Jam sudah menunjuk ke angka 07.00 malam, Monita baru keluar dari kamar mandi kamar hotel itu usai membersihkan diri, Monita melirik sejenak ke arah Ilham yang tampak sudah terlelap di atas ranjang king size itu.
Setelah memastikan kalau Ilham benar-benar sedang terlelap, Monita pun dengan percaya dirinya keluar dari kamar mandi dengan hanya memakai handuk sebatas dada dengan rambut yang masih basah.
Sementara Ilham yang sejak tadi hanya pura-pura tidur mulai membuka sebelah matanya melirik istri sirinya itu, melihat Monita yang sedang berdiri membelakanginya dengan hanya memakai handuk yang sangat minim bahan itu membuat Ilham membulatkan matanya, naluri kelelakian Ilham mulai bergejolak, Ilham baru sadar bahwa ternyata, tubuh Monita sangatlah seksi, apalagi saat rambut panjangnya tampak basah seperti itu, ditambah dengan aroma vanila dari shampo yang Monita pakai, membuat Ilham menelan salivanya.
Tak lama Monita melucuti handuknya menampilkan kulit mulus Monita, semakin tergoda lah Ilham apalagi saat melihat lekuk tubuh Monita yang terpampang jelas tanpa sehelai benangpun, Monita sedang berdiri membelakangi Ilham lalu mulai memakai pakaiannya dengan sedikit tergesa-gesa.
“Kenapa dia begitu tergesa-gesa seperti itu saat mamakai baju?” Gumam Ilham dengan dahi yang mengkerut.
Monita tergesa-gesa seperti itu bukan tanpa alasan, dia yang sedari tadi tidak sadar kalau Ilham sudah melihat semuanya pun bergegas memakai seluruh pakaiannya, takut jika Ilham terbangun secara tiba-tiba dan melihat tubuhnya.
Namun Ilham sudah tidak mau berpura-pura lagi, pada saat Monita berbalik badan menatapnya dengan sudah berpakaian lengkap, Ilham tetap membiarkan matanya terbuka dengan posisi setengah tidur miring dengan kepala bertumpu pada jari-jari tangan yang ia kepalkan.
“Astagfirullah.” Monita refleks beristighfar ketika menyadari kalau ternyata, sedari tadi Ilham sudah bangun dan kini sudah melihat semuanya.
“Ma..mas, sejak kapan Mas Ilham bangun?”tanya Monita dengan wajah memerah seperti tomat.
“Sejak kau keluar dari toilet tadi.” Jawab Ilham dengan santainya.
Mendengar itu Monita sontak membulatkan matanya dan menutup mulutnya yang sedikit terbuka.
“Ja..jadi, Mas sudah.. sudah…”
“Iya saya sudah melihat seluruh tubuhmu tanpa mengenakan busana.” Jawab Ilham dengan cepat memotong perkataan Monita.
Tak lama Ilham pun bangkit dari tidurnya dan berdiri di depan Monita yang masih tampak begitu syok.
“Tidak perlu tegang seperti itu, saya adalah suami sah mu, jadi semua tubuhmu ini sudah halal untuk saya.” Cetus Ilham kemudian berjalan menuju toilet, meninggalkan Monita yang masih diam tak bergeming.
Ilham sudah keluar dari kamar mandi dengan sudah memakai pakaian lengkap, ketika Monita masih tertunduk malu atas kejadian tadi, Ilham kini justru meraih jaket yang semula ia gantung tak jauh dari tempat Monita duduk, setelah mengutak-atik ponselnya lalu memasukkan ponsel itu kembali ke dalam saku jaketnya.
“Aku sudah mentransfer uang di rekeningmu, pakailah uang itu untuk kebutuhanmu selama di sini.” Tutur Ilham singkat, tanpa menoleh ke arah Monita sedikitpun.
Setelah itu, Ilham berjalan menuju pintu.
“Mau ke mana?” Tanya Monita, bisa-bisanya kata tanya itu lolos begitu saja dari bibirnya.
Itu pertanyaan spontan karena dilihatnya Ilham akan membuka pintu dan sudah memakai jaket, seperti akan pergi entah ke mana.
“Bukan urusanmu!”
Tanpa berbalik dan menatap Monita, Ilham langsung memegang handle pintu kemudian menutupnya dengan kencang, seolah marah pada istri sirinya itu.
“Astaga! Pria itu ketus sekali.” Keluh Monita yang terus menatap daun pintu yang sudah tampak tertutup rapat itu.
Akhirnya Monita pun membuka mobile banking yang ada di ponselnya, menekan tulisan cek saldo untuk memastikan, berapa uang yang ditransfer Ilham untuknya.
Pada saat melihat jumlah nominal pada aplikasi mobile banking itu, mata Monita membulat sempurna, uang yang ditransfer Ilham ternyata sangat fantastis jumlahnya, untuk ukuran menginap semalam di hotel, menurut Monita itu sudah sangat banyak, bahkan jauh dari kata kurang, ternyata Ilham benar-benar menepati janjinya untuk membuat hidup Monita terjamin, namun bukan itu yang diharapkan Monita sebenarnya, disaat Ilham memanjakannya dengan setumpuk uang, dia justru merasa gelisah dan seolah merutuki nasibnya kini.
Sedangkan di basement, Ilham sudah duduk di kursi belakang mobilnya, membuat Andre yang sudah duduk dari tadi di dalam mobil menungguinya sedikit terhenyak.
“Mau ke mana tuan?”
“Pulang!”
“Pulang? Kenapa tuan meninggalkan istri mudanya di saat malam pertama mereka?” Andre kembali menduga-duga.
Tak menunggu lama, mobil warna hitam mengkilat itu melaju memeca angin malam, melewati barisan-barisan gedung yang menjulang tinggi di tengah ibu kota yang gemerlap itu.
Ilham hanya diam dengan menerawang pemandangan lewat kaca di sebelahnya, hanya kelap kelip lampu yang mampu ditangkap oleh matanya.
Pikirannya begitu kacau, seolah menyesali keputusan yang baru saja ia ambil.
“Apa menikahi Monita adalah awal dari sebuah kesalahan fatal?” Ilham terus bertanya-tanya dalam hati.
Ilham segera menepis rasa bersalahnya itu saat ia melihat mobil yang dikemudikan Andre sudah hampir sampai depan rumah.
Setelah tiba di sebuah hunian bertingkat dengan pagar corak perak yang super tinggi menjulang, akhirnya Ilham mulai bernapas lega.
Rumah ini menciptakan banyak kenangan bersama dia dan Naomi, rumah yang seharunya terasa seperti surga kini beberapa hari lalu sempat terasa seperti neraka.
Ilham tersenyum miris, wanita yang amat sangat ia cintai itu ternyata punya ide gila, mengancamnya untuk bercerai supaya dia mau menikah lagi, benar-benar miris.
Tak disangka, di malam pengantin bersama istri mudanya, Ilham justru pulang ke rumah.
“Sayang.” Panggil Ilham saat melihat istri pertamanya itu sedang duduk termenung di taman samping rumah.
Ilham sangat mencntai istrinya itu, Ilham langsung memeluk tubuh istrinya dari belakang.
“Kenapa malah pulang?” Tanya Naomi dengan lesu, namun ketika Ilham memutar tubuh istrinya itu, hati Ilham seakan teriris.
Ditatapnya bola mata sang istri yang selalu menatapnya dengan binar-binar cinta itu kini sudah banjir air mata.
Mata Naomi tampak sembab dan bengkak, entah sudah berapa lama dia menangis.
“Maafkan aku sayang.”
Ilham memeluk tubuh istrinya dengan hangat, seolah tak rela pada takdir yang mempermainkan hati mereka dengan tega.
Sementara Monita, sejak tadi menatap langit yang gelap gulita di balik jendela kaca kamar hotel bintang 5 itu.
Monita terus menerus menyaksikan langit yang tampak gelap gulita itu, seolah menjadi sebuah pertanda kalau hidupnya yang akan datang juga akan diisi dengan kegelapan yang sama.
Langit malam yang tampak hitam pekat itu juga menggambarkan hati Naomi, sedari pagi hati perempuan itu seolah seperti disayat sembilu.
Begitu pun dengan Monita, dia juga merasakan hal yang sama, ia seolah sudah tidak bisa melihat masa depannya lagi semenjak dengan beraninya mengambil keputusan menikahi pria dewasa nan asing itu.
Seolah-olah garis takdirnya sudah ditulis dengan tinta hitam, Monita yang lugu nan polos itu, yang tidak pernah merasakan pacaran, terpaksa harus berakhir menjadi istri siri dari seorang pria seperti Ilham.
Karena tak mau larut dalam kesedihan, akhirnya Monita memilih membaringkan tubuhnya di ranjang, tak lama mata Monita mulai sayu hingga perlahan-lahan mata indah itu sudah terpejam dan siap mengantarkannya ke alam mimpi.
Sementara di sebuah kamar, sepasang kekasih sah sedang berciuman dengan begitu hangatnya, ciuman itu seakan sudah lama tidak mereka rasakan sehingga tampak begitu menuntut, namun Ilham masih bisa menahan dirinya tidak mau lebih menyentuh istrinya mengingat Naomi yang masih dalam masa nifas.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 140 Episodes
Comments