"Abang tunggu di mobil aja, aku naik dulu ambil pakaian kotor." Bunga membuka pintu mobil dari dalam.
Aku sudah sampai di depan gedung bertingkat ini.
"Ikut deh, biar tau kamarnya yang mana." Mana tahu kan bisa ngapel ke dia.
Eh, aku sudah punya Harum. Kesadaran mendadak itu, membuat hatiku nyut-nyutan.
"Oh, yaudah." Ia keluar lebih dulu dari mobil.
Rasanya ragu untuk keluar dari mobil, tapi aku yakin pasti lama jika menunggunya di sini. Ya sudahlah, kita ikuti saja dulu alur membawaku ke mana.
"Abang tinggi betul." Bunga tersenyum manis dan memperhatikanku yang tengah berjalan ke arahnya.
"Muji terus, laki-laki baper." Aku mengusap wajahku karena grogi sendiri.
"Oh ya? Abang gagah dan manis, pasti pewaris."
Bukannya aku berpikir ia materialistis, tapi aku malah tertawa mendengarnya. Gurauannya ekstrim sejak tadi, tapi aku suka.
"Iya dong. Bunga mau sama Abang?" Aku sudah berdiri di sampingnya.
"Tak ah, lebih kaya aku pastinya." Ia tertawa lepas dengan menggandeng tanganku, kemudian ia menarikku untuk berjalan.
Entah benar atau tidaknya, tapi aku tertawa terbawa arus euforianya.
"Tempat aku di lantai sebelas, Bang. Gila kan? Mana tak ada lift lagi." Ia geleng-geleng kepala dan menunduk melihat pijakan kakinya.
Kami sudah menaiki tangga dan dirinya sudah ngos-ngosan.
"Kebanyakan ngrokok." Aku tidak tahu penghakiman apa yang pantas untuknya, masalahnya merokok itu sudah lumrah untuk semua kalangan.
"Masa?" Buangan napasnya sudah terdengar panjang.
Pantaslah ia minta saran kontrakan.
"Memang aktif merokok dari kapan?" Aku membiarkan lenganku menjadi pegangannya. Karena ia berjalan di sebelah tembok, sedangkan aku berada di sisi teralis besi.
"SMA keknya."
Jadi, Jawa Barat pun sudah lumrah kah siswi merokok? Di sini memang sering aku melihat siswi bermain asap, tapi ngevape atau pod. Bahkan, dikalungkan ke leher mereka seperti sebuah medali penghargaan.
"Jangan banyak nanya dulu, napas aku lepas kalau tak nyangkut di upil." Bunga benar-benar ngos-ngosan.
Meski tertawa, aku berusaha merendamnya. Aku tidak mau membuatnya semakin kesulitan bernapas.
Sesampainya di lantai sebelas, Bunga malah mematung. Apa upilnya jatuh, sehingga napasnya lepas?
"Ya ampun, Hema!" Ia melepaskan gandengannya pada lenganku.
Ia berjalan cepat, dengan napas yang sudah menyerupai b*** hutan siap menyeruduk.
"Hallo, Cantik," seru laki-laki dari depan salah satu pintu.
"Apa sih kau ini?! Masih mau kau sama aku, ajak aku rujuk!" Bunga langsung mengayunkan tasnya menghantam paha laki-laki tersebut.
Eh, itu laki-laki yang sama saat di tempat billiard.
"Aku belikan mesin cuci, Sayang. Katanya tak bisa nyuci ngucek, sulit jemur banyak air menetes juga katanya. Cuci bisa langsung kering nih, kek di rumah kita. Biar kau nyaman, sampai siap untuk diantar pulang ke ayah." Laki-laki tersebut terlihat mood sekali mengusap-usap kotak berukuran besar itu.
"Uang aku banyak! Bisa laundry aku, Hem!"
Hm, sedikit ilfeel sebenarnya. Bukan aku takut kalah kaya, tapi ia terlalu sombong. Memang Bunga siapa? Ia anak siapa? Ia punya apa? Warisannya apa saja? Berapa banyak asetnya?
"Aku paham kau betah di rumah, Dek. Jangan lupa kenalin aku sama yang baru ya?" Laki-laki tersebut menunjukku.
Ohh, rupanya ia mengira aku pacarnya Bunga.
"Tak akan!!! Udah sana pulang!" Bunga sampai mendorong-dorong laki-laki tersebut.
"Oke, oke. Aku paham kok kau butuh quality time di ranjang tanpa gangguan." Laki-laki tersebut tersenyum getir.
"Jangan sampai hamil ya, Sayang? Aku minta maaf." Laki-laki yang dipanggil dengan nama 'Hema' itu menyempatkan diri untuk mencium pipi Bunga, kemudian berlari kecil ke arahku.
Oh, bukan. Tepatnya ke arah tangga. Karena aku masih berdiri di dekat tangga.
Kenapa Hema meminta maaf pada Bunga? Apa karena tak enak hati akan kedatanganku di sini? Aku ingin memberitahunya, bahwa aku hanya sekedar teman untuk Bunga.
Bunga berusaha membuka kunci rumahnya itu, kemudian mendorong kotak besar tersebut. Aku laki-laki yang memiliki jiwa jantan, tentu langsung sigap untuk membantunya.
"Mungkin, laundrynya nanti aja." Bunga membuka kotak besar tersebut.
"Aku bantu." Karena aku sudah terlanjur berada di tempatnya.
"Dia kelihatan sayang banget sama kamu, Bunga." Aku membuka obrolan.
Bunga menghentikan kegiatannya, ia memilih menghempaskan alas duduknya dan mengatur napasnya. Karena tinggal sedikit, aku langsung mengusahakan agar mesin cuci ini keluar dari kardusnya. Entah Bunga tengah kelelahan dan mengambil napas lebih banyak, entah karena emosinya tengah melambung.
"Dia sayang, dia terbaik menurut aku. Dia buang aku begitu dia sembuh, padahal selama ini aku berjuang untuk stabilkan usahanya, untuk ngurus dia, untuk mewaraskan otak aku sendiri. Aku sampai ninggalin pendidikan aku, karena memang tak terbagi waktunya. Ngurus orang gila kek dia itu bukan hal mudah, aku bisa ikut gilanya aja," ungkapnya berapi-api.
Aku sampai kaget mendengar suara tingginya. Tak sampai di situ saja, lelehan air matanya membuatku merasa bersalah padanya.
"Apa kesalahan kamu?" Mendengar pertanyaanku, Bunga langsung menatapku tajam.
"Apa memangnya?! Dia tau bagaimana aku dari awal, bukannya dari awal pun dia paling ngerti bagaimana kondisi aku. Kalau aku diajak rujuk, tanpa pikir panjang aku bakal iyakan. Tapi aku ingat bagaimana surat cerai itu datang ke pangkuan aku, dari situ aku bertekad untuk buat dia lebih hancur karena udah berani buang aku kek sampah. Apa tak ingat dia masa s*k*unya? Masa gilanya dengan asap-asap ajaibnya? Kenapa setelah sembuh, dia hidup normal, aku yang dibuang? Aku memang bukan dokternya, tapi aku setengah mati cari kesembuhan yang terbaik dari rasa ketergantungannya. Delapan belas tahunan aku nikah, rela dan manut ikut dia. Setelah aku bergantung dengan dia, dia ajukan perceraian masa habisnya masa sulitnya selama itu." Air matanya sudah membasahi lehernya, bukan lagi pipinya.
"Apa ada perempuan idaman lain?" Laki-laki bisa berubah total, jika tengah kasmaran.
Aku menelisik hal ini dari ayahku tentunya.
"Tak ada setau aku, setelah cerai dan kami tetap satu rumah pun, dia tak pernah pergi untuk perempuan lain dan tak pernah bawa perempuan lain. Dia fokus dengan kebutuhan aku, nambah asetnya, nyenengin aku dan manipulasi keluarga di sana." Ia mengusap kasar air matanya.
Aku menggeser mesin cuci ini, agar tidak menghalangiku memandang wajah Bunga. Emosi dan curhatannya bukan pura-pura, aku yakin ini adalah ekspresi sebenarnya dari rasa kecewanya.
"Dia gak mungkin kasih alasan pas ceraikan kamu." Aku mengulurkan tanganku dan mengusap-usap lututnya.
Aku takut ia memukul tanganku karena berani menyentuh lututnya.
"Dia kasih alasan, tapi aku tak terima dengan alasannya. Sejak sembilan bulan pernikahan kita, dia marah besar dan ada aku buat dia kecewa." Napasnya tersengal-sengal dan kalimatnya terputus-putus.
"Apa itu?" Aku mencoba merespon tanpa berpihak, aku paham ini adalah hal yang sensitif.
"Ini." Ia menyibakkan kemejanya, perutnya terlihat.
Kan aku jadi berdesir melihat belokan p*******nya secara langsung begini.
"Ini." Ia membuka pengait celananya dan menunjukkan sesuatu di bagian perut bawahnya.
Aku diam, fokus melihat bekas yang ia tunjukan. Tato? Tapi bukan sepertinya. Seperti garis lurus, seperti bekas luka memanjang. Sepertinya aku tahu itu.
"Luka operasi? Sesar?" Aku berpikir anaknya meninggal di dalam kandungan dan mantan suaminya kecewa berat padanya.
"Iya, dia tak pernah lihat anaknya sampai sekarang."
Loh? Kalau anaknya meninggal kan memang tak akan pernah melihat lagi?
"Maaf, apa udah meninggal?" Aku takut membuatnya tersinggung.
"Bukan, anak kita sehat. Maaf aku bohong, Abang boleh pecat aku kalau memang kecewa sama aku juga. Tapi untuk saat ini, memang anak aku tak sama aku. Aku tak sepenuhnya berbohong masa wawancara hari Sabtu kemarin." Bunga tertunduk, ia mengambil tisu di atas meja dan mengusap air matanya kembali.
"Bukan masalah. Terus, mana anak kalian?" Aku masih tidak mengerti jalur alur ini.
"Anak aku……
...****************...
Aku kasih crazy up, tapi aku dikasih apa??? 😭
Kasih dukungan dan banjirkan komentar dong 😚
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 91 Episodes
Comments
Edelweiss🍀
Hema masih peduli tuh, tp kenapa malah milih pisah sih, Bunga juga mau banget kalau diajak rujuk katanya. aneh memang lelaki yg satu ini🤨
2023-06-15
1
Red Velvet
dikasih kopi dong yg pastinya🥰
2023-06-15
1
mbak sri
aku jd sedih thor, baru dengar sedikit ja uda nangis apa lg keseluruhan kisah nya
2023-06-15
1