Aku iri padanya yang mudah mengambil hatimu tanpa harus berusaha sepertiku.
~Dea~
● ● ● ●
Dea pulang dengan rambut yang kusut dan mata yang sembab, berjalan memasuki rumah seperti bunga yang layu. Hal yang pertama dia lihat adalah orang tuanya yang bertengkar lagi. Dea hanya melihat sekilas lalu pergi dari sana, dia sudah lelah mereka tidak mau mendengarkannya untuk apa Dea melerai yang pada akhirnya dia yang akan jadi korban. Dea menaiki tangga dengan langkah yang lelah, lelah dengan keadan dan lelah dengan hatinya.
"ANAK ******!!"
Dea menghentikan langkahnya getir, berusaha agar air matanya tidak jatuh begitu saja. "Dea capek, Dea mau istirahat dulu. Nanti kalau Dea udah enakan Bunda bisa bentak dan ngatain Dea sepuasnya. Dea mohon biarkan Dea pergi untuk saat ini." Air mata Dea jatuh, lemah! Menahan air mata saja tidak bisa, dasar lemah.
"Kamu kenapa sayang? Kamu punya masalah ya? Cerita sama Ayah." Hendrick menghampiri Putrinya, berniat ingin memeluk Dea namun ditepis oleh empunya.
"Dea gak kenapa kenapa, Dea cuma pengen sendiri aja." Lirih Dea menghapus air matanya dan melanjutkan langkahnya.
"Kamu bukan anak kandung saya! Kamu anak selingkuhan Ayah kamu!!" Selesai mengucapkan itu Astrid pergi meninggalkan Dea yang membeku.
"ASTRID!!!" Marah Hendrick.
Dea membalikkan badannya menghadap sang Ayah. "Ayah," ucap Dea menatap mata Ayahnya. "Ucapan Bunda gak bener kan? Dea anak Bunda Astrid sama Ayah! Bunda cuma lagi marah aja kan?" Dea tertawa sumbang, menatap mata Ayahnya mencari jawaban.
Hendrick memegang tangan Dea mengusapnya pelan, seakan memberikan kekuatan untuk Putrinya. "Maafin Ayah nak."
"Bilang Bunda salah!!" Air mata Dea jatuh,Dea memegangi tangan Ayahnya gemetar. "Ayah ulang tahun Dea gak usah dirayain, Dea gak suka kalau kalian bikin suprissenya kayak gini. Dea gak suka Ayah." Tangis Dea histeris.
"Maafin Ayah nak, maafin Ayah." Hendrick menangis memeluk tubuh gemetar Putrinya.
"Hahahahah," Dea tertawa pilu. "Mimpi!! Yaa, Dea sekarang cuma lagi mimpi. Hahah Ayah Dea mimpi buruk, bangunin Dea Ayah. Ini sakit Ayah, Ayah tampar Dea biar Dea bangun!!" Histeris Dea. Menampar pipinya berkali kali bahkan mencubitnya.
Hendrick mencoba menghentikan tangan Dea yang menampari pipinya sendiri. "Cukup sayang! Ini semua salah Ayah bukan salah kamu. Stop sakitin diri kamu nak, ini semua terjadi karna Ayah bego." Hendrick memeluk putrinya yang histeris.
Dea menangis histeris menangis sekuat kuatnya berharap dia bangun dari mimpi buruknya. Hatinya sakit! Bahkan lebih sakit dari apa yang dia lihat tadi pagi. Menangis sekencang kencangnya dan kemudian tertawa, dia menertawakan hidupnya yang dipermainkan. Tuhan gak akan ngasih seorang hamba cobaan yang melebihi batas hambanya, tapi ini melebihi batas kemampuan Dea. Dea gak sanggup ini terlalu menyakitkan dia hancur.
"TUHAN JEMPUT DEA SEKARANG JUGA!! DEA GAK SANGGUP!! rasanya Dea ingin mati aja, tolong Dea ini sakit. Ini sakit Ayah tolong Dea!"
Dea pingsan, Hendrick panik. Fano yang bersembunyi sedari tadi keluar untuk menolong Dea. Dengan cepat Fano memopong Dea. "Siapin mobilnya!!" Perintah Fano pada Ayahnya.
Dengan segera mereka membawa Dea kerumah sakit terdekat. Tak henti hentinya Hendrick membangunkan Dea, menangisi dia yang tidak bisa apa apa untuk menolong putri kecilnya. Semua salahnya, seharusnya dia tidak membawa Dea kerumah ini dan menyuruh Astrid untuk menerimanya. Seharusnya juga dia tidak mengambil paksa hak asuh Dea dari ibu kandungnga dulu. Dia benar benar menyesal. Namun menyesal sekarang tidak ada gunanya nasi sudah menjadi bubur dan kayu sudah menjadi abu, bubur tidak bisa lagi berubah menjadi nasi yang utuh dan abu juga tidak bisa kembali lagi menjadi kayu yang kuat.
Sesampainya mereka di rumah sakit, perawat langsung datang dan membaringkan Dea di tandu darurat mendorongnya masuk untuk memeriksanya.
Fano dan Hendrick terduduk lemah menyesali tindakannya. Fano yang menyesal karna membiarkan Bundanya mengatakan kebenaran itu dan bersembunyi seperti pengecut. dan Hendrick yang menyesali semua tindakannya dimasa lalu.
● ● ●
"Dea gue sayang sama lo." Aldi menggenggam tangan Dea, mengecupnya berulang ulang.
"Dea juga sayang sama kamu Al, Sayang banget malahan." Dea tersenyum bahagia.
"Tapi..... gue harus pergi De, waktunya belum tepat." Aldi melepaskan tangan Dea. Dan pergi menjauh darinya.
"Gak Al, jangan pergi Dea sayang Aldi." Dea meraih tangan Aldi yang kian menjauh.
Dea ingin mengejarnya tapi kakinya tidak bisa digerakkan. "Hiks jangan pergi Al." Tangis Dea ketakutan.
"DEA!!" Seseorang memangilnya.
Dea celongo mencari suara itu. Siapa? Dimana? Tempat ini. Tempat apa ini? Kenapa semuanya gelap. Dea takut Ma!
"DEA!! Bangun." Nesya menggoyangkan tubuh Dea pelan.
"Bangun De, gue disini." Aldi menggenggam tangan Dea.
Dea membukak matanya pelan. "Aldi, jangan tinggalin gue Al!" Dea menggenggam tangan Aldi kuat.
"Iya De, gue gak akan ninggalin lo," ucap Aldi mengusap rambut Dea lembut.
Nesya yang melihat itu sedikit cemburu. "De lo mimpi ya? Sampe nangis gitu." Nesya mengambil alih tangan Dea dari Aldi.
Mimpi?
"Tadi Dea cuma mimpi!" Monolog Dea tersenyum senang. "Syukur deh kalau itu cuma mimpi," ucap Dea tersenyum.
"Bikin khawatir aja, bokap lo tadi nelfon gue katanya lo pingsan." Terang Nesya.
"Lo? Gue? Tumben kamu ngomong gitu, biasanya juga aku kamu." Selidik Dea.
Nesya tertawa pelan. "Kata Aldi enakan make aku kamu aja De."
Nesya menggenggam tangan Aldi dan tersenyum. "Gue jadian sama Aldi De."
"Selamat ya kalian berdua," ucap Dea getir, menatap mata Aldi sendu.
"Ini juga berkat kamu De, makasih ya," Aldi memeluk Nesya posessif.
Dea ingin menangis. "Iya sama sama Al," ucap Dea berusaha tersenyum.
"Dea gak papa, Dea kuat jangan nangis De!" Monolognya.
"Sayang udah bangun ya!?" ucap Hendrick yang baru datang.
Dea membeku mendengar suara Ayahnya, terlintas momen menyakitkan yang membuatnya pingsan tak sadarkan diri. Sakit! Dia kembali merasakan sakit dihatinya, Dea jadi takut tanpa sadar air matanya kembali luruh. "A-Ayah."
"Yaudah De, gue sama Aldi pamit dulu ya. Jaga kesehatan ya." ucap Nesya memeluk Dea.
Aldi melihat Dea yang menangis jadi khawatir. "Kamu gak papa kan De? Kepala kamu sakit lagi ya?" tanya Aldi memegangi kening Dea.
"Dea gak papa." Dea menepis tangan Aldi kasar.
"Ayuk Al, kita lanjutin ngedate yang ketunda tadi," ucap Nesya manja.
"Yaudah. Om, Dea kita pamit ya." Aldi menyalami Hendrick dan tersenyum kepada Dea.
"Hati hati dijalan ya." Hendrick mengusap kepala Nesya lembut.
"Dadahh Om." Nesya menarik tangan Aldi, dan melambaikan tangan pada Dea.
Setelah mereka pergi Dea kembali menangis histeris. Hendrick mengusap rambut Dea sayang.
"Ayah... Dea mau mintak tolong," ucap Dea menggenggam tangan Ayahnya.
"Apa sayang, bilang sama Ayah Dea mau apa?"
"Tolong bilang kalau Dea ini anak kandungnya Bunda sama Ayah. Anggep aja Dea gak tau apaapa, Ayah bohong aja Dea yang nanggung dosanya." Jeda. "Dea bukan Anak ****** kan Yah?"
Hendrick merasa ada pisau yang menusuk hatinya, dengan sekuat tenaga dia berusaha menahan air matanya yang akan keluar. Dia tidak mau membuat putrinya bertambah sedih. "Iya sayang, Dea anak kandung Bunda sama Ayah. Dea bukan anak ****** Dea anak Ayah sama Bunda." Bohong Hendrick sesuai permintaan putrinya.
"Anggep aja Dea kayak sebelumnya yang gak tau apa apa ya Ayah." Lirih Dea menatap Ayahnya sendu.
"Iya sayang."
"Dea sayang Ayah sama Bunda."
● ● ● ●
Note: gimana nih sama part yang ini??
#sayang kalian🍒
👇Pencet bintang gak bayar kok guys
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 28 Episodes
Comments