"Aku gak peduli." Aku mengenakan kaos yang ia berikan.
Entah milik siapa, aku tak peduli.
"Ada masanya kau pasti langsung jijik ngenal aku, Bang." Tawanya masih begitu miris menyedihkan.
"Aku ngehargai kamu, Bunga. Kamu minta aku pulang? Aku pulang sekarang." Aku keluar dari kamarnya.
Aku ingin ia merasa nyaman denganku, aku tak mau ia risih karena kehadiranku.
Tanpa pamit, aku meninggalkan rumah tinggalnya ini. Menuruni tangga, tidak seberat maniki tangga. Tidak butuh waktu lama untuk aku mencapai mobilku. Aku yakin Bunga tidak nyaman di tempat ini, karena ia kelelahan dengan tangga-tangga itu. Aku akan berusaha mencari dan memberikan rumah tinggal yang nyaman, agar ia tahu seberapa besar usahaku.
[Kamu lagi sibuk apa, Han?] Harum mengirimkan pesan keduanya.
Aku memperhatikan nama kontaknya yang aku beri nama aslinya, tanpa imbuhan atau panggilan sayangku padanya. Kenapa aku seperti ini pada seseorang yang begitu tulus mencintaiku? Tapi, aku langsung menggila dan mau berusaha untuk perempuan yang baru aku kenal itu? Ada apa dengan hatiku? Benarkah hati ini merasa nyaman dengan seseorang yang bernama Bunga?
Tapi ia begitu menyeramkan, mulutnya begitu tajam. Bukan ia menyeramkan seperti hantu, tapi dengan dia tidak mau berkomitmen itu rasanya sudah begitu gila sekali. Akan jadi apa manusia ini, jika dengan diri sendiri saja tidak mau berkomitmen? Nah, apalagi dengan pasangannya? Tentu ia tidak akan sudi melakukan komitmen.
[Han.] satu pesan kembali masuk ke ponsel yang masih aku genggam ini.
Aku mendongak mencari jendela kamar Bunga dari dalam mobilku yang masih berada di parkiran rusun PJ ini. Aku merasa seperti mendapat karma dari Harum. Pada Harum, aku selalu mengatakan jalani saja dulu saat ia meminta kepastian padaku. Sekarang pada Bunga, aku yang menggila dan dirinya memberikan pilihan untuk menjalani sebagai teman saja dulu.
[Aku lagi di jalan, Rum.] setelah membalas pesannya, aku langsung menjalankan mobilku.
Rumah adalah tujuanku menenangkan diri dan menjernihkan pikiran. Aku bukan laki-laki yang menjadikan tempat hiburan malam sebagai pelampiasan semua rasa yang aku rasakan, tempat hiburan malam menurutku ya hanya untuk hiburan saja.
Aku tidak bisa tidur sampai pukul dua dini hari, padahal perutku sudah kenyang. Aku bolak-balik ke room chatku dengan Bunga, tapi aku tidak berani mengirimkan pesan padanya lebih dulu. Padahal, aku melihat keterangan 'online' dari room chatnya. Ia pun masih belum tidur pukul segini rupanya.
Aku seperti terkena pelet.
Tiba-tiba, muncul di pikiranku untuk mengambil perumahan di dekat usahaku. Sepertinya ada perumahan di sana, meski harganya cukup tinggi setahuku. Mungkin aku akan tanya-tanya dulu, sebelum memutuskan untuk membeli satu rumah untuk tempat tinggal Bunga.
Agar ia tidak perlu lelah naik turun tangga. Aku pun bisa setiap saat ke rumahku yang ia tempati itu. Tentang rumah itu, aku tak akan mengatakan pada ayah karena ayah pasti akan melarang. Ia memintaku tetap tinggal di rumah ini, meski aku sudah menikah dan memiliki keturunan. Ayah tidak mengizinkanku meninggalkan rumah tiga kamar ini.
Bunga menyambut baik pagiku dengan senyum cerianya. Ia mengajakku berbicara seperti biasa, seperti tidak ada kejadian apa-apa sebelumnya. Aku menjanjikannya pulang lebih awal, tapi aku merahasiakan niat besarku untuk membeli rumah. Biar saja ia tahu pas aku ajak melihat-lihat dan bertanya-tanya tentang bangunan perumahan terdekat itu.
"Mau makan siang di luar tak, Bang?" Ia menyeka keringatnya, setelah aktivitasnya bolak-balik gudang beberapa kali.
Aku melirik jam tanganku, masih pukul sebelas tapi ia sudah membahas makan siang.
"Lihat nanti aja." Aku belum ada rencana untuk makan siang, karena jam sembilan tadi aku baru makan.
Bahkan aku makan di sini, di tukang siomay keliling.
"Nyindir ya?" Ia menaikan satu alisnya.
Menyindir yang mana?
"Gak lah, jam sembilan baru makan tadi tuh." Aku memperhatikan sekeliling, karena tidak enak staf yang lain seperti melirik ke arah kami.
"Ruangan aku di sebelah gudang ya? Kalau ada perlu apa gitu, aku gak ada di luar, langsung ke ruangan aja ya? Ngobrolnya jangan terlalu sering, kalau bebas jam kerja aja tuh." Aku takut staf lain malah menegurku yang membuat aturan itu sendiri.
Kan aku yang malu nantinya.
"Kenapa sih? Katanya bestot." Ia mencolek daguku yang memiliki rambut tipis.
Arghhhhh, Bunga!
"Banyak anak buah, Bunga. Jangan diumbar." Aku segera melarikan diri.
Bisa-bia ia semakin menjadi.
Kalau tidak ada orang dan tidak ada anak buah, mungkin aku akan meladeni semua sentuhan iseng yang ia berikan itu. Sayangnya, aku tidak bisa berkutik jika di depan bawahanku dan customer.
Jam makan siang tiba, Bunga langsung masuk ke ruanganku tanpa mengetuk lebih dulu.
"Kok ruangannya lebih kecil dari ruanganku sih?" Ia melihat isi ruanganku.
"Ya biar apa besar-besar?" Aku menumpuk map yang tadi berantakan di atas meja.
"Ayo makan, Bang." Ia mencoba koleksi kacamataku yang tertutup rapat di dalam kotak kacamata.
"Ayah angkat aku pun suka kacamata, koleksinya banyak juga." Ia menata kacamata di atas kepalanya.
"Ayah angkat?" Aku bangkit dan berjalan ke arahnya.
"Iya, Bang." Ia menoleh saat aku sudah berada di sisinya.
Aku tersenyum lebar, saat ia memandang wajahku dan menatap lama bibirku. Nampak jelas wajahnya memerah, kemudian ia pura-pura sibuk mengembalikan kacamataku di tempatnya semula.
"Kenapa?" Aku menurunkan nada suaraku, dengan tubuh lebih mendekat padanya.
"Dari sebelum cerai hubungan ranjangku memburuk, Bang. Jadi jangan tebar pesona, aku orangnya s****an."
Rahangku jatuh mendengar pengakuannya.
"Cuma senyum, bukan tebar pesona." Lalu aku tertawa puas.
"Dari umuran sekolah, aku udah gila s**s. Jadi jangan coba mancing-mancing!" Ia menghadap padaku, dada kami sampai saling menempel. Untungnya, terlapisi baju masing-masing.
Fakta baru ini membuatku tercengang. Aku melongo bodoh, sebelum akhirnya membasahi bibirku dan merapatkan bibirku.
Aku sampai gelagapan, seketika tengkukku ditarik dan bibirku digigit sampai terbuka. Ingin melawan, tapi ini rejeki nomplok. Ingin meladeni, tapi aku tidak siap dengan serangannya. Jadi aku hanya bisa pasrah, saat l****nya masuk ke r***** mulutku.
Padahal aku hanya senyum manis padanya tadi, apa itu salah? Padahal aku tadi hanya membasahi bibirku sendiri, apakah mengundang minatnya juga? Jika suara rendahku, sampai bass jakunku terdengar jelas, ya mungkin aku bisa terima karena hal itu aku sengaja.
Aku bergumam tidak jelas dalam adegan saling memakan ini, saat tangannya mengusap-usap warisanku dari luar. Aku percaya tentang adanya wanita yang hiper***, tapi aku tidak menyangka bisa menemui salah satu jenis itu di jangkauanku.
Mulutku terbuka, tidak mampu menerima permainan tangannya yang tiba-tiba berada di dalam jeans hitamku secara mendadak. Aku tidak pernah mendapat perlakuan mendadak seperti ini, aku pasti selalu harus berinisiatif lebih dulu pada Harum.
"Arghhhhh, Bunga…." Aku seperti tertidur berbantal es batu.
...****************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 91 Episodes
Comments
khair
itulah ada jenis wanita yg bisa bikin laki lupa daratan... 😂
2023-06-16
3
Red Velvet
Bunga agresif bener🤧 gimana nih aku mau berkata-kata pun susah
2023-06-16
1
Edelweiss🍀
ku kira Han yg menyerang Bunga eh taunya malah sebaliknya😅 mau ditolak rezeki katanya😁 dsar lelaki
2023-06-16
1