Dila sudah tak bisa menangis. Tubuhnya sangat lemah. Dia tidak mau makan. Membuat orang-orang yang menjaganya pusing. Bila dia mati, maka uang sama sekali tidak bisa didapat. Itu akan sia-sia.
Dila memang sengaja berbuat begitu. Dia mungkin sudah tak punya harapan untuk hidup. Dia hanya pasrah.
"Ardelia Herlambang!" Seorang pemuda masuk dan memanggil nama lengkapnya, "Kamu rupanya tidak mau makan, ya? Baik, apa kamu kira dengan kamu mati aku tidak akan mendapat uang? Ingatlah, bila kamu mati kelaparan atau kehausan, maka, aku akan membunuh ayahmu, ibumu dan kakakmu. Dan aku akan mengambil semua kekayaan ayahmu."
"Paksa dia makan, jika tidak mau makan, segera ledakan rumahnya dengan bom seperti mobil-mobil polisi itu!"
"Bawa rekamannya kesini dan tunjukkan pada Dila. Dia kira aku main-main?! Hahahaha!!!" Pemuda itu lalu keluar, menendang kursi di samping hingga hancur.
Dua orang penjaga sangat ketakutan, mereka memang tak punya kemampuan bertempur, tapi secara gertakan, mereka sangat jago.
Tampak dua penjaga memperlihatkan rekaman video dalan rumah Herlambang, Dila melihat ayah, ibu dan kakanya dan banyak polisi. Ayahnya mengangkat telepon rumah, berbicara.
Seperti adegan dalam film. Lalu para polisi keluar dan meninggalkan rumah Herlambang. Video berpindah ke mobil yang meninggalkan rumah Herlambang. Ketika sampai di jalan, ketika mobil meledak secara bersamaan. Selanjutnya tabrakan beruntun dan situasi sangat kacau. Video dimatikan dari HP. Dila sangat ketakutan. Matanya terpejam.
Lalu berikutnya mereka memberi makan Dila dengan cara menyuapinya. Tangan Dila diikat ke belakang dan kaki diikat juga, sudah hampir 3 hari dia disekap. Dia hanya minum air sedikit. Jika akan buang air kecil, maka dia akan dilepas tangan dan kakinya, kamar mandi ada di ruang itu.
Tapi, ketika dia mendengar ancaman pemuda tadi, dia sangat ketakutan. Ketika penjaga menyuapinya, dia dengan cepat melahap makanan. Dia makan dengan kenyang agar tidak mati.
Setelah selesai makan, Dila menjadi lebih tenang. Dia sekarang perlu menjaga kekuatannya untuk keselamatan keluarganya.
"Ayah, ibu......huhuhu" Dila menangis. Dia sebenarnya sudah tak tahan. Tiga hari berlalu. Tak ada tanda-tanda para penculik sudah memberi keputusan.
Sementara itu, pemuda yang menjadi pemimpin kawanan penculik sedang menelepon.
"Bagaimana? Apakah uang sudah siap?" Tanyanya. "Aku ingin kamu datang bersama istrimu. Aku akan memberitahu tempat dan waktunya. Kamu lihat di laci meja sebelah kiri, buka dan ambil telepon genggam yang ada di sana. Gunakan itu. Dan aku akan menghubungimu melalui itu."
"Aku ingin bicara pada Kapten Herry!" Kata pimpinan penculik.
"Halo, Kapten! Aku tahu kamu punya nyali. Tapi apakah kamu lupa bahwa aku bisa meledakkan markasmu kapan saja? Aku minta sekali padamu untuk tidak ikut campur. Apa kamu mengerti!?"
"Bahkan rumahmu juga akan aku ledakkan jika kamu masih ikut campur. Aku lihat ayah ibumu sedang duduk-duduk di teras sambil minum teh. Kamu pasti sangat menyayangi mereka bukan?"
"Ini peringatan terakhir!" Lalu pemuda itu menutup telepon.
Kapten Herry tercengang. Atas inisiatifnya, dia lalu berpamitan pada Herlambang. Dia lalu bejalan keluar sambil menghubungi markas dan menyuruh tim penjinak bom untuk memeriksa semua sudut markas kepolisian mencari bom. Dia juga menyuruh tim penjinak bom untuk memeriksa rumahnya. Melakukan evakuasi terhadap orang tuanya.
"Kapten! Sebuah tugu di perempatan jalan meledak. Baru saja petugas di lapangan melaporkan!" Suara di seberang telepon. Herry terkejut.
Dia lalu pergi ke arah yang disebutkan. Sebuah tungu di perempatan hancur. Laporan sementara tak ada korban jiwa.
Suasana sangat kacau, kemacetan tak terelakkan. Mobil-mobil ditinggalkan di jalan dan pengendara melarikan diri. Sementara warga melihat yang terjadi dari kejauhan.
******
Galang dan Rangga duduk di ruang tamu kamar hotel yang disewanya. Mereka terlihat sedang mendengar radio yang melaporkan terjadinya ledakan sebuah tugu di perempatan jalan. Beberapa hari lalu, tiga mobil polisi juga meledak.
"Lang, kamu yakin mereka lemah? Mereka memakai bom." Rangga ingin memastikan apa yang pernah diucapkan Galang mengenai para penculik.
"Kekuatan mereka hanya ancaman. Sementara mereka sebenarnya lemah. Aku juga yakin, rumah tua itu juga dipasang bom. Tapi itu tak akan diledakkan sebelum mereka meninggalkannya."
"Aku sih berharap polisi sudah menyisir semua lokasi yang dicurigai dipasangi bom, agar memudahkan kita bertindak. Kita punya kecepatan, itu keuntungan."
"Kamu mengalihkan penjaga di depan, bawa ke sungai. Tangkap dan siksa. Suruh mengaku di mana saja bom dipasang. Lalu hubungi polisi untuk menyisir bom di lokasi."
"Aku akan masuk dari atap. Yang penting jangan meninggalkan kecurigaan. Jumlah mereka hanya 13 orang. Kamu sendiri pun sanggup." Galang menghentikan ucapannya.
Rangga menyeruput teh di gelasnya. Rangga sangat percaya pada Galang. Sudah puluhan kali beraksi, mereka satu pun tak ada yang pernah gagal. Entah apa yang dipikirkan Galang. Harta warisannya bahkan tak akan habis jika dia tidak bekerja selama 100 tahun, tapi dia malah memilih jalan seperti ini.
"Apakah ini perjalanan balas dendammu?" Tanya Rangga. Dia tidak tahu jalan pikiran majikannya. Bahkan tidak pernah jelas apa yang hendak dilakukannya
Galang menarik nafas dalam. "Aku ragu, apakah aku sanggup?"
"Anton bahkan tak pernah menghubungiku. Ia ada di mana aku tidak tahu."
"Bukankah sebaiknya Dara kamu titipkan ke Kak Ratna? Dia lebih aman di sana." Kata Rangga.
Galang menoleh ke ruang tengah, tampak di sana Dara sedang tertawa-tawa bermain bersama Karmen.
Apakah kamu berpikir hatimu menyetujuinya? Tanya Galang.
"Hhhhh, memang kita seharusnya terus bersama." Jawab Rangga. Dia juga tidak akan sanggup bila tidak ada Dara. Keluarganya cuma ini. Orang tuanya sudah tidak ada. Dia dibesarkan oleh pamannya yang kejam, saat bertemu Galang di bangku kuliah, itulah saat dia menemukan kehidupan yang sebenarnya.
Kepedulian Galang melebihi kepedulian dirinya. Walau kadang Galang bersikap dingin, tapi dia sangat peduli padanya. Bahkan, dia yang membantu menyelesaikan kuliahnya.
"Ayaaaah!" Tiba-tiba Dara berlari ke ruang tamu. Dia memegangi rambutnya. Dia ingin menunjukkan rambutnya yang diikat dua kiri dan kanan.
Sontak Rangga dan Galang tersenyum. "Cantiknya! Siapa yang ikat rambut Dara?" Puji Rangga.
"Bibi Karmen!" Jawab Dara lalu berlari ke arah Karmen lagi.
Galang tersenyum, namun hatinya kini diwarnai kegetiran mengingat istrinya yang telah tiada. Dara tidak pernah tahu itu. Dara tidak pernah tahu ibunya yang telah tiada.
*****
"Kapten, kami sudah mengevakuasi orang tua Anda ke tempat aman. Apa selanjutnya?" Kata seorang polisi saat bertemu Kapten Herry.
"Kita tidak bisa membahayakan semua orang. Mereka mengancam kita dengan bom, kita terpaksa mengalah. Tidak ada yang bisa kita lakukan sementara ini. Perintahkan penjinak bom untuk menyisir markas polisi. Temukan bom-bom itu!" Jawab Herry.
"Baik, Kapten!" Jawab polisi itu.
Herry kemudian menginstruksikan semua polisi untuk menjauhi kendaraan sementara tim penjinak bom melakukan penyisiran. Dia juga menyuruh semua kendaraan yang masuk ke instansi pemerintah harus diperiksa. Terutama di perusahaan milik Herlambang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 283 Episodes
Comments