Waktu sudah menunjukkan pukul 11.00 siang, Ilham dan Monita sedang dalam perjalanan menuju hotel bintang 5 milik keluarga Ilham, dengan disupiri oleh asisten Andre.
Sepanjang jalan Ilham maupun Monita sama-sama terdiam dengan pikiran mereka masing-masing, tiba-tiba rasa penyesalan dalam hati Monita mulai menyapa.
“Apakah begini rasanya menjadi istri simpanan? Selalu diabaikan bahkan tak dianggap, kenapa banyak perempuan di luar sana ingin menjadi simpanan? Sangat tidak enak rasanya, meskipun bergelimang harta, tapi jika hanya di jadikan sebagai simpanan, tidak ada yang patut dibanggakan.” Celetuk Monita dalam hati, sembari melirik sejenak ke arah suaminya.
“Kalau bukan demi ibu dan Eden, aku tidak akan mungkin mau dijadikan simpanan seperti ini, tapi tenang Monita, ini hanya masalah waktu saja, kalau kamu sudah berhasil memberikan anak pada mereka, kamu akan segera bebas dari suami singa seperti tuan Ilham ini.” Lanjutnya.
Tak terasa, kini mobil mewah Ilham seharga milyaran itu sudah terparkir sempurna di depan lobi hotel bintang 5, Ilham turun lebih dulu dan berjalan begitu saja tanpa menunggu Monita, ternyata sikap dingin Ilham pada Monita seperti itu tidak luput dari perhatian Andre.
“Ternyata tuan tidak benar-benar mencintai gadis ini, sikapnya begitu dingin, bahkan dia tega meninggalkan gadis ini dan berjalan masuk ke dalam hotel lebih dulu.” Gumam Andre dalam hati sembari menatap punggung Ilham yang mulai menghilang dari pandangan matanya.
“Nona, saya mau memarkirkan mobil dulu di basement, permisi.” Pamit Andre sembari mebungkukkan badannya.
Pada saat kata ‘SAH’ terucap, Andre mulai memanggil Monita dengan hormat, karena saat ini Monita sudah menjadi istri atasannya.
“Baik tuan.”
Andre pun sontak menghentikan langkahnya, ia lantas membalikkan tubuhnya dan beralih kembali menatap Monita.
“Maaf nona, tapi jangan panggil saya dengan sebutan tuan.” Jawab Andre dengan sopan.
“Kenapa? Apa ada yang salah dengan panggilan itu?” Monita mengerinyitkan dahinya.
“Bukan Nona, hanya saja itu tidak pantas karena saat ini Nona adalah istri atasan saya, itu artinya mulai sekarang Nona juga sudah menjadi atasan saya.”
“Hahaha… jadi hanya karena itu? Kata ibu, kita tidak boleh membeda-bedakan sesama manusia, apa lagi sampai membedakan status sosial seseorang, itu tidak boleh.”
“Iya Nona, tapi tetap saja di sini saya bekerja sebagai bawahan dari suami Nona, jika Nona memanggil saya tuan, itu kedengarannya akan sangat aneh.”
“Begitu ya… emmm.. lalu aku harus memanggilmu apa?” Tanya Monita sembari mengetuk-ngetuk dagunya dengan jari telunjuk, seolah tampak berpikir.
“Terserah Nona saja.”
“Kalau begitu saya akan memanggil anda Bapak, pak Andre, ya begitu baru benar.” Cetus Monita dengan tersenyum manis.
Melihat tingkah nyonya barunya ini membuat Andre tersenyum tipis, bagaimana tidak, majikan barunya ini benar-benar energik dan absurd, Andre cukup terhibur karena baru kali ini ada orang di dalam keluarga Adhitama tersenyum manis padanya, bahkan Naomi saja tidak pernah berbincang lama dengan Andre seperti itu.
Asisten Andre
“Hei, apa kau mau berdiri saja di situ sampai besok?” Teriak pemilik suara bariton dari depan lobi hotel.
Mendengar suara Ilham, senyum manis yang sejak tadi Monita tampilkan kini hilang dalam sekejap.
“Pak Andre, saya masuk duluan ya, nanti tuan singa itu marah lagi.” Ucap Monita setengah berbisik lalu pergi meninggalkan Andre yang sedang berdiri mematung, Andre menahan senyumnya, bagaimana tidak, Nona barunya itu menjuluki Ilham dengan tuan singa.
Monita pun masuk ke dalam hotel itu dengan mengikuti langkah Ilham dari belakang, begitu masuk ke dalam hotel, mata Monita seakan tidak mau melewatkan sedikitpun keindahan yang terpampang di depan matanya kini, Monita terus saja berdecak kagum melihat beberapa ornament dekorasi yang begitu memanjakan mata, tidak hanya itu, lantainya juga berwarna coklat menyerupai kayu, ukuran hotel itu cukup tinggi dan megah.
Ilham terus berjalan memasuki lift khusus direktur, seperti yang sudah disediakan di kantornya.
Begitu masuk di dalam lift, Ilham menekan angka 10, karena kamar mereka berdua ada di lantai 10, Ilham dan Monita sama-sama sudah berdiri berdampingan di dalam lift itu, namun saat di pertengahan, lift tiba-tiba terguncang layaknya pesawat yang sedang menabrak awan, membuat mereka berdua sedikit terkejut, Monita pun begitu, ia segera berpegangan pada dinding lift yang ada di sebelahnya.
“Ada apa tadi?” Tanya Monita sembari memandangi langit-langit liftnya.
Namun Ilham tidak menjawab, dia memilih untuk diam dan tetap tenang, tak lama terjadi lagi guncangan lift yang kedua, dengan guncangan yang lebih kuat hingga membuat Monita refleks berteriak.
“Aaaaww.” Teriak Monita sembari langsung memegang lengan Ilham dan beberapa tas yang ia pegang pun berhamburan di lantai.
Tak lama lampu di dalam lift padam, lift seketika terhenti seakan tak berfungsi, membuat Monita semakin histeris ketakutan dan tanpa peduli apapun dia kembali menjerit dan memeluk Ilham.
“Aaa gelap gelap.” Teriak Monita.
“Monita, tenanglah.”
“Tolong, aku takut gelap.” Teriak Monita lagi.
“Monita tenang, kamu tidak sendiri.” Ilham yang juga sebenarnya panik, refleks mengusap-ngusap punggung Monita, demi membuatnya tenang.
“Tolong, aku fobia gelap.” Monita terus menangis sembari menyembunyikan wajahnya di dada bidang Ilham.
“Sebentar, saya akan menyalakan senter dari ponsel.” Ilham pun meraih ponselnya lalu mulai menyalakan senter.
“Sudah lihatlah, ini sudah tidak terlalu gelap, kamu tenanglah dan jangan panik.”
Perlahan tapi pasti, Monita pun mulai terdiam, pelan-pelan ia mengintip dari balik jas Ilham untuk melihat keadaan di sekitarnya yang masih terlihat remang-remang, karena hanya mengandalkan satu cahaya kecil dari ponsel Ilham.
“Demi Tuhan aku takut gelap, aku takut.” Monita pun kembali menangis dan memasukkan lagi wajahnya.
Kali ini dia benar-benar tak peduli siapa Ilham dan bagaimana sikap Ilham padanya, yang ia tau, ia begitu takut dan butuh perlindungan dari rasa takutnya.
Lift kembali berguncang, Monita pun semakin berteriak histeris dan semakin mengeratkan pelukannya pada Ilham, dia benar-benar tidak peduli Ilham akan marah atau tidak.
Namun nyatanya Ilham tidak marah sama sekali, dengan tetap menampilkan sikap dinginnya, Ilham membiarkan Monita memeluk tubuhnya dengan erat.
Tak lama, guncangan lift itu terhenti, lampu yang sedari tadi padam kini sudah menyala, lift sudah kembali berfungsi dan kembali mengantarkan mereka ke lantai tujuan, Ilham mulai bernapas lega, namun berbeda dengan Monita yang nampaknya masih begitu ketakutan dan terus bersembunyi dibalik jas Ilham hingga tak menyadari jika lift sudah kembali berfungsi seperti biasa.
“Monita, semua sudah aman lihatlah.” Ucap Ilham sembari menepuk-nepuk pundak Monita.
“Tidak, aku tidak mau lihat, aku takut, aku sungguh takut, aku mohon tolong aku.” Monita terus menangis dengan mata yang terpejam.
Tak lama pintu lift pun terbuka, beberapa staff dan tamu yang saat itu sedang lewat ataupun berdiri di depan lift seketika dibuat ternganga, melongo dan terpaku melihat Ilham yang dipeluk seorang wanita dengan begitu eratnya, mereka sama-sama tau kalau Ilham sudah punya istri dan mereka juga tau siapa istri Ilham, berbagai spekulasi kini timbul di benak mereka, bahkan ada yang sedang berbisik-bisik.
Monita pun perlahan membuka matanya, matanya langsung menangkap para staff dan beberapa tamu yang begitu tercengang di depannya, hal itu sontak membuat Monita terkejut, saat melirik ke Ilham yang sudah begitu dekat dengannya.
Seketika Monita langsung terperanjat dan melepas pelukannya begitu saja.
“Ma.. maaf.”
Tanpa menjawab, Ilham langsung saja melangkah keluar dari lift meninggalkan Monita yang masih terlihat begitu syok.
“Lift ini rusak! Cepat perbaiki!” Tegas Ilham pada staffnya yang masih berdiri terpaku memandanginya.
Para staff itu pun tersentak saat mendengar suara Ilham yang sedikit meninggi, dan mereka dengan cepat langsung kembali ke tempat mereka masing-masing.
“Ba.. baik tuan.” Ucap salah satu staff.
Sementara para tamu yang lain, masih terus berbisik, bahkan bisikan-bisikan mereka itu sampai terdenga di telinga Monita.
“Siapa wanita itu? Kelihatannya dia sangat dekat dengan tuan Ilham.”
“Iya, seperti sepasang kekasih.”
“Jangan-jangan dia selingkuhan tuan Ilham.”
“Siapa tau, memangnya siapa sih yang mampu menolak pesona tuan Ilham? Dia kan pria yang sangat tampan dan juga kaya raya, jika dia mengajakku berselingkuh aku juga mau hahaha.” Ucap 3 tamu perempuan yang kebetulan menginap di hotel itu.
Mendengar itu, Monita hanya diam dan memilih mengabaikan perkataan 3 wanita itu, karena memang apa yang mereka katakan semuanya benar adanya.
Monita saat itu langsung memunguti tas bawaannya yang jatuh ke lantai, lalu dengan cepat ia langsung berjalan mengikuti langkah Ilham, sembari menundukkan wajahnya yang tampak memerah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 140 Episodes
Comments