Setelah syarat, lalu apa?
Tiba-tiba saja pikiran Chole terusik oleh pertanyaan tersebut. Harusnya mereka melakukannya, menjalani hubungan yang menjadi salah satu alasan terpenting mereka menikah. Namun, benarkah Helios akan melakukannya?
Belum apa-apa, Chole sudah deg-degan. Panas dingin tak jelas meski alasan kini ia merasakannya bukan karena wajah dan mata kanan Helios. Melainkan hubungan yang seharusnya mereka lakukan setelah syarat dari kedua pihak telah mereka ketahui sekaligus sepakati.
Tak beda dengan Chole, sebenarnya Helios juga bingung. Helios juga sudah panas dingin, bahkan sampai berkeringat. Ingin menyentuh, Helios benar-benar ingin memulai, tapi pria itu bingung, gengsi, malu, perasaannya benar-benar campur aduk. Helios mendadak merasa tak pantas bersanding dengan Chole yang terlalu sempurna untuknya.
Namun, kenyataan Chole yang masih memeluknya, Chole juga terus menempel kepadanya, membuat Helios berpikir, wanita yang resmi menjadi istrinya itu sudah siap. Chole sudah siap menerimanya lahir batin.
“Ini gimana? Kok jadi canggung ... bisa jadi sebenarnya Mas Helios sebenarnya mau. Mau tapi malu, ... mas Helios malu karena wajahnya, terus dia merasa enggak pantas, ...,” pikir Chole khawatir sendiri karena jika melihat watak Helios, itulah yang seharusnya terjadi.
Tak diduga, di waktu yang sama ketika Chole memberanikan diri untuk menatap Helios seiring Chole yang melonggarkan dekapannya, Helios juga menunduk, membuat tatapan mereka bertemu.
Chole menggunakan kedua tangannya untuk melepas kacamata hitam yang seolah anti Helios lepas. Helios langsung sedikit memalingkan wajah, sengaja menghindari Chole yang detik itu juga langsung menaruh kacamata hitamnya di meja nakas berwarna pink yang ada di sebelah mereka.
Helios masih memalingkan wajah, tak berani menatap Chole, ketika kedua tangan Chole berangsur melepas masker hitam yang Chole jatuhkan begitu saja. Karena selain deg-degan atas apa yang akan ia bahkan Helios segera lakukan, Chole memang belum bisa menghilangkan rasa takutnya kepada wajah dan mata kanan Helios.
“Jangan galak-galak yah, Mas!” lirih Chole benar-benar memohon. Ia masih menunduk, tapi detik berikutnya, ia memberanikan diri untuk menatap Helios yang ternyata tengah memandangi wajah Chole.
Setelah beberapa detik tatapan mereka bertemu, Chole refleks membasahi bibirnya kemudian sedikit membukanya dan menau*t bibir sang suami.
Detik itu juga kedua mata Helios terpejam. Helios bisa merasakan kesungguhan Chole. Chole menginginkannya, tulus. Seolah mendapat keberanian bahkan nyawa tambahan, dengan refleks kedua tangannya bergerak cepat, menarik pinggul Chole yang berakhir ia pangku, sementara bibir apalagi lidahnya sudah tidak bisa berhenti menikmati bibir Chole yang sampai mendekap tengkuk bahkan kepalanya menggunakan kedua tangan.
Lega, itulah yang Chole rasa dalam hubungan tanpa kata, tapi penuh gelora hingga membuat deru napas tak beraturan miliknya maupun Helios mengusik kesunyian di sana.
Kenyataan Helios yang sampai mengabsen setiap lekuk leher, tengkuk, dada, bahkan bagian tubuh Chole yang lain dan masih terbungkus gamis dengan cium*an tak sabar, tak hanya membuat Chole merasa diinginkan. Karena di balik rasa yang membuatnya merasa sangat bahagia, dalam hatinya, Chole juga mencibir sang suami. Apalagi ketika akhirnya Helios kesulitan melepas gamis Chole.
“Tadi, kalau Mas izinin aku pakai gaun malam atau malah aku langsung enggak pakai apa-apa, pasti enggak susah gini!” cibir Chole menyindir sembari menurunkan ritsleting gamis bagian dadanya. Sementara di hadapannya, Helios berdiri gelisah sambil melepas kancing kemeja panjang warna putihnya. Helios tampak tak sabar sambil sesekali mengelap asal wajahnya yang berkeringat menggunakan tangan kanan.
“Enggak usah pakai yang ribet, kenapa?” protes Helios.
Chole refleks menghela napas dalam kemudian menatap Helios. “Pakai yang ribet bagaimana?” Ia berangsur melepas gamisnya, dan detik itu juga, Helios yang ia pergoki akan mengumpat, refleks bengong.
Melalui lirikannya, Chole mendapati, Helios takjub dengan keindahan tubuh yang ia miliki. Pria itu langsung tidak bisa berkata-kata, menatapnya nyaris tak berkedip dari ujung atas hingga ujung bawah. Namun di lain sisi, Chole malah takut, andai mereka ‘melakukannya’, Helios malah membayangkan wanita lain termasuk itu membayangkannya sebagai Cinta.
“Bismilah, semoga enggak ada adegan menyebut nama wanita lain, termasuk itu nama kak Cinta,” batin Chole seiring ia yang agak mundur, membiarkan Helios melempar asal kemeja lengan putih pemberiannya. Pria itu sudah langsung mengungkungnya.
Ragu, kedua tangan mulus Chole bertumpu di lengan kekar sang suami. Kemudian, ia juga sengaja memberanikan diri menatap wajah termasuk itu mata Helios. Ternyata, mata kiri suaminya itu sudah memperhatikan wajahnya nyaris tak berkedip. Membuat kedua pipinya terasa memanas dan ia yakini, kini pipi putih mulusnya sudah menjadi merah merona.
“Awas, loh!” ucap Chole terdengar mengancam bahkan di telinganya sendiri.
Helios sudah langsung mengernyit, menatap tak paham wajah sang istri yang menjadi tampak marah bahkan menatapnya saja, Chole tampak jengkel sekaligus enggan.
“Awas kalau Mas Sampai menyebut nama wanita lain. Aku enggak segan hukum Mas!” tegas Chole dan di hadapannya, Helios sudah langsung menghela napas sambil memalingkan wajah. Membuat Chole berspekulasi, apa yang ia khawatirkan bahkan takutkan nyaris terjadi.
Jujur, belum apa-apa Chole sudah merasa sedih. “Mas, Mas bisa sayang, kan, ke aku?” Ia ingin mendengar jawaban Helios secara langsung, meski memang mustahil mengingat watak Helios yang sulit ditebak bahkan digapai.
Malahan, pertanyaan yang baru saja Chole lontarkan membuat Helios tampak tak berminat melanjutkan percintaan panas yang bahkan baru mereka mulai. Hasrat yang sempat menggebu-gebu juga seolah langsung padam.
Helios tak lagi mengungkung tubuh Chole. Pria itu memilih menarik diri kemudian berakhir duduk di pinggir tempat tidur.
“Ini orang kenapa, sih?” pikir Chole. Belum sempat ia menemukan jawaban atau setidaknya bertanya, Helios justru melenggang pergi. Pria itu membuka pintu menuju balkon. Punggung kokoh Helios yang penuh luka goresan tak lagi terlihat.
Kenyataan tersebut membuat hati Chole terasa sangat pedih. Chole kembali merasakan luka tak berdarah dan tampaknya, ia harus membiasakan diri lantaran hal semacam itu Chole yakini akan sering terjadi.
Chole berangsur duduk, membuatnya mendapati tubuhnya yang tak jadi disentuh lantaran sang suami memilih tetap tidak mau memberinya kesempatan. Ia memilih kembali memakai gamisnya, walau jujur saja, tak jadi disentuh dan langsung ditinggal layaknya sekarang, membuatnya merasa hina bahkan di matanya sendiri.
“Padahal aku sudah menjelaskan panjang lebar, kami juga sudah sepakat,” lirih Chole, meski jauh di lubuk hatinya ia sudah sibuk menjerit. “Sabar, ... tiga bulan. Atau malah cukup sebulan. Namun kalau gini terus, satu bulan cukup. Mending aku dipoligami tapi dihargai dan orang tuaku juga dihargai. Daripada begini, niat baik menolong tapi diperlakukan enggak manusiawi, dan dia berpikir aku menghalangi kebahagiaannya.
Chole merasakan sakit tak berdarah yang rasanya lebih sakit dari kemarin malam ketika tubuhnya dibant*ing tak manusiawi oleh suaminya sendiri.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 130 Episodes
Comments
Kamiem sag
sakitnya tuh disini
2025-01-12
0
Eli Elieboy Eboy
𝚜𝚊𝚋𝚊𝚛 𝚌𝚑𝚘𝚕𝚎
2024-12-06
0
Ida Ulfiana
dasar helios si kejam
2024-05-10
1