu mas alex di ruang tengah. datang ibu mertua, nasya dan mbak vivi menghampiri.
"rin masak buat acara tahlilan nanti malam."
"apa bu!" tanya ku balik dengan alis bertaut.
"kamu siapin masakan buat acara nanti malam rin, ini kan malam ke tujuh kepergian mas mu" tanpa segan ibu mertua pun menyuruhku seperti biasa.
"kenapa harus aku bu, kan bisa pesan catering seperti hari biasa kemarin."
"mana bisa rin, kemarin tahlilan biasa. masa iya ini hari ke tujuh mau sederhana" omel sang mertua.
"ya itu harus nya tugas menantu yang bersangkutan dong bu, bukan malah aku yang di perbudak kan. dan kamu, nasya. seharusnya nya kamu juga mengerti kondisi rumah bagaimana. jangan taunya cuma makan, tidur, kuliah tanpa mengenal pekerjaan rumah sama sekali.jangan cuma bisa nya menyusahkan."
"a.....apa! mbak bilang aku menyusahkan" matanya pun melotot.
"iya, apa lagi kerja mu dirumah ini? tambah besar bukan nya tambah pintar ini malah makin kurang ajar. apa di bangku kuliah mu tidak pernah diajarkan bagaimana caranya sikap mu menghargai orang yang lebih dewasa?"
dan kamu, mbak vivi. sudah tau kan kalau ini acara duka almarhum suami mu sendiri. kenapa kamu sempat mau jalan jalan tanpa memikirkan pekerjaan rumah, jangan karena anak kamu jadikan alasan terus."
"loh memang benar rin, kamu mau tau namanya ngurus anak sedang rewel gimana. Oh ya lupa, la wong kamu aja gak punya anak." jawab nya tak kalah ketus.
"sudah.... sudah, kalau kamu gak mau ya sudah rin, jangan di perpanjang masalah nya. lagian apa salah nya vivi pergi sama alex buat nyenengin ponakan nya. kamu juga pake mau ikut segala ngapain, cuma bisa nyusahin doang" dengan perasaan dongkol sang ibu mertua menjawab.
"maaf aku bukan pembantu kalian."
"perhitungan amat" gumam nasya.
ku tunjuk muka adik ipar ku
"sebelum kamu berbicara coba kamu bercermin dulu, gunakan otakmu berfikir jangan seolah kamu itu paling pintar sya."
Nasya pun tak menjawab, dia pun terdiam seribu bahasa dengan wajah tertunduk.
"menantu jaman sekarang mah suka pada melawan sama mertua" meskipun sangat pelan mbak vivi bicara tetapi masih terdengar jelas oleh ku.
"jangan sok mbak, kita sama sama menantu disini. dan ingat aku yang lebih berhak di sini karena ini rumah ku. beda hal nya dengan mu yang hanya sebagai tamu menantu disini."
mereka bertiga pun terdiam saat di skak mat oleh ucapan arini, tidak ada yang berani menjawab ucapan nya.
arini pun bangkit dari duduk dan berniat kembali ke kamar.
"tunggu rin, setidak nya bantu lah aku kali ini rin. jangan lihat aku tapi lihat saja anak ku" dengan mengiba mbak vivi pun memohon.
"maaf, aku juga punya kepentingan hidup. jika dirumah ku sendiri dijadikan alasan untuk menjadikan ku babu, maaf aku bukan pembantu.
" bukan begitu rin maksud ku. aku cuma tidak mau sampai keluarga kita malu kalau jamuan tidak sesuai nanti jika memesan."
derap langkah kaki pun menuruni tangga, alex yang sudah rapi tanda siap untuk pergi.
"loh tadi terdengar seperti nya rame pada ngobrol, kok tiba tiba pada diam begini" ucap alex heran.
"hmm gak kok mas, tadi sedang bahas masalah tujuh hari almarhum mas riki. seperti nya kita gak jadi pergi karena setelah di fikir lebih baik kita menyiapkan jamuan untuk nanti malam. benar begitu mbak vivi."
"ahh i....iya benar lex" jawab vivi dengan gugup.
Alex pun mengangguk tanda dia mengerti.
"ayok mas kita ke atas dulu" lalu aku berlalu bersama mas alex meninggalkan mereka yang masih setia tetap terdiam.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 38 Episodes
Comments