"Bunga, kamu udah tidur?" Aku membenahi selimutnya yang turun.
"Hm? Kenapa?" Matanya terlihat berat.
Aku memandang ke arah jam dinding, sudah pukul lima pagi. Aku belum tertidur sama sekali, kami baru sama-sama selesai dan menikmati rasa lelah dan plong ini.
"Boleh aku pulang dulu?" Aku merapikan rambut yang menutupi wajahnya.
"Gih, nanti aku telpon kalau butuh lagi." Ia membelai pelipisku.
"Jangan ngomong gitu, Bunga. Kasar banget di kuping aku, nanti habis urusanku selesai, aku janji langsung ke sini lagi." Mungkin aku akan menikmati waktu istirahatku di tempat Bunga saja.
"Terserah aja, Bang. Kebutuhan aku udah terpenuhi." Ia menarik bantal guling dan memeluknya.
"Bunga…. Mulutnya jangan kasar. Aku ambil satu kunci ya? Kunci pintu pegangan kamu, aku taruh di atas meja ya?" Agar aku ke sini tidak mengganggu tidurnya.
"Iya, iya, iya." Nampaknya matanya sudah sangat berat.
"Love you." Aku mencium kepalanya, sebelum berpakaian dan pergi dari tempatnya.
Aku panik sesampainya di rumah, karena sudah ada mobil ayah yang terparkir. Rumah ini menggunakan pin, aku bisa masuk tanpa kunci, asal tahu pinnya saja.
Terdengar suara guyuran air, sepertinya ayah yang mandi di kamar mandi dekat dapur. Karena di kamarku ada kamar mandi khusus, jadi tidak mungkin Harum mandi di kamar mandi luar.
Aku langsung melepaskan kemejaku, menyisakan celana jeans saja agar aku tidak terlihat bahwa aku habis dari luar. Tapi percuma juga sih, ayah pasti tahu jika tadi mobilku tidak ada di garasi.
Aku melempar baju kotor keranjang, kemudian duduk di kursi dengan meminum segelas air putih. Tanganku sampai gemetaran, bukan karena kelaparan. Tapi aku gugup, aku takut dan aku bingung ingin memberikan alasan apa.
Bertepatan gelas yang aku letakan di meja makan, ayah keluar dari dalam kamar mandi. Jakunku naik turun, melihat wajah datar ayah yang mengamatiku dalam tatapan datar.
"Dari mana? Perempuan kamu di kamar, kamu pergi? Gilir?"
Ayah hanya bertanya, tapi aku merasa terpojokan. Aku melirik beliau, aku masih bingung ingin beralasan apa.
"Harum udah bangun?" Pikiranku berkecamuk, karena memang aku tidak pernah mendua seperti ini.
Aku tidak memiliki hubungan juga dengan Bunga, tapi aku sadar hatiku memilihnya. Ini seperti aku didesak agar terus berbohong menyembunyikan Bunga dari Harum, juga dari ayah. Karena ayah hanya tahu, bahwa wanitaku hanyalah Harum.
"Belum." Ayah duduk di hadapanku, ia sudah mengenakan celana jeans juga.
Ayah sepertinya berpakaian dari dalam kamar mandi. Hanya saja, ayah tidak memakai kaosnya.
"Kamu gak pakai n****** kan?" Ayah memperhatikan dada bidangku.
Aku mengikuti arah pandang ayah, aku panik melihat jejak kebuasan Bunga di dadaku. Aku langsung membelakangi ayah, kemudian mengusap dadaku sendiri.
"Gak, Yah." Aku bangkit dari kursi.
"Kamu dari mana? Memang Harum begitu?"
Rasa tegang yang ayah berikan, lebih-lebih dari sidang skripsi.
"Aku bersih-bersih dulu, Yah. Aku banyak kegiatan hari ini." Aku berjalan ke arah kamar.
"Ayah diam aja, bukan berarti Ayah gak tau apa-apa. Kamu bebas, bukan berarti kamu lepas tanpa aturan, Han. Satu lagi, tutupin bekas merah itu. Ayah tau kamu udah bukan perjaka, bukan berarti kamu umbar aib kamu. Paham kamu udah dewasa, itu kebutuhan laki-laki dewasa. Tapi alangkah baiknya, kalau kebutuhan itu disalurkan di jalur halal."
Langkahku terhenti menyimak ucapan ayah sampai selesai. Aku mengerti, ayah menekankan agar aku cepat menikah.
Aku masih diam, aku tidak menjawab ucapan ayah. Ayah lebih tegas sekarang, mungkin karena usiaku telah matang untuk menikah. Pikir ayah, aku pun sudah mampu secara materi.
Harum masih lelap, tubuhnya bersih tidak belang sepertiku. Aku belang karena ganasnya Bunga, aku pasrah karena aku menikmati pemberiannya. Aku tidak melakukan hal serupa pada tubuh Bunga, karena ia melarangku sejak awal. Alasannya apa? Alasannya karena ia tidak mau Hema tahu bagaimana dirinya di belakang Hema.
Ia menyayangi mantan suaminya begitu dalam rupanya. Sampai-sampai sudah mantan pun, ia ingin mantan suaminya tahu dirinya jauh dari dosa dan layak ia rujuk.
Untungnya, di leher cukup aman. Namun, ada satu tanda yang sangat merah di belakang telinga. Bunga mengeksplor diriku begitu haus, ia seperti lama tidak merasakan tubuh laki-laki.
Setelah mandi, aku mencoba menutupi bekas merah di belakang telingaku dengan menggunakan plester. Jika di dada, cukup ditutupi dengan pakaian saja.
Mungkin selama beberapa hari ini aku akan menghindari pertemuan dengan Harum, karena bekas itu begitu lekat, aku yakin tidak hilang dalam waktu tiga hari. Aku membangunkan Harum, setelah makanan yang aku pesan sudah datang.
"Nanti kamu aku antar balik, aku banyak urusan." Aku selalu memilih tempat di sebelah kanan Harum, karena bekas merahku berada di sebelah kanan juga.
"Urusan apa? Golf? Futsal? Komunitas? Biasanya aku dibawa terus, Han." Harum memakan makanannya dengan ekspresi senang.
Moodnya selalu bagus.
"Ada, urusan kerjaan. Gak apa kan? Nanti gampang aku telpon kamu." Karena biasanya hari Minggu itu, dia full satu harian bersamaku.
"Oh ya udah, gak apa." Ia menoleh dan tersenyum manis.
Aku merasa bersalah dengan senyuman yang tulus itu. Jika Bunga mau untuk menjalani hidupnya denganku, aku janji akan melepaskanmu dan membebaskanmu memilih laki-laki lain yang lebih baik dari aku. Sayangnya, hal itu tidak mampu aku katakan dengan mulutku.
"Mata kamu merah banget, Han. Kamu kurang tidur?" Ia membingkai wajahku.
"Pasti kamu gak bisa tidur karena belum keluar kan semalam?" lanjutnya kemudian.
Aku hanya bisa menganggukkan kepala.
"Jangan capek-capek urus pekerjaan ya? Kamu harus sempat tidur, Han." Ia menurunkan tangannya dari wajahku.
Aku mengangguk, aku mencium pipinya sekilas. Bertambah hambar saja aku dengannya, tapi aku tidak tega meninggalkannya.
"Sok dihabiskan dulu." Aku menyeruput kembali kopiku.
Aku sudah lebih dulu makan, saat ia tengah mandi tadi.
"Ya, Han." Ia menganggukkan kepalanya.
Ayah masih ada di rumah, saat aku pergi mengantar Harum. Bukan aku menghindari ayah, tapi aku ada janji bersama Bunga. Meski ia seolah tidak peduli dengan janjiku, tapi aku manusia yang selalu menepati janjiku sendiri.
Bunga masih tidur, saat aku masuk kembali ke rusunnya. Aku melepaskan bajuku, kemudian berbaring mencari kenyamanan di sampingnya. Aku terlelap bersamanya, setelah mengantar Harum pulang.
Aku merasa brengsek di sini.
Sebutan apa yang pantas untukku? Lebih baik jajan perempuan, ketimbang selingkuh hati begini. Meski aku tidak memiliki hubungan dengan Bunga, tapi hatiku benar-benar jatuh dan memilihnya.
Mungkin karena ketertarikan mataku, entah karena memang ia asyik diajak mengobrol. Hatiku klik sekali dengan rupa cantik nan bajingan ini.
Bisakah ia berubah karenaku? Tapi hanya Hema tujuannya. Terlepas dari dendamnya pada Hema, aku yakin ia masih amat mencintai mantan suaminya itu.
Aku jadi ingin tahu dari mulut Hema sendiri, kenapa sampai ia menceraikan wanita secantik Bunga? Bukankah menurut cerita versi Bunga, bahwa Bungalah seseorang yang berjasa besar dalam kesembuhannya?
...****************...
Komentar yang banyak gak apa kak 🤗
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 91 Episodes
Comments
Rani Ummi
pasangan sedeng namanya eyy🤭
2023-08-21
0
Ra2
sebetulnya yg JD korban adalah harum
Han lebih baik kau lepaskan SJ harum
2023-06-17
2
Red Velvet
Semoga Han secepatnya bertemu sama Hema terus ngobrol biar jd jembatan para pembaca agar tau apa yg membuat Hema menceraikan Bunga
2023-06-17
1