Dea terpaku dengan apa yang barusan dia lihat, ternyata Aldi sungguh-sungguh mencintai Nesya. Apa sekarang waktunya Dea mundur? Dia hanya akan jadi perusak hubungan orang jika dia terus lanjut mengejar cinta Aldi. Membayangkan kejadian tadi membuat dada Dea sesak, setetes bulir bening jatuh membasahi pipinya, dia harus pergi! Pergi dari hidup Aldi.
Angga yang kebetulan berada dikafe melihat Dea berdiri ditepi kolam, cowok itu tersenyum dan mendatangi Dea.
"Dea, lo ngapain ada disini?" Angga menyentuh pundak Dea untuk menyadarkan gadis itu.
Dea terkejut dan segera menghapus jejak air matanya. "Gue gak pa-pa."
Kening Angga berkerut tanda tak mengerti. "Gue nanya lo ngapain ada disini, bukan nanya keadaan lo. Emang lo kenapa?" tanya Angga khawatir saat melihat mimik sedih Dea.
Dea menundukkan kepalanya, antara malu dan masih merasa sedih.
"Ini gue lagi ngomong gak dijawab ya? Berasa sampah gue lo cuekin!"
Sampah??
Panggilan itu sepertinya cocok untuk Dea. "Maaf kak." Dea mengangkat kepalanya dan tersenyum simpul.
Angga hanyut menatap wajah cantik Dea, senyum Dea membuat jantungnya berdedetak lebih cepat. "Ekhemm," Angga berusaha mencairkan keguguppan-nya.
"Kakak sama siapa kesini?" tanya Dea.
"Gue?" Tunjuk Angga pada wajahnya.
"Gue bareng pacar!" Lanjut Angga tersenyum bangga.
Entah kenapa jauh didalam relung hati Dea sedikit kecewa dengan penunturan Angga. "Ohh pacar. Siapa? Kak Nina atau kak Putri?"
Angga menyilangkan tangan didadanya. "Tetott."
"Pipin ya!?" Tuduh Dea melototi Angga.
"Yang pasti dia cantik, putih, mulus dan ya dia seksi sangat seksi." ucap Angga membayangkannya.
"Mesum!" Dea menendang tulang kering kaki Angga.
Angga mengaduh kesakitan dan mengusap kakinya. "Sakit."
"Ehh, sakit ya? Maaf gak sengaja," ucap Dea merasa bersalah.
Angga melebay-lebaykan mengaduh-nya. "Ini beneran sakit lohh, lebih sakit dari diputusin pacar."
Dea semakin merasa bersalah. "Gue harus apa? Gue tiup ya Kak," Dea meniup-niup kaki Angga dan mengusapnya lembut. "Masih sakit?"
Angga memperhatikan wajah Dea lekat. "Lo tambah cantik kalau diliat dari deket ya!?"
"Apaansih." Dea memberi jarak.
"Sayang, kamu ngapain sih disini?"
Sontak Dea mengalihkan pandangannya ke seseorang yang baru mengeluarkan suara yang terdengar agak dimanja-manjakan.
"Udah selesai ya Ros?" tanya Angga menyambut hangat gandengan perempuan yang dia panggil Ros.
Dea membulatkan matanya dan sedikit membuka mulutnya terkejut.
"Dia siapa?" tanya Ros melentikkan jarinya pada dada Angga.
Dea semakin melotot melihat kelakuan perempuan yang dipanggil Ros ini.
"Oh kenalin dia Dea teman sekolah gue, dan Dea ini Rosetta pacar gue," ucap Angga sedikit tertawa lucu.
"Tuhkan ketawa lagi, Ros ngambek aja ihh," ucapnya memalingkan wajah pada Angga.
"Maaf sayang, dia cantik kan De? Seksi juga kan?" tanya Angga dengan mengedipkan matanya pada Dea.
Cantik? Seksi? Batin Dea
"PACAR KAMU NENEK-NENEK!!" Pekik Dea.
"Dea jangan, aduhh." Angga mengusap wajahnya kasar.
"Kenapa??" tanya Dea polos.
"HUWAAA ROS DIBILANG NENEK-NENEK SAMA BOCAH LAHIR KEMARENN, LORO HATIKU MAS EE." Ros menangis dengan keras.
"Dia emang Nenek....."
"BENERAN KAMUU PACARAN SAMA NENEK-NENEK??" tanya Dea tidak percaya. Dea tidak habis fikir dengan kakak osisnya ini, kalau saja Angga ingin mencari pacar mungkin semua siswi-siswi Jayapurnama akan antri untuk jadi pacarnya.
Angga menarik tangan Dea menjauh dari Ros. "Ikut gue."
Dea memandang wajah Ros yang kian menjauh darinya masih dengan tatapan tidak percaya.
Angga berhenti di sebuah taman kafe, dan memperhatikan tangannya dan tangan Dea yang menyatu. Angga tersenyum senang.
Dea memandang Angga jengkel. "Lepas!"
"Apanya??"
"Tangan gue lepasin!!"
"Upss Sorry." Angga melepaskan tangan Dea.
"Dia Nenek gue!"
"Siapa?" Tanya Dea polos.
"Yang tadi siRosetta, dia Nenek gue!"
Dea kembali melototkan matanya. "Lo pacaran sama Nenek lo sendiri!?" Dea menggelengkan kepalanya tidak percaya. "Cinta terlarang dan cinta beda usia."
"Ngomong apaansih lo, dangkal amat otak lo." Angga memasukkan tangannya kedalam saku jaketnya.
Dea mengernyitkan keningnya.
"Dia Nenek kandung gue! Mamanya Papa gue! Bukan PACAR gue!!" Jelas Angga.
"Ohh Nenek," Dea mangut-mangut. Dari tadi juga udah bilang Nenek!!
"Terus kenapa kakak bilang dia pacar kakak?" tanya Dea lagi.
"Nenek gue emang kayak gitu. Dia gak mau dipanggil Nenek dan dia juga gak mau dibilang tua." Angga tersenyum simpul. "Gue bilang pacar tadi itu becanda Deaninda Agantara, yang bener aja gue pacaran sama Nenek gue sendiri." Angga mencubit pipi Dea gemas.
"Oohh gituu. Tapi kenapa dia agak centil?" tanya Dea pelan takut menyinggung perasaan Angga. Tanpa sadar bahwa tangan Angga beralih ke puncak kepalanya.
"Nenek gue itu grandmother jaman now." Angga tertawa lepas yang juga diikuti oleh Dea.
Dea terdiam yang membuat Angga juga memberhentikan tawanya. "Artinya gue salah dong! Gak sopan banget gue!! Gue udah mikir yang nggak-nggak tentang Nenek kakak," ucap Dea frustasi. "Gimana dong??"
"Yaudahlah gak pa-pa kok. Sans aja, nanti gue bantu bilangin dehh," ucap Angga memasukkan kembali tangan kekarnya.
"Sekarang?"
"Iya sekarang! Masa iya nunggu sampai lo peka dulu kan lama," ucap Angga.
"Takut," ucap Dea memelas.
"Gak pa-pa Nenek gue makan nasi kok," Angga mengandeng tangan Dea menuju kekolam tempat mereka meninggalkan Rosetta tadi. "Sama makan darah cewek cantik biar awet katanya," lanjutnya yang membuat Dea reflek mencubit pinggang Angga.
Dea menetralkan rasa gugupnya saat melihat Ros yang sedang bermain handphone. "Assalamualaikum Nek," sapa Dea takut-takut.
Ros memperhatikan Dea dari bawah sampai atas. "Umur kamu berapa?"
"Hah?? Oh, umur saya tujuh belas tahun Nek," ucap Dea lembut, tanpa sadar memegang tangan Angga.
Angga tersenyum senang.
"Kita cuma beda lima puluh empat. Gak usah manggil Nenek! Emang saya setua itu apa!?"ucapnya menambahkan sedikit bedak kewajahnya.
cuma? Batin Dea tidak terima.
"Saya manggilnya apa? Ibuk?" tanya Dea masib dengan lembut, menjaga sopan santun.
"Saya bukan ibuk kamu!"
"Tante?"
"Enak aja, emang tampang saya ini pantas dipanggil Tante apa!!? Sembarangan aja, anak-anak jaman sekarang gak ada sopan santunnya sama orang tua."
"Panggil kakak," bisik Angga pada Dea.
Dea bergidik mendegarnya. "Kakak, kak Ros!?"
Rosetta berdiri dan tersenyum. "Nama gue Rosetta panggil aja kak Ros. Salam kenal ya... siapa tadi??"
"Dea kak Deaninda," ucap Dea tersenyum ramah.
Rosetta tertegun dengan nama Dea. Apakah anak ini yang saya cari? Batinnya menatap Dea lembut.
"Kita makan malam yuk De," ajak Rosetta menggandeng tangan Dea.
"Gue gak diajak nih," Angga memelas.
Rosetta tidak meperdulikan Angga dan terus melanjutkan langkahnya dengan Dea. "Dea kamu pacarnya Angga ya?" Tanya Ros setelah mereka duduk di kursi paling pojok.
Dea tersenyum. "Gak kok kak. Kita cuma sebatas Kakak sama adek kelas doang."
Rosetta tersenyum dan mengelus puncak kepala Dea, menyiratkan rasa rindu yang sudah lama terpendam.
Angga duduk dihadapan mereka dengan wajah yang ditekuk. "Nenek mau makan apa?" Tanya malas.
"Anak siapa sih lo, sok ngarcis!" Ucap Rosetta asal.
Dea tertawa melihat perdebatan antara Nenek dengan Cucunya ini. Disebalik tempat Aldi mengepalkan tangannya marah karna Dea yang tidak menuruti larangan mendekati Angga musuh abadinya. Setelah mengantarkan Nesya, Aldi kembali ke kafe untuk menjemput gadis yang membuatnya uring-uringan sejak tadi. Aldi mengambil kunci mobilnya dan segera pergi tanpa jadi mengantarkan Dea pulang.
Dia marah!!
Dia akan memarahi Dea besok!
Lihat saja besok dia akan memarahi Dea habis-habisan.
Tunggu saja!!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 28 Episodes
Comments