Satu jam sudah Ilham menunggu di depan ruang operasi dengan harap-harap cemas, kini pak Agam ayah Ilham juga sudah berada di rumah sakit, pak Agam baru datang karena harus menyelesaikan meeting penting bersama klien terlebih dahulu lalu kemudian menyusul istri dan anaknya ke rumah sakit.
“Nak, kau tenanglah, mungkin anak ini bukan rejeki kita, nanti kalau sudah waktunya, Mama yakin Tuhan pasti akan kembali memberikan keturunan untuk kalian, ternyata kalian tidak ada masalah apa-apa, buktinya Naomi bisa hamil.” Jelas sang Mama, yang tidak tau apa-apa tentang hal yang sebenarnya.
Ilham sengaja tidak memberitahukan kenyataan yang sebenarnya pada orang tuanya, dia tidak memberitahu orang tuanya kalau Naomi sudah tidak bisa hamil lagi, nanti kalau waktunya sudah tepat, dia akan tetap jujur pada kedua orang tuanya agar tidak terjadi salah paham.
Tak lama pintu ruang operasi pun terbuka, Nancy, Agam dan juga Ilham bergegas menghampiri sang dokter.
“Operasinya berjalan lancar.”
“Syukurlah, lalu bagaimana dengan bayinya dok, apakah sudah terbentuk?” Tanya Nancy dengan raut wajah kecewa.
“Iya, sudah terbentuk dengan sempurna walau pun tubuhnya masih tampak begitu kecil, bayinya laki-laki.”
Mendengar itu Nancy dan juga Agam saling berpandangan, tampak raut penyesalan dari wajah mereka, bayi laki-laki, bisa menjadi penerus tahta, tapi kini sudah di ambil kembali oleh Tuhan yang maha kuasa.
Terpaksa Nancy dan juga Agam begitu pun dengan Ilham harus berlapang dada melepaskan anugerah terindah dari Tuhan itu.
“Nyonya Naomi akan segera di pindahkan di ruangan VVIP, baiklah kalau begitu saya permisi dulu ya tuan.” Ujar sang dokter kemudian berlalu pergi meninggalkan mereka bertiga.
Tak terasa waktu bergulir begitu cepat, kini jam sudah menunjuk pulul 19.00 malam, seperti yang sudah di janjikan Bela, kini dia sudah merias wajah Monita di ruangannya.
“Kau benar-benar sangat cantik Monita.” Ucap Bela saat baru saja selesai dengan sentuhan terakhirnya terhadap wajah Monita.
Bela sejak tadi memang tengah di sibukan dengan pekerjaan barunya yaitu membantu untuk mendandani Monita, bagi Bela itu sama sekali tak sulit dan tak membuang banyak waktu karena wajah Monita pada dasarnya sudah sangat cantik, jadi tak membutuhkan banyak polesan untuk semakin membuatnya tampak menarik.
“Aku sangat yakin dengan kecantikan mu ini, dapat mengundang banyak tamu kelas kakap datang, bahkan aku yakin mereka akan rela mengeluarkan banyak uang agar bisa di temani olehmu.” Ucap Bela yang terlihat sangat puas dengan hasil polesannya pada wajah Monita.
“Apa Mami yakin aku bisa mendapatkan banyak uang dengan cepat disini?” Tanya Monita yang terlihat masih gugup.
“Aku sangat yakin, nanti aku yang akan mempromosikanmu pada tamu-tamu yang datang, aku akan mencarikan tamu kelas kakap untukmu.”
“Iya Mami, aku memang sangat butuh uang dalam waktu cepat.”
“Iya tenang saja, asalkan kau akan membuat tamuku senang dan tidak membuatku malu.”
“Ya Mami, aku janji akan bekerja sebaik mungkin.”
“Baiklah, waktunya para ladies bekerja.” Ucap Bela yang kemudian langsung beranjak.
Akhirnya Monita dan Bela keluar dari ruangan itu, menuju ruangan para ladies untuk kontes.
Ruang Make Up para ladies…
“Halo para ladiesku yang cantik, perkenalkan teman baru kalian, namanya Katty, ini malam pertamanya bekerja disini, jadi aku harap kalian bisa menerimanya dengan baik.” Ucap Bela saat baru memasuki ruang make up.
“Hai semuanya, senang bisa bertemu dengan kalian, semoga kita bisa bekerja sama dengan baik.” Ucap Monita dengan gugup namun masih menampilkan senyuman yang menawan.
“Hai Katty, semoga kamu betah ya.” Ucap Rina dengan ramah.
“Baiklah Katty, kau tunggulah disini! Aku mau keluar dulu mengamati para tamu yang datang.” Bela pun langsung pergi keluar dari ruangan make up.
“Hei Ladies ayo ikut aku, sudah ada tamu besar yang menunggu kalian di ruangan VIP.” Ucap Bela setelah kembali dengan wajah berbinar.
Bela pun mengarahkan para ladies untuk keluar dari ruang make up tersebut.
“Apa tamunya seorang yang kelas kakap Mami?” Tanya seorang ladies yang bernama Rosa.
Rosa bisa di katakan ladies senior yang sudah dua tahun lamanya ikut dengan Mami Bela bekerja di club itu, dia selalu menjadi rebutan para tamu karena sejauh ini dia yang tercantik dan terseksi dari semua ladies yang dimiliki Bela, dia juga selalu terpilih setiap ikut kontes, kontes yang dimaksud disini adalah, ketika tamu ingin semua ladies di hadirkan di hadapan mereka, agar mereka bisa memilih sendiri mana yang mereka sukai.
Namun kemunculan Monita pertama kali di hadapan para ladies, justru sedikit mengganggu ketenangan Rosa, Rosa merasa Monita berpotensi menggeser kedudukannya sebagai The Queen Of Ladies karena wajah Monita yang sangat cantik.
Rosa
“Bukan hanya kelas kakap, tapi ini kelas paus, ada CEO dari perusahaan ternama luar negeri yang datang berkunjung ke sini.” Ujar Bela dengan raut wajah sumringah.
“Periksalah kembali penampilan kalian sebelum masuk ke ruanga itu.”
Para ladies yang mendengar itu sontak langsung merapikan penampilan mereka.
“Aku sangat yakin, pasti aku lah yang akan di pilih, lagi pula siapa yang sanggup menolak ku.” Ucap Rosa dengan percaya dirinya.
Berbeda halnya dengan Monita, dia tampak diam saja memikirkan ibu dan adiknya yang hingga kini belum ada kabar, dia juga sangat takut dan gugup, ini pertama kalinya ia menjadi ladies seperti sekarang, memakai baju yang terbuka walau pun tak kalah terbukanya jika di bandingkan dengan para ladies yang lain.
“Halo selamat malam tuan.” Sapa Bela dengan sangat ramah saat memasuki ruangan VVIP itu.
Ruangan itu memang dibuat sangat besar, bahkan dalam ruangan itu, terdapat beberapa sekat lagi ke beberapa ruangan.
“Ini para ladies terbaik yang saya punya dan siap menemani para tuan-tuan malam ini, pilihlah yang kalian suka tuan.” Ucap Bela pada ke-3 lelaki itu.
“Kau kemari!” Pria itu menunjuk ke arah Rosa.
“Saya?” Tanya Rosa kembali memastikan karena memang pria yang sedang memanggilnya itu sudah menjadi incaran Rosa.
“Iya.” Jawab pria itu dengan datar.
Rosa yang sedari awal tampak mengincar pria itu seketika tampak sumringah, tak perlu menunggu lama, Rosa pun kini duduk di samping pria itu, lalu dia mendudukkan dirinya begitu saja, dengan ekspresi wajah kebanggaan.
“Bukan disini, duduk lah disana.” Kata pria itu sembari menunjuk temannya yang meminta agar pria itu memanggilkan Rosa untuknya.
Rosa yang sudah terlanjur duduk di samping pria itu sontak membulatkan matanya saat pria itu menyuruhnya pindah, sulit dipercaya saat pria yang ia sukai itu tak meliriknya sedikit pun.
“Apa tuan muda tidak ingin jika aku saja yang menemani?” Tanya Rosa dengan nada menggoda sembari melingkarkan tangannya ke lengan pria itu, tampaknya dia masih berusaha untuk mau menemani pria incarannya itu.
“Aku sudah memilih ladies itu.” Jawab pria itu sembari menunjuk ke arah Monita.
Rosa pun semakin mendelikan matanya, bagaimana mungkin pria itu menolaknya hanya karena Minita anak baru itu.
“Tunggu apa lagi, kau kemarilah! Dan kau pindah kesana.” Ucap pria itu menunjuk Monita dan Rosa secara bergantian.
Akhirnya Rosa pun bangkit dari duduknya dengan mengerucutkan bibirnya, dia tampak kesal pada Monita karena sudah berhasil menggeser kedudukannya saat itu.
Sementara Monita, bergegas mengayunkan kakinya untuk duduk di tempat yang pria itu duduki.
Melihat kejadian bersejarah itu membuat para ladies lain berbisik-bisik, karena baru kali ini mereka melihat Rosa ditolak mentah-mentah oleh lelaki.
Seperti yang di janjikan Bela, Monita hanya menemani tamu itu minum saja, bahkan pria itu juga sempat mengajak Monita untuk booking out, tapi Monita menolaknya secara halus sehingga malam itu, dia hanya menemani pria itu minum saja.
Sisi Lain Rumah Sakit…
Kini Naomi sudah sadarkan diri, dia mengerjap-ngerjapkan matanya melihat sekeliling ruangan itu, lalu kemudian tatapannya terhenti saat melihat Ilham suaminya yang sedang terlelap dalam keadaan duduk di kursi samping tempat tidurnya.
“Mas Ilham.”
Suara Naomi seketika langsung membangunkan Ilham dari tidurnya, Ilham pun dibuat sedikit tersentak, dia mengucek matanya saking pulasnya tidur Ilham.
Menyadari istrinya bangun, Ilham pun segera mencondongkan tubuhnya ke arah sang istri.
“Kamu sudah sadar sayang?” Tanya Ilham dengan raut wajah berbinar, bahkan kantuk yang di rasakan Ilham sejak tadi kini hilang entah kemana.
Naomi pun mengangguk, kemudian ia lantas meraba perutnya yang sudah rata, namun seketika mata Naomi terbelalak, dia kaget bukan main saat meraba perutnya yang sudah rata.
“Mas, dimana anak ku?” Tanya Naomi dengan wajah yang mulai tampak panik.
“Sayang, kau tenanglah dulu, kamu baru sadarkan diri, jangan terlalu banyak berpikir.” Sergah Ilham sembari meraih tangan Naomi dan mengusap lembut ujung kepala sang istri.
“Aku bertanya, dimana anak kita?” Tanya Naomi lagi dengan air mata yang mulai menetes membasahi pipinya.
Ilham pun menghela nafas panjang dan membuangnya dengan keadaan kepala yang ia tundukkan, akhirnya ia memberanikan diri menatap istrinya dan mulai menjelaskan diagnosa dokter dari A sampai Z, tanpa terkecuali.
“Jadi anak kita laki-laki, dan dia sudah di kuburkan?” Tanya Naomi dengan suara lirih.
“Iya sayang.”
Bak disambar petir, Naomi pun syok bukan kepalang, dia menangis sejadi-jadinya dan memukul-mukul perutnya, Ilham yang menyaksikan itu tentu saja tak tinggal diam, dia mencekal kedua tangan Naomi.
“Sayang, tolong jangan seperti ini, kamu jangan menyakiti dirimu sendiri, aku juga sama terpukulnya denganmu, tapi kali ini tidak ada yang lebih penting selain kesehatanmu.” Ujar Ilham lalu menarik Naomi ke dalam dekapannya.
Naomi masih terus terisak, dia tampak begitu frustasi, dia sangat mendambakan seorang anak, namun anak yang mereka nanti-nantikan selama 5 tahun ini malah pergi untuk selamanya, dan Naomi juga semakin terpukul saat mengetahui kenyataan yang jauh lebih pahit lagi kalau dia sudah divonis dokter sudah tidak bisa hamil lagi, seketika wajah kedua mertuanya melintasi benakny, mertua yang sudah menaruh harapan besar padanya.
Beberapa menit terisak dalam tangisan, akhirnya perasaan Naomi sudah mulai stabil ketika mendapat dekapan hangat dari suami tercinta.
“Sayang, bagaimana perasaanmu sekarang?” Tanya Ilham mulai melonggarkan pelukannya dan mengusap lembut rambut panjang Naomi.
“Jadi Mama dan Papa tidak tau sama sekali tentang keadaan rahimku yang bermasalah?” Naomi malah membalas pertanyaan Ilham dengan pertanyaan juga.
“Iya, untuk sementara Mama dan Papa jangan tau dulu, nanti kalau sudah tepat waktunya, baru pelan-pelan kita beritahu mereka.”
“Kalau begitu, mereka tidak perlu tau selamanya.” Jawab Naomi dengan tatapan kosong.
“Maksud kamu apa sayang?” Ilham semakin mengerutkan dahi tanda tak mengerti.
“Lebih baik kamu menikah lagi dan hadirkan cucu untuk Mama dan Papa serta berikan anak untukku.” Jawab Naomi menatap Ilham dengan tatapan yang begitu serius.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 140 Episodes
Comments