Ilham mengibas kasar tangan Monita yang memegang tangannya.
Monita baru sadar dengan apa yang ia lakukan, saat Ilham mengibas kasar tangannya yang digenggam oleh Monita, kelewat senang sampai Monita lepas kendali, Monita pun jadi dibuat tersentak, karena tangannya dihempas kasar oleh suaminya itu.
“Ah mungkin dia tidak mau kupegang karena aku kotor, aku seorang wanita malam.” Gumam Monita lirih sembari menundukkan wajahnya.
“Maaf Mas, saya hanya mau mengucapkan terima kasih karena Mas sudah menolong saya.”
“Tidak perlu berlebihan seperti itu!”
Monita mulai mengerutkan dahinya, kenapa dia tidak boleh senang berlebihan? Apa dirumah ini merasa senang saja dilarang?
“Iya Mas.. maaf.” Ucap Monita kemudian.
Ilham mulai menatap Monita dari atas sampai bawah, Ilham mengendus wangi shampo dari rambut Monita, meski sudah mandi dari tadi sore, tapi wangi shampo itu tetap tidak hilang aromanya.
“Ikut aku ke kamar sekararang!” Titah Ilham seraya berjalan menuju kamar.
Monita mengukuti langkah Ilham dari belakang.
“Masuk!” Titah Ilham membuka pintu lebar-lebar.
Begitu Ilham menyuruhnya masuk, langkah kaki Monita seakan berat untuk dia gunakan masuk ke dalam kamar utama milik Ilham dan Naomi.
Monita mendadak jadi canggung, perasaan takut mulai menyapanya.
Begitu masuk, Ilham mulai mendudukkan dirinya di tepi ranjang, dia menatap Monita yang masih berdiri mematung di depannya.
“Ke mari!” Ilham menggerakkan jari telunjuknya, untuk meminta gadis itu mendekati dirinya.
Monita pun mengangguk tanpa perlawanan, ia mulai melangkahkan kakinya mendekati Ilham.
“Ayo mendekatlah padaku!” Ilham menepuk tepi ranjang yang ada di dekatnya.
“Duduk di dekat Mas Ilham?” Tanya Monita membuka matanya lebar-lebar.
“Aku rasa, kita harus melakukannya secepatnya, kamu ingin segera berkumpul dengan adik dan ibumu kan?”
Monita langsung mengangguk, seakan setuju dengan pendapat Ilham, Monita juga ingin menyelesaikan kontrak mereka.
Melihat Monita yang kini sejalan dengannya, membuat Ilham menyuruh Monita untuk melepaskan seluruh pakaiannya.
“Buka bajumu!”
Tubuh Monita bagai terserang sengatan aliran listrik, Ilham menyuruh dia membuka bajunya, kini rasa canggung dan malu kian bersatu dalam hati Monita.
“Ibu.” Rengek Monita dalam hati, bagaimana tidak, selama ini Monita tidak pernah berhubungan dengan manusia berjenis kelamin laki-laki selain ayahnya.
“Monita! Apa kamu tuli?” Lagi-lagi Ilham membentak Monita dengan kasar, Ilham kesal karena Monita hanya diam terpaku menatap Ilham dan tak menuruti perkataannya.
Ilham tidak tau, betapa malunya Monita jika harus membuka bajunya di depan Ilham, selama ini, Monita tidak pernah menanggalkan bajunya di depan siapa pun, kecuali saat ia mandi, bahkan adik atau ibunya tidak akan mengetuk pintu kamarnya saat ia sedang berganti pakaian, karena mereka tau, pintu kamar tidak akan Monita buka meski digedor-gedor sekali pun jika Monita sedang berganti pakaian karena saking malunya.
“Apa perlu saya melepasnya dengan paksa?”
Semakin kagetlah Monita saat ini, tanpa sadar ia menggunakan tangan untuk menutupi tubuhnya, seakan menjadi perisai agar Ilham tak macam-macam padanya.
Tapi kalau di pikir-pikir, bukankah Ilham bebas melakukan apa saja pada dirinya saat ini?
Walau hanya di mata agama, tapi mereka sudah sah, Monita sudah sangat halal untuk Ilham saat ini, akhirnya setelah mulai berkelahi dengan pikirannya sendiri, Monita memberanikan diri untuk duduk di samping Ilham, dengan perlahan dia mulai membuka satu persatu kancing demi kancing di piyama yang ia kenakan.
Melihat tangan Monita yang bergetar saat membuka kancing piyamanya, Ilham jadi tersenyum sinis.
Ilham menatap remeh, pikirnya Monita hanyalah wanita panggilan, Ilham terus menikmati pemandangan yang ada di depannya saat ini.
Melihat tangan Monita yang gemetaran membuat mood Ilham yang sejak tadi rusak kini kian membaik, bibirnya kini sudah bisa mengutas senyuman saat melihat Monita dengan ekspresi berbeda.
Melihat betapa kakunya Monita, menjadi hiburan tersendiri bagi Ilham, bagi Ilham Monita benar-benar licik dengan pura-pura gugup didepannya.
“Kenapa lama sekali?” Tanya Ilham saat melihat Monita tampak ragu saat membuang pakaiannya yang sudah tak terkancing itu.
Bagaimana Monita berani membuang pakaiannya begitu saja, tidak tau saja Ilham kalau saat ini Monita sangat malu bukan main.
“Kenapa harus pura-pura malu seperti itu? Bukan kah waktu di hotel saya sudah melihat seluruh tubuh kamu yang polos tanpa busana itu?” Tanya Ilham mengingatkan Monita kalau seluruh tubuhnya sudah pernah Ilham lihat meski hanya dari belakang.
Mendengar itu kepala Monita terangkat sedikit, jantungnya semakin berdegup kencang saat bayang-bayang dirinya yang sedang berganti pakaian di hotel, Monita memejamkan matanya dan menggeleng-gelengkan kepala.
Terlanjur muak dengan sikap Monita yang terus menerus mengulur waktu seperti itu, membuat Ilham mendengus kesal lalu melempar selimut yang ada di ranjang ke arah Monita yang kini sedang duduk di sampingnya.
“Pakai kembali bajumu itu!” Pekik Ilham sembari memalingkan wajahnya.
Monita segera menutupi tubuhnya dengan selimut yang sudah Ilham lemparkan padanya, lalu bergegas menuju toilet untuk memakai kembali piyama yang sudah hampir tertanggal itu.
Sesampainya di toilet, Monita mengusap dadanya dan menghela napas panjang.
“Selamat selamat.” Ucap Monita dengan nada pelan, sembari menyandarkan dirinya di pintu toilet.
Tak lama, Monita menatap pantulan dirinya di cermin, buliran bening mulai membasahi netranya.
“Apa aku akhiri saja semua ini? Toh ibu juga sudah sembuh dan Eden sudah sekolah seperti biasa, uang sisa 50 juta yang aku transfer tempo hari juga masih banyak sisanya.” Gumam Monita dalam hati.
“Tapi aku sudah terlanjur menandatangi surat perjanjian itu, kalau aku membatalkannya secara sepihak, pasti Mas Ilham akan menuntutku.” Celetuk Monita lagi.
“Baiklah, kalau begitu aku akan melayaninya, Mas Ilham, mari kita bikin anak.” Cetus Monita seorang diri lalu mengusap air matanya yang sejak tadi tumpa ruah, lalu mulai menatap ke arah pintu.
Dia mulai menanggalkan piyama yang sejak tadi menempel di tubuhnya, dan menutupi dirinya dengan selimut, kini tubuh Monita sudah polos tanpa sehelai benang pun dari balik selimut.
Dengan perlahan Monita membuka handle pintu, matanya celingak celinguk mencari sosok Ilham di kamar itu, namun nihil, tak ada Ilham di sana.
Monita pun memberanikan dirinya untuk keluar dari toilet, dia mencari Ilham di balkon, di ranjang, di sofa namun sama sekali tidak ada, ia pun mulai membaringkan tubuhnya di atas ranjang sembari menatap langit-langit kamar dengan tatapan yang sulit diartikan.
“Padahal aku sudah siap.” Gerutu Monita dengan lirih.
Sementara Ilham kini sedang duduk berselonjor di atas ranjangnya, dengan berbagai macam pikiran yang terus mengganggunya.
“Dasar gadis munafik, pura-pura polos di depanku, dipikirnya aku tidak tau siapa dia sebenarnya, wanita yang berasal dari dunia lain, wanita malam, masih saja sok mengulur-ulur waktu saat hendak ku sentuh.” Ilham terus bergumam dalam hati.
Tak terasa sudah dua minggu lamanya Monita tinggal di rumah Ilham dan juga Naomi, namun belum juga ada tanda-tanda Monita memberikan hak Ilham sebagai suami.
Akhirnya Ilham berinisiatif untuk berangkat ke Swis untuk menemui Naomi, tapi lagi-lagi pikiran Ilham kembali dibuat bingung, bagaimana dia akan meninggalkan wanita malam itu sendirian di rumah ini, takutnya nanti mama dan papanya akan datang tiba-tiba ke sini dan mempertanyakan siapa wanita itu, mereka pasti akan curiga, apalagi Monita tidur di kamar utama, bukan hanya itu, Ilham takut kalau sampai orang tuanya mencari tau jati diri Monita yang sebenarnya, bagaimana kalau mereka tau jika Monita adalah wanita malam yang sudah dia pungut dari rumah bordil?
Tak mau itu terjadi, Ilham menemukan jalan terbaik, lebih baik dia membawa Monita pergi bersamanya ke Swis untuk mencari Naomi, pekerjaan kantor biar Andre yang menghandlenya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 140 Episodes
Comments